Doa Lintas Agama Warnai Penutupan 13 Tahun UU Keistimewaan DIY di Pleret Bantul

Doa bersama ini dalam rangka mengajak semua pihak berdoa dan berharap bersama agar tercipta suasana damai dan harmonis di masyarakat

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
DOA BERSAMA: Doa bersama lintas agama menandai puncak peringatan 13 tahun Undang-Undang Keistimewaan DIY di Lapangan Pleret, Bantul, Sabtu (13/9/2025). Kehadiran tokoh lintas iman menjadi simbol persatuan, toleransi, dan kerukunan masyarakat Yogyakarta. 

TRIBUNJOGJA.COM - Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui Paniradya Kaistimewan menutup rangkaian peringatan 13 tahun Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY di Lapangan Kanggotan, Pleret, Bantul, Sabtu (13/9/2025).

Mengusung tema “Mupakara Gunita Prasanti Loka”, acara ini menjadi momentum refleksi atas capaian sekaligus arah ke depan pelaksanaan keistimewaan DIY.

Penutupan dimeriahkan dengan beragam kegiatan yang melibatkan masyarakat.

Selain senam sehat, digelar pula bakti sosial, pasar murah, bazar UMKM, gelar budaya Kapanewon Pleret, donor darah, layanan cek kesehatan gratis, hingga posyandu balita anti-stunting.

Malam puncak ditandai doa bersama lintas agama yang menghadirkan tokoh-tokoh agama. Doa bersama ini menjadi simbol persatuan serta semangat toleransi, gotong royong, dan kerukunan yang selama ini menjadi nilai dasar keistimewaan.

Doa bersama ini dalam rangka mengajak semua pihak berdoa dan berharap bersama agar tercipta suasana damai dan harmonis di masyarakat serta mengurangi potensi konflik dan perpecahan sehingga tercipta kedamaian sosial.

Selain itu, masyarakat disuguhkan pameran capaian hasil keistimewaan yang menampilkan inovasi, pelayanan publik, produk unggulan, hingga sarana prasarana. Pameran ini menjadi sarana edukasi sekaligus penyebaran informasi mengenai implementasi keistimewaan DIY.

Acara juga dimeriahkan pertunjukan seni budaya dan musik dari kelompok seni lokal. Antusiasme warga disebut menjadi bukti bahwa nilai keistimewaan kian mengakar di masyarakat.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X yang  diwakili Plt Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda DIY, Aris Eko Nugroho, menyampaikan bahwa keistimewaan DIY jangan hanya dipahami sebagai regulasi.

“Pada hakikatnya, keistimewaan adalah bentuk pengakuan terhadap sejarah, identitas, dan nilai-nilai luhur yang menjadi penopang tata kehidupan kita,” kata Aris.

Aris menegaskan tiga semangat yang harus dijaga dalam pelaksanaan keistimewaan, yakni inklusif, adaptif, dan berdampak nyata.

“Inklusif artinya melibatkan semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Adaptif artinya mampu merespons dinamika sosial, ekonomi, dan budaya yang terus berubah. Berdampak nyata artinya mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta tanpa meninggalkan akar tradisi yang menjadi sumber nilai. Inilah tiga spirit yang harus kita jaga,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa berbagai kegiatan yang ditampilkan menunjukkan pemanfaatan dana keistimewaan. 

“Berbagai aktivitas ditampilkan untuk menggambarkan kepada Bapak/Ibu sekalian, bahwa dana keistimewaan digunakan untuk apa. Salah satunya dapat kita lihat langsung di lapangan ini,” kata Aris.

Menutup sambutannya, Aris berharap peringatan 13 tahun UU Keistimewaan menjadi momentum untuk menjaga dan mengembangkan nilai keistimewaan bagi kemajuan bersama.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved