Berita Sleman Hari Ini

Cerita Pilu Korban Iming-iming Investasi Hunian yang Dibangun di Tanah Kas Desa di Sleman 

Penulis: Ahmad Syarifudin
Editor: Kurniatul Hidayah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengendara melintas di depan perumahan yang ditutup karena diduga melanggar izin Pemerintah Kalurahan Caturtunggal dan melanggar Pergub 34/2017.

Ada banyak orang yang menjadi korban investasi tersebut. 

"Kalau untuk kerugian yang telah masuk ke Paguyuban 110 orang. Estimasi yang terdata sekitar Rp 30 miliar," kata Putra. 

Jumlah tersebut yang sementara ini terdata. Putra memperkirakan masih banyak korban yang belum tercatat. Pasalnya, yang ditawarkan pihak marketing maupun jika melihat dari master-plan jumlahnya diperkirakan ada 972 unit Vila dan dari jumlah tersebut dari bahasa Marketing sudah closing unit sehingga diasumsikan semuanya sudah laku terjual. Ia memperkirakan jumlah korbannya mungkin bisa jadi lebih banyak lagi. 

"Kalau kami ambil estimasi Rp 200 juta per unit (di kalikan 972 unit) maka ketemu angkanya sekitar 194,4 miliar. Kalau data yang sudah masuk ke kami (estimasi kerugian) Rp 30 miliar," kata dia.  

Putra mengungkapkan, dari 972 unit yang sudah serah terima ke konsumen baru 30 persen dan sudah dihuni. Sedangkan unit lain masih berupa kapling tanah dan sebagian lainnya mangkrak. Lokasi Jogja Eco Wisata di Kalurahan Candibinangun Pakem ini masuk dalam pusaran Mafia Tanah Kas Desa yang menjerat seorang pengembang berinisial R yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY. Sejauh ini belum ada penyegelan karena perkaranya masih berproses. 

Putra bersama paguyuban korban lainnya berkeinginan investasinya di JEW bisa memiliki legalitas. Jika pada akhirnya nanti dianggap ilegal, maka Ia berharap ada restitusi atau ganti kerugian kepada korban sesuai nominal yang telah dibayarkan. Ia mengaku tergiur berinvetasi di tanah kas desa tersebut karena diiming-imingi Surat Perjanjian Investasi dari marketing maupun notaris yang mencantumkan satu pasal yang intinya bisa menjamin legalitas. 

Ia merasa yakin berinvetasi karena ada surat izin menyewa TKD dari Pemerintah Kalurahan Candibinangun tanggal 4 Juli 2012 dan izin lokasi dari SK Bupati tanggal 2 Mei 2012. Hal tersebut dikuatkan juga dengan SK Gubernur tertanggal 24 Mei 2012. Kemudian ada izin lokasi dari BPN Sleman dan IMB dari DPUPKP pada Desember tahun 2013. Bahkan dilengkapi juga dengan izin sewa TKD dari pihak JEW tersebut untuk membangun Jogja Eco Park di atas TKD yang didalamnya meliputi Tanah Kapling pembangunan resort. 

"Itu yang kami jadikan acuan waktu (mengambil) inventasi di situ. Jadi ada kata-kata, didalamnya meliputi juga tanah kapling membangun resort," katanya. 

Kerugian juga dialami Edwin Afandi. Ia adalah konsumen Avanti Vila yang berlokasi di Kalurahan Caturtunggal. Menurut dia, total unit yang ditawarkan Avanti Vila ada 58 unit. Sejauh ini, informasi yang diterima sudah 23 unit yang terjual, 8 sudah terbangun namun semuanya belum ada yang serah terima. Meksipun sebagian konsumen sudah membayar. Ada yang cash keras dan ada pula yang membayar bertahap 50 persen. 

"Saya sudah bayar 50 Persen dengan nominal Rp 190 juta. Beberapa teman bahkan ada yang cash keras," katanya. 

Afandi membeli hunian di atas TKD Caturtunggal itu pada Februari 2023 lalu. Meskipun sudah membayar hingga 50 persen namun hunian belum dibangun sama sekali hingga akhirnya ditutup karena belum ada izin dan dianggap melanggar Pergub nomor 34 tahun 2017. Saat penutupan proyek hunian tersebut dirinya bahkan tidak mendapat Informasi dari manajemen pengembang. Ia justru mendapat informasi penutupan saat meninjau lokasi proyek yang ternyata sudah ditutup. 

"Saya tahu ditutup karena saya main untuk melihat progres pembangunan tapi ternyata sudah ditutup menggunakan banner. 
Saat ini masih ditutup banner dan ketika saya ingin tahu selalu dilempar-lempar. Saya hanya bisa berkomunikasi dengan humas dan humas menjanjikan 2-3 bulan kedepan baru ada jawaban menunggu proses di Kejati," terang Afandi. Ia memperkirakan total kerugian korban investasi di Avanti tersebut senilai Rp 4 miliar. Sejauh ini dari 23 korban dirinya mengaku baru bisa mengumpulkan 10 orang dan mayoritas korban berada di luar kota Yogyakarta. 

Hampir serupa juga dialami Darno. Namun ceritanya sedikit berbeda dengan Putra maupun Afandi. Darno berinvetasi dalam bentuk tanah kapling di atas TKD di Nologaten, Caturtunggal. Ia membeli dua Kapling dengan luas masing-masing 111 meter dan 124 meter persegi seharga Rp 375 juta. Di atas tanah tersebut rencananya mau dibangun kos-kosan untuk jaminan pendapatan masa tuanya. Namun sayang, tanah tersebut tanpa dilengkapi sertifikat hanya sebatas perikatan investasi saja. 

"Saya dijanjikan sama marketing kontraknya disitu 20 tahun dan bisa diperpanjang 3 kali sampai 60 tahun. (Setelah 60 tahun) nanti menjadi TKD lagi," kata Darno. Ia mengaku tertarik investasi karena merasa sudah tua, umurnya lebih dari 50 tahun. Harapannya bisa mendapatkan penghasilan dari tanah yang akan dibangun kos-kosan tersebut. Nantinya jika diusia 60 tahun dan dirinya meninggal dunia maka dianggap lunas. Rencana belum terealisasi, tanah tersebut justru bermasalah dan sedang disidik Kejati DIY. 

Posko Aduan 

Halaman
123

Berita Terkini