Beberapa Hal yang Membatalkan Shalat Menurut Al-Quran, Hadits, dan Ulama

Penulis: Tribun Jogja
Editor: Joko Widiyarso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ada sejumlah hal yang bisa membatalkan shalat jika dilakukan, baik karena sengaja maupun lalai.

Beliau juga memerintahkan untuk menyingkirkan orang yang lewat di depan (saat shalat), membunuh ular dan kalajengking.

Dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma memutar orang dari kiri ke kanan, serta beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencubit kaki sahabat saat sujud, dan memberi isyarat kepada Jabir radhiyallahu ‘anhu.

Semua ini diriwayatkan dalam hadits-hadits sahih.

3. Berhadats

Jika seseorang berhadats saat shalat (hadats kecil maupun besar), maka shalatnya batal, baik sengaja maupun lupa, apakah dia sudah tahu atau belum.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

إِذَا فَسَا أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ، فَلْيَنْصَرِفْ، فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُعِدْ صَلَاتَهُ

“Jika salah seorang dari kalian kentut saat shalat, maka hendaknya ia membatalkan shalat, berwudhu, dan mengulang shalatnya.” (HR. Abu Daud dan lainnya)

4. Terkena najis

Jika seseorang sengaja membiarkan najis yang tidak dimaafkan mengenai dirinya, maka shalatnya batal.

Namun, jika najisnya dimaafkan seperti membunuh kutu atau serangga kecil lainnya maka tidak membatalkan shalat karena darahnya dimaafkan, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Bandaniji.

Jika najis mengenai dirinya dan langsung dibersihkan (sebelum terlewat kadar minimal thumakninah).

Misalnya dengan menepisnya, maka shalat tidak batal karena sulitnya menghindari hal semacam itu dan tidak ada unsur kelalaian dari pihaknya. 

Ini berbeda dengan hadats, karena menjaga kesucian memerlukan waktu yang cukup.

5. Terbukanya aurat

Adapun jika aurat terbuka dengan sengaja, maka shalatnya batal meskipun segera ditutup kembali.

Karena menutup aurat adalah syarat sah shalat, dan ketika ia membukanya dengan sengaja, maka sama saja dengan membatalkan shalat.

Namun, jika aurat terbuka karena angin, lalu segera ditutup kembali (sebelum terlewat kadar minimal thumakninah), atau tali kain terlepas lalu segera dibetulkan, maka shalatnya tidak batal, sebagaimana dijelaskan dalam masalah najis tadi.

6. Berubahnya niat

Yaitu ketika seseorang berniat keluar dari shalat.

Hal ini membatalkan karena niat adalah pengikat utama dalam shalat. Jika niat terputus, maka terputus pula ibadahnya.

Dalam masalah niat, ada beberapa rincian:

Pertama, jika seseorang memutuskan niat dalam shalat misalnya ia berniat keluar dari shalat maka shalatnya batal secara ijmak (kesepakatan ulama).

Sebab, keberlangsungan niat merupakan syarat sah shalat, dan jika niat terputus, maka hilang pula pengikatnya.

Hal ini berbeda dengan puasa, yang tidak batal hanya karena niat keluar, karena puasa termasuk bentuk meninggalkan sesuatu, bukan aktivitas fisik yang terus menerus seperti shalat.

Kedua, jika seseorang memindahkan niatnya dari satu shalat wajib ke shalat wajib lainnya, atau dari shalat wajib ke shalat sunnah, maka menurut pendapat yang paling sahih, shalatnya batal.

Bahkan sebagian ulama secara tegas menyatakan batal.

Ketiga, jika seseorang bertekad untuk memutus shalat, misalnya pada rakaat pertama ia sudah berniat akan menghentikan shalat pada rakaat kedua, maka shalatnya batal saat itu juga.

Karena kelanjutan niat adalah bagian dari syaratnya.

Keempat, jika seseorang ragu apakah akan melanjutkan shalat atau keluar darinya, maka shalatnya juga batal.

Sebab, keberlangsungan niat yang menjadi cukup dalam shalat telah hilang karena keraguan ini. Imam al-Haramain mengatakan: “Aku tidak melihat adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.”.

Namun, keraguan yang sekadar terlintas di pikiran karena waswas, seperti yang terjadi pada orang yang sering ragu-ragu, maka tidak membatalkan shalat.

7. Berpaling dari arah kiblat

Jika seseorang membelakangi kiblat dalam shalat, maka shalatnya batal, sebagaimana jika ia berhadats.

Karena syarat yang telah ditetapkan tidak terpenuhi.

8. Makan atau Minum

Makan dan minum, karena jika puasa saja batal karenanya, padahal puasa tidak batal karena gerakan, maka shalat yang lebih banyak gerakannya lebih layak batal.

karena makan menunjukkan sikap berpaling dari ibadah, padahal tujuan dari ibadah fisik seperti shalat adalah memperbarui keimanan dan mengarahkan hati kepada Allah.

Ini jika dilakukan dengan sengaja, namun jika lupa atau tidak tahu karena baru masuk Islam, maka tidak membatalkan, sebagaimana halnya puasa.

Bila yang dimakan sangat sedikit, maka tidak membatalkan.

Qadhi Husain menyebutkan: “Jika yang dimakan kurang dari sebutir wijen, tidak membatalkan shalat.” Namun jika seukuran biji wijen atau lebih, terdapat dua pendapat, yang paling sahih: batal.

9. Tertawa terbahak

Tertawa terbahak membatalkan shalat jika disengaja, karena bertentangan dengan kekhusyukan dalam ibadah.

Ini jika suara tertawanya jelas terdengar sampai dua huruf atau lebih.

Jika tidak terdengar, maka tidak membatalkan karena tidak termasuk kategori “ucapan” (kalam).

Menjaga shalat dari hal-hal yang membatalkannya merupakan bagian dari adab seorang Muslim dalam beribadah.

Dengan memahami dan menghindari perkara-perkara yang membatalkan shalat, kita tidak hanya memastikan ibadah diterima di sisi Allah, tetapi juga memelihara kekhusyukan dan kesempurnaan rukun-rukunnya.

Sebagaimana para ulama menegaskan, shalat adalah tiang agama yang harus dijaga dengan ilmu, kesungguhan, dan kehati-hatian.

Sumber: Al-Qur’an, Hadits Shahih, Matan Taqrib karya Al-Qadhi Abu Syuja

(MG/Anggitya Trilaksono)

Berita Terkini