Pertemuan manis itu kembali dimulai saat tante (adik dari ibu) Supriyanto sakit.
Hal itulah yang membuat Supriyanto pulang dari rantauannya di Jakarta ke Desa Kendalrejo, Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo.
Kebetulan kala itu, Sudiyah adalah orang yang merawat tante Supriyanto.
Sehingga, mau tak mau mereka kembali bersua setelah puluhan tahun berpisah.
Rupanya pertemuan itu membuat benih-benih asmara merekah di hati Supriyanto.
Hingga suatu hari, ia menyatakan perasaan dan menjalin hubungan selama 7 bulan dengan Sudiyah.
Supriyanto sendiri mengaku belum pernah menikah karena faktor ekonomi.
Sehingga, ketika ada gelaran nikah massal Bupati Mantu tersebut ia mengaku sangat bersyukur dan senang.
"Perasaannya iya senang. Sebelumnya sudah rembukan (berdiskusi), karena dia kan janda sementara saya belum pernah menikah, kemudian saya ajakin menikah. Alhamdulillah dia mau. Lamar dia karena bisa membimbing saya dan lebih dewasa," ucapnya.
"Harapannya ke depan, kami bisa membina keluarga bersama-sama," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Purworejo sekaligus koordinator penyelenggara acara, Wasit Diono, mengatakan, nikah massal Bupati Mantu difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Purworejo.
Pemfasilitasan itu berupa rias pengantin, busana, pendaftaran pernikahan, dokumentasi foto (album), mahar berupa seperangkat alat sholat senilai Rp300 ribu, dan uang saku (transport) sebesar Rp800 ribu per pasangan.
Bahkan, para pengantin langsung mendapatkan dokumen pencatatan sipil terbaru, semisal KTP, KK, dan Buku Nikah.
Ia mengungkapkan, gelaran Bupati Mantu bertujuan untuk memberikan fasilitas nikah gratis bagi para pasangan yang terhalang biaya atau kurang mampu.
Sekaligus mendorong para pasangan yang melakukan perkawinan secara agama (nikah siri) untuk segera mencatatkan pernikahan ke negara atau kantor urusan agama (KUA).
Baca juga: Wisma Jip, Surganya Pecinta Hardtop di Indonesia