TRIBUNJOGJA.COM - Kebijakan pemberian tunjangan rumah bagi anggota DPR RI menuai kritik.
Para legislator disebut tidak peka terhadap penderitaan rakyat yang tengah menghadapi beban ekonomi berat, sementara mereka justru menerima fasilitas bernilai besar.
Setiap anggota DPR RI mendapat tunjangan rumah Rp 50 juta per bulan, ditambah tunjangan lain sebesar Rp 12 juta per bulan serta kenaikan gaji hingga Rp 69 juta per bulan.
Dengan demikian, total pendapatan resmi wakil rakyat tersebut bisa melampaui Rp 100 juta per bulan.
“Wajar sebagian anggota DPR RI nampak joget-joget di tengah penderitaan rakyat,” kata Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat Jogja Corruption Watch (JCW), Baharuddin Kamba.
Di sisi lain, rakyat masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar. Harga kebutuhan pokok terus melambung, sementara upah minimum relatif kecil. Situasi ini dinilai kontras dengan fasilitas besar yang diterima para legislator.
“Keputusan ini sangat tidak patut. Tunjangan rumah Rp 50 juta per bulan jelas tidak peka terhadap penderitaan rakyat yang kesulitan ekonomi,” tambahnya.
Menurut perhitungan, jika tunjangan itu tetap diberikan, negara harus mengeluarkan Rp 1,740 triliun untuk 580 anggota DPR RI selama masa jabatan lima tahun (60 bulan).
Padahal, Presiden RI Prabowo Subianto sebelumnya menekankan pentingnya efisiensi anggaran negara.
“Ini tentu sangat jauh panggang dari api. Tidak sesuai dengan kenyataan,” lanjut Baharuddin.
Sebagai bentuk protes, JCW berencana mengirimkan korek kuping (cotton bud) ke Gedung DPR sebagai simbol agar anggota dewan mau mendengar suara rakyat.
Selain itu, mereka juga akan mengirimkan penghapus sebagai simbol desakan agar anggaran tunjangan rumah dihapus.
“Para legislator tak layak mendapatkan tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan, apalagi di tengah kinerja yang tak memuaskan,” tegas Baharuddin.
Ia mencontohkan, salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang penting, yakni RUU Perampasan Aset, hingga kini belum juga disahkan. Padahal RUU tersebut dinilai krusial untuk memiskinkan koruptor sekaligus mengembalikan aset hasil korupsi ke negara.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Adies Kadir mengungkapkan, anggota DPR mendapatkan sejumlah kenaikan tunjangan.