ORI DIY Bakal Konfirmasi ke Sekolah dan SPPG Terkait Klausul Rahasiakan Keracunan MBG

Kepala Perwakilan Ombudsman RI DIY, Muflihul Hadi mengatakan sebelum menyimpulkan adanya kesalahan, pihaknya harus memastikan ke lapangan. 

Dok.Istimewa/ tangkapan layar
SURAT PERJANJIAN - Foto ilustrasi. Isi dokumen perjanjian antara SPPG (pihak pertama) dengan pihak kedua (sekolah penerima manfaat) yang beredar di aplikasi percakapan Whatsapp. ORI DIY akan klarifikasi ke sekolah dan SPPG. 

Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA- Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY bakal melakukan klarifikasi ke sekolah hingga Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Hal itu dilakukan untuk memastikan klausul perjanjian yang meminta sekolah untuk merahasiakan jika terjadi kejadian luar biasa seperti keracunan.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI DIY, Muflihul Hadi mengatakan sebelum menyimpulkan adanya kesalahan, pihaknya harus memastikan ke lapangan. 

“Kami akan konfirmasi dalam waktu dekat, soal isi klausul itu, soal penekanan merahasiakan, kemudian dasarnya ketika membuat klausul. Apakah ada semacam menjadi standar baku SPPG. Kami akan pastikan dulu, turun ke sekolah dan SPPG,” katanya, Rabu (24/09/2025).

Ia mengungkapkan berdasarkan pengalamannya saat terjadi keracunan di Kulon Progo beberapa waktu lalu, tidak ada klausul untuk merahasiakan. Kala itu, inti klausulnya adalah jika terjadi persoalan akan dikoordinasikan dengan SPPG.

Sementara soal keracunan di Sleman terakhir, pihaknya tidak sempat memeriksa surat perjanjian. Kala itu, pihaknya fokus pada penanganan keracunan saja.

“Kami juga perlu memastikan apakah di setiap wilayah itu beda-beda klausul perjanjiannya. Apakah ada standar bakunya, dan sebagainya. Itu yang belum bisa kami pastikan, karena yang terakhir di Sleman belum sempat cek dokumen. Dulu lebih ke penanganan korban keracunan,” terangnya.

Sebelumnya, ia meminta sekolah tidak menandatangani surat perjanjian untuk merahasiakan jika terjadi kejadian luar biasa.

Menurut dia, pihak SPPG tidak semestinya membuat surat perjanjian seperti itu. Ia menilai surat perjanjian yang beredar tersebut justru menghalangi akses informasi masyarakat.

“Kami mendorong Dinas Pendidikan kepada sekolah-sekolah, apabila ada kontrak seperti itu tidak ditanda tangani, karena nanti malah sekolah (kena). Kalau ada apa-apa siapa yang bertanggung jawab,” ujarnya.

“Jangan sampai nanti ada keracunan, terus gara-gara kontrak itu, masyarakat tidak berani lapor ke kami, tidak berani menyampaikan ke mana-mana. Justru itu membungkam masyarakat untuk menyampaikan kondisi yang terjadi, kami menyayangkan itu,” imbuhnya. (maw) 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved