Warga Karangwuni Kulon Progo Terus Kejar Hak atas UGR Proyek JJLS hingga Terpenuhi

Eko menilai warga dipermainkan pemerintah dengan proyek tersebut. Apalagi dengan informasi yang kerap berubah-ubah

Penulis: Alexander Aprita | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando
TAK DIBAYAR: Warga Karangwuni menunjukkan formulir yang berisi data luas bidang tanah miliknya yang terdampak proyek pelebaran JJLS, Senin (22/09/2025). Datanya termasuk nominal Uang Ganti Rugi (UGR) yang seharusnya diterima namun tidak dibayarkan sejak dijanjikan 6 tahun lalu. 

TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Warga Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates, Kulon Progo, terus memperjuangkan hak mereka dalam mendapatkan Uang Ganti Rugi (UGR) dari proyek pelebaran Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS). Sebab lahan mereka terdampak proyek tersebut.

Eko Yulianto sebagai perwakilan warga merasa pihaknya sudah cukup bersabar untuk menanti kejelasan. Apalagi berbagai upaya sesuai prosedur sudah ditempuh.

"Kami sudah memperjuangkan hak kami dari tingkat kabupaten sampai provinsi, namun tetap tidak ada kejelasan," kata Eko ditemui di Karangwuni, Senin (22/09/2025).

Ia menilai 6 tahun merupakan waktu yang cukup lama untuk menunggu. Sebab selama itulah warga Karangwuni terus menanti hak mereka terpenuhi dengan terdampaknya lahan mereka untuk proyek pelebaran JJLS.

Eko menilai warga dipermainkan pemerintah dengan proyek tersebut. Apalagi dengan informasi yang kerap berubah-ubah dan tidak sesuai satu sama lain terkait pembayaran UGR.

Sebab salah satu yang menjadi pertanyaan adalah mengapa pembayaran UGR tidak dari timur Karangwuni sesuai giliran. Pembayaran justru langsung dari sisi barat perbatasan Karangwuni.

"Kami tanyakan kenapa pembayaran UGR-nya langsung lompat, alasannya waktu itu fokus ke nominal UGR yang paling kecil dulu," jelas Eko.

Hasil penelusuran warga justru menyatakan sebaliknya; bidang tanah yang menerima UGR duluan malah nominalnya terbilang besar. Seperti lahan Kantor Kalurahan Karangwuni dan sejumlah sekolah.

Eko menilai pihak Kadipaten Paku Alam turut berperan dalam polemik UGR proyek JJLS tersebut. Sebab lahan yang menerima pembayaran duluan berstatus sebagai Paku Alam Ground (PAG).

"Kami mempertanyakan itu juga, nanti akan kami lacak ke PA (Paku Alam) nanti," katanya.

Eko pun menegaskan bahwa warga akan terus berjuang sampai ada kejelasan. Termasuk memperkuat gerakan mereka dalam memprotes ketidakjelasan dari proyek JJLS.

Saat ini, warga telah memasang puluhan spanduk berisi ungkapan protes di sepanjang Jalan Daendels. Adapun di jalan itulah rencananya pelebaran untuk menjadi JJLS akan dilakukan.

"Kalau tetap tidak ada kepastian sampai akhir tahun, kami sepakat untuk menolak pelebaran JJLS," ujar Eko.

Terakhir, warga Karangwuni melapor ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY untuk menyampaikan keluhannya. Kepala Perwakilan ORI DIY, Muflihul Hadi datang pada Senin siang untuk mendengarkan langsung keluhan warga.

Hadi pun menyatakan akan ikut mendampingi warga Karangwuni hingga hak mereka terpenuhi. Sebab pihaknya memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi atas prakarsa sendiri.

"Akan kami kawal sampai ada kepastian, paling tidak bisa dibayarkan (UGR JJLS) tahun ini," katanya.(alx)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved