Jelang Musim Hujan, Ini Kawasan Rawan Potensi Bencana Hidrometeorologi di DIY

Kepala Pelaksana BPBD DIY, Noviar Rahmad, mengatakan pemutakhiran peta dilakukan berdasarkan evaluasi kejadian bencana sepanjang 2024.

Dok. BPBD Bantul
ILUSTRASI - Kondisi SMP PGRI Kasihan, Bantul, saat terendam genangan air dikarenakan cuaca ekstrem pada Selasa (19/8/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Jelang datangnya musim penghujan, BPBD DIY mulai memetakan sejumlah kawasan yang masuk rawan potensi bencana hidrometeorologi.

Salah satunya yakni Kecamatan Imogiri, Bantul, yang kini masuk peta rawan banjir 2025 setelah mengalami kejadian banjir pada tahun lalu.

Pemetaan terbaru ini juga menambah wilayah rawan longsor di Sleman, seiring meningkatnya potensi bencana hidrometeorologi jelang musim hujan.

Kepala Pelaksana BPBD DIY, Noviar Rahmad, mengatakan pemutakhiran peta dilakukan berdasarkan evaluasi kejadian bencana sepanjang 2024.

Ia menegaskan, perubahan status Imogiri mencerminkan dinamika ancaman yang terus berkembang di DIY.

“Kalau dalam peta sebelumnya, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, tidak termasuk rawan banjir. Namun setelah kejadian 2024, tentu saja tahun 2025 ini masuk peta rawan banjir,” ujar Noviar.

Selain Imogiri, risiko longsor di Sleman juga mengalami perluasan.

Jika sebelumnya hanya dipetakan di kawasan utara, kini Kecamatan Prambanan dan Kalasan turut masuk kategori rawan. 

“Hal itu juga terkait dengan risiko bencana longsor di lokasi-lokasi tersebut. Kejadian longsor 2024 menjadi dasar penetapannya,” kata Noviar.

Sementara itu, wilayah Kota Yogyakarta relatif stabil dengan risiko banjir kiriman saat hujan lebat.

Luapan Kali Code, Kali Gajah Wong, dan sejumlah sungai yang melewati kota masih menjadi perhatian utama.

BPBD DIY, kata Noviar, tidak hanya memutakhirkan peta risiko, tetapi juga menyiagakan forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di tingkat kelurahan agar respons cepat bisa dilakukan jika terjadi darurat.

“Laporan warga terkait kejadian bencana dapat disampaikan melalui aplikasi Pamor. Relawan maupun forum PRB terdekat akan langsung memantau dan apabila ada kejadian, segera dilakukan penanganan,” ujarnya.

Ia menekankan, ancaman utama pada musim hujan adalah longsor, banjir, serta cuaca ekstrem.

Banjir bahkan bisa muncul di luar peta rawan apabila aliran sungai tersumbat sampah. 

“Kalau cuaca ekstrem itu terkait angin kencang yang menyebabkan pohon tumbang dan merusak perumahan maupun fasilitas umum seperti tiang listrik, telepon, dan jaringan internet,” katanya.

Kepala Stasiun Klimatologi DIY Reni Kraningtyas menambahkan, musim hujan 2025 akan masuk bertahap mulai September, dengan puncak intensitas pada Oktober–November.

“Curah hujan diprakirakan terus meningkat pada Oktober hingga November, dengan potensi hujan tinggi lebih dari 500 milimeter di beberapa wilayah. Kami mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi banjir, longsor, dan genangan,” ujarnya.

Menurut Reni, analisis dinamika atmosfer dan laut menunjukkan curah hujan periode September–November 2025 berada pada kategori Atas Normal (AN) atau lebih tinggi dari rata-rata tahunan.

Kondisi ini perlu diantisipasi bersama oleh masyarakat dan pemerintah daerah. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved