Transparansi Ditekankan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Dikecualikan

Ia menjelaskan, pengadaan barang/jasa terbagi dua, yaitu pengadaan umum dan pengadaan yang dikecualikan.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Dok Tribun Jogja
Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa Muda, Dwi Hendri Cahyadi dan Rosi Isdiarto, S.K.M, Anggota Komisi C DPRD DIY, Amir Syarifudin (tengah), menjelaskan aturan serta pengawasan pengadaan barang/jasa yang dikecualikan sesuai regulasi pemerintah, dalam diskusi di Yogyakarta, Kamis (18/9/2025). 

Menurut Amir, aturan terkait pengadaan sudah tertuang jelas dalam peraturan pemerintah maupun peraturan lembaga. DPRD berperan memastikan mekanisme berjalan sesuai ketentuan, terutama menyangkut kebutuhan dasar, kedaulatan, dan kemanusiaan.

Ia menambahkan, DPRD juga mengawasi kesiapan sumber daya manusia di OPD agar pembangunan berjalan cepat. Salah satu instrumen percepatan adalah Biaya Tidak Terduga (BTT). “Kalau menunggu rapat panjang dengan OPD, bisa terlalu lama. Jadi BTT itu dipakai agar respons cepat, misalnya saat bencana,” kata Amir.

DPRD, lanjutnya, tidak pernah menolak anggaran untuk kebutuhan mendesak. Pengawasan tetap dilakukan melalui inspektorat, BPKP, dan lembaga lain agar pelaksanaan lebih aman dan transparan.

Amir menekankan pentingnya integritas ASN dalam menjalankan proses pengadaan. “Mereka sudah digaji, jadi harus berkomitmen sesuai sumpah jabatan. Gaya hidup jangan sampai mengganggu pola pikir dan memicu penyimpangan,” ujarnya.

Ia juga menegaskan, prinsip pengadaan sudah diatur dalam undang-undang dan peraturan, yang harus dijalankan dengan disiplin. “Kalau ditaati, kita slamet. Mengambil keuntungan pribadi dari proses lelang jelas menganiaya orang lain, dan itu dosa,” kata Amir.

Rosi Isdiarto, S.K.M., Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa Muda menambahkan bahwa Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menetapkan empat jenis pengadaan yang masuk kategori dikecualikan. Aturan tersebut diatur dalam Peraturan Lembaga LKPP Nomor 5 Tahun 2021 dan penting dipahami publik agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

“Sesuai dengan Peraturan Lembaga LKPP Nomor 5 Tahun 2021, ada empat jenis pengadaan yang masuk dalam kategori dikecualikan,” ujarnya.

Rosi menjelaskan, pengadaan dikecualikan meliputi pengadaan oleh Badan Layanan Umum (BLU) maupun Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), seperti rumah sakit dan bandara; pengadaan pada tarif yang sudah dipublikasikan secara nasional, seperti listrik, telepon, dan BBM; pengadaan sesuai praktik bisnis yang sudah mapan, misalnya tarif hotel, langganan koran, dan tiket transportasi; serta pengadaan yang diatur dengan peraturan khusus, seperti kebutuhan militer atau pertahanan.

“Sering kali masyarakat salah paham. Mereka mengira proses pengadaan yang dikecualikan itu tidak fair karena tidak mengikuti mekanisme tender atau seleksi sebagaimana biasa. Padahal, mekanismenya memang sudah ditetapkan dalam aturan. Jadi bukan berarti tidak ada dasar hukum,” ujar Rosi.

Ia menekankan, meskipun tidak melalui tender, prinsip dasar pengadaan tetap harus dijaga, yakni efisien, efektif, transparan, adil, dan akuntabel. Karena itu, diperlukan pengawasan ketat melalui pedoman tata kelola yang jelas, dokumentasi yang dapat ditelusuri, serta audit internal maupun eksternal secara berkala.

“Walaupun prosesnya lebih fleksibel, seluruh tahapan tetap harus didokumentasikan dengan baik, mulai dari pemilihan hingga hasil akhir. Inspektorat daerah maupun BPKP harus dilibatkan untuk melakukan audit, tidak hanya pada hasil, tetapi juga prosesnya,” kata Rosi.

Selain itu, pejabat pengadaan yang menangani pengadaan dikecualikan diminta memiliki kompetensi memadai, disertai evaluasi berkala atas efektivitas kebijakan. “Jenis pengadaan yang dikecualikan harus ditinjau apakah masih relevan, agar tetap efisien dan tidak membuka celah penyimpangan,” ujarnya.

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved