Transparansi Ditekankan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Dikecualikan
Ia menjelaskan, pengadaan barang/jasa terbagi dua, yaitu pengadaan umum dan pengadaan yang dikecualikan.
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM - Tidak semua pengadaan barang dan jasa pemerintah wajib mengikuti mekanisme umum yang diatur dalam Peraturan Presiden. Beberapa jenis pengadaan dikecualikan demi percepatan, efisiensi, dan memenuhi kebutuhan publik secara cepat.
“Pengadaan yang dikecualikan adalah pengadaan yang tidak wajib mengikuti regulasi umum sebagaimana diatur dalam Perpres. Saat ini dasar hukumnya adalah Perpres Nomor 46 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018,” ujar Dwi Hendri Cahyadi, S.T., Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa Muda, dalam podcast INsight 'Pengadaan Barang dan Jasa', Kamis (18/9/2025).
Ia menjelaskan, pengadaan barang/jasa terbagi dua, yaitu pengadaan umum dan pengadaan yang dikecualikan.
Pada pengadaan umum, mekanisme bisa melalui tender, seleksi, penunjukan langsung, atau pengadaan langsung. Sedangkan swakelola terbagi dalam empat tipe, mulai dari dikerjakan sendiri oleh OPD hingga oleh masyarakat berdasarkan usulan.
“Pengadaan yang dikecualikan sifatnya khusus. Misalnya dalam kondisi kedaruratan seperti bencana alam, kunjungan mendadak Presiden, pembayaran tarif listrik dan telepon, atau pengadaan di BLUD yang memiliki penghasilan sendiri,” katanya.
Menurut Dwi, perbedaan mendasar antara penunjukan langsung (PL) dengan pengadaan dikecualikan terletak pada aturan yang melandasi. Penunjukan langsung tetap mengikuti Perpres, sedangkan pengadaan dikecualikan memiliki mekanisme tersendiri sesuai regulasi khusus.
“Contohnya pengadaan militer, pembangunan IKN, atau program otonomi khusus Papua,” ujarnya.
Mekanisme pengadaan dikecualikan tetap mengharuskan perencanaan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), penyusunan RAB, hingga penetapan penyedia berdasarkan penawaran terendah yang memenuhi syarat. Namun, berbeda dari pengadaan umum, mekanisme sanggah tidak berlaku karena sifatnya darurat.
Beberapa contoh pengadaan yang masuk kategori dikecualikan, antara lain pembelian senjata untuk TNI/Polri, penggunaan sistem aplikasi yang hanya dimiliki vendor resmi, serta pembangunan gedung universitas negeri berstatus BLU/BLUD dengan dana non-APBN/APBD.
Dwi mengingatkan aparatur sipil negara (ASN) agar memahami aturan tersebut dan menjaga integritas.
“Pengadaan dikecualikan bukan jalan pintas untuk mempermudah, tetapi tipologi khusus yang diatur hukum. Dokumentasikan seluruh proses dan hindari konflik kepentingan,” tuturnya.
Sementara itu, anggota Komisi C DPRD DIY, Amir Syarifudin, menegaskan urgensi pengadaan barang dan jasa yang dikecualikan, terutama dalam situasi darurat dan kebutuhan strategis negara. Aturan tersebut dinilai penting dipahami masyarakat agar tidak menimbulkan polemik.
“Ya, karena itu aturan. Aturan yang harus dipatuhi. Masyarakat juga harus dipahamkan supaya tidak ada protes atau pertanyaan. Misalnya, pembelian senjata untuk TNI-Polri. Itu tidak diumumkan, mekanismenya jelas, karena menyangkut kapasitas, kemampuan, dan rahasia negara,” kata dia.
Ia mencontohkan DIY sebagai daerah rawan bencana sehingga pemerintah daerah membutuhkan fleksibilitas dalam pengadaan darurat.
“Tsunami, gempa, puting beliung, erupsi gunung, semua sudah pernah kita alami. Karena itu, ada pengadaan tertentu yang sifatnya darurat atau dikecualikan. Kalau menunggu proses panjang, justru bisa terlambat saat bencana,” ujarnya.
Manunggal Fair 2025 Akan Digelar di Alun-alun Wates, Hadirkan 197 Stan selama Sepekan |
![]() |
---|
Gerakan Pangan Murah Klaten Gelontorkan 1 Ton Beras, Gula Pasir dan Minyak goreng |
![]() |
---|
Mengenal Blue Collar Worker, Perbedaan dengan White Collar, hingga Jenis Pekerjaan Lain |
![]() |
---|
Mengenal Alpha, Beta, dan Omega dalam Hubungan: Dominan, Netral, atau Santai? |
![]() |
---|
SNBP 2026 Dibuka Februari, Siswa Diminta Cermat Hitung Peluang Masuk PTN |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.