Nan Kumar kini memiliki dua toko yakni satu toko tekstil berada di Jalan Solo, satunya lagi merupakan toko kaus oblong khas Yogyakarta.
Rencananya dua-duanya akan dijual, namum sampai sekarang belum ada pembeli yang berniat untuk memahari tokonya itu.
"Saya ada dua toko di Jalan Solo itu tekstil, sama toko kaus di Malioboro. Rencananya di Jalan Solo juga akan saya jual, tapi susah. Pembeli juga gak ada, jadi ya nunggu mukjizat Allah saja," terang dia.
Pria asal Sosromenduran, Gedongtengen, Kota Yogyakarta ini mengaku sudah 50 tahun lebih mengelola tokonya di kawasan belanja itu.
Pasang surut perkembangan ekonomi negeri sudah banyak dirasakan, namun krisis terberat selama puluhan tahun berjualan di Malioboro, diakuinya baru tahun ini ia terasa berat dan cemas tak berkesudahan.
"Dari masa-masa krisis dulu, masa sekarang ini yang krisisnya paling parah. Seumur hidup saya baru sekarang goyah sekali. Kami bingung, tiap hari cemas terus," ujarnya.
Sebenarnya toko miliknya itu ditawarkan sejak tahun lalu saat pertengahan 2020. Namun kini, Nan Kumar benar-benar tidak sanggup lagi untuk bertahan hidup dengan menggantungkan di pertokoan kawasan Jalan Malioboro.
Ia menjelaskan, hara toko sesuai pasaran di kawasan Malioboro per meternya mencapai Rp 100 juta.
Karena ia sudah putus asa, toko seluas 350 meter itu pun kini akan dijual dengan harga per meter Rp 50 juta.
Jika dikalkulasikan harga toko yang dijual yakni mencapai Rp 17,5 miliar.
"Harga saya banting Rp 50 juta per meter. Saya ada 350 meter luasnya. Pasarannya di Malioboro itu Rp 100 juta. Anehnya belum juga mendapat pembeli," terang dia.
Selama pandemi berlangsung, diakui olehnya bulan paling berat dilalui untuk bisnisnya terjadi saat awal pertama kali Covid-19 menyebar ke DIY.
Baca juga: Pemda DIY Akan Rekrut Tenaga Kesehatan untuk Dampingi Pasien Covid-19 yang Isolasi Mandiri
Kemudian dirasakan Nan Kumar mulai tumbuh ketika pertengahan 2020 hingga awal 2021.
Ia mulai kembali frustasi ketika awal Juli pemerintah menetapkan kebijakan PPKM Darurat hingga PPKM Level 4.
"Paling berat awal pertama pandemi sama saat ini. Dulu kan sempat tutup dua minggu, di pertangahan agak naik. Dan sekarang sehari hanya dapat Rp 2 hingga Rp 3 juta. Gak cucok," jelasnya.