Laporan Reporter Tribun Jogja, Kurniatul Hidayah
TEIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tegalrejo sebagai satu dari beberapa kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta bergerak untuk menyelamatkan wajah Kota Yogyakarta dari banjir sampah, imbas dari penutupan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Piyungan sejak enam hari belakangan.
Mereka akan melakukan pengelolaan sampah mandiri, mengubah sampah menjadi bata ringan dan batako.
Alat Pengolah Sampah Tanpa Pilah.
Begitu Camat Tegalrejo, Raden Ryanto Tri Noegroho menyebutkan alat yang digadang-gadang akan menorehkan sejarah baru di Kota Yogyakarta.
Baca: 8 Langkah Mudah Quick and Fresh Make Up Look dari Emina Cosmetics
Sampah yang saat ini masih jadi masalah, suatu saat akan mendatangkan berkah.
Sampah disulap menjadi bata ringan dan batako.
Ryanto menuturkan, bahwa sebenarnya seluruh bank sampah yang tersebar di empat kelurahan di wilayahnya masih aktif.
Itu bisa berkontribusi terhadap jumlah sampah residu yang harus dibuang ke TPSA Piyungan.
Namun ia menambahkan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kebanyakan sampah justru berasal dari luar wilayahnya.
"Pada delapan bulan yang lalu, sejak saya menjabat Camat, saya 'disuguhi' oleh sampah karena tepat di samping Kantor Kecamatan adalah tempat pembuangan sampah. Ketika disisir, juga di bantaran sungai banyak sekali sampah. Di situ mulai berpikir untuk cari solusi," bebernya, dalam jumpa pers di Dinas Komunikasi dan Persandian Kota Yogyakarta, Jumat (29/3/2019).
Lalu, ia bersama seluruh Lembaga Pembedayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) yang ada di Tegalrejo mulai membicarakan secara serius bagaimana pengelolaan sampah yang efektif.
Baca: Ombudsman DIY : Sampah Menjadi Permasalahan Klasik
Berangkat dari masalah tersebut ia bersama keempat LPMK di Tegalrejo memulai perjalanan ke beberapa daerah di Pulau Jawa yang telah berhasil mengolah sampah dan menjadikannya sesuatu yang bermanfaat besar.
"Kami tidak pakai anggaran perjalanan dinas. Ini pakai dana pribadi," tegasnya.
Kota besar yang mereka kunjungi yakni Semarang dan Surabaya, telah mengubah timbunan sampah menjadi energi listrik.
Namun untuk bisa menjadikan sampah sebagai energi listrik dibutuhkan jumlah yang sangat besar, sementara pihaknya berada dalam lingkup kecamatan.
Perjalanan mencari solusi yang pas bagi sampah di Tegalrejo dilanjutkan ke Malang, Cirebon, Purwokerto, dan Mojokerto.
Dari sana ia bersama LPMK memutuskan untuk memilih pengelolaan sampah yang dirasa tepat bagi wilayahnya, yakni seperti yang diterapkan Cirebon dan Mojokerto yakni membakar sampah dalam suatu alat yang kemudian menghasilkan abu untuk selanjutnya diolah menjadi bata ringan dan batako.
"Prinsipnya, dibuat tempat pengelolaan sampah tanpa pilah. Sampah dimasukkan ke dalam alat, dibakar dengan suhu 500-600 derajat celcius, dan di sisi atas ada drum air untuk menyemprot supaya uap dan gas metan dan hal yang kurang sehat lainnya bisa hilang sehingga asap yang keluar bersih," terangnya.
Baca: Wakil Wali Kota Yogya Optimis Warga Bisa Kelola Sampah Mandiri
Ia menjelaskan, bahwa sampah organik maupun nonorganik semuanya bisa masuk alat tersebut tanpa diolah.
Mulai dari nasi sisa makanan hingga popok sekali pakai akan bisa menjadi abu untuk komponen bata ringan dan batako.
"Di sana hasil pembakaran jadi abu lalu digunakan jadi pupuk di sawah, tidak ada persoalan. Sebagian diolah untuk membuat batako dan bata ringan. Ini yang mau kerjakan di Tegalrejo," tambahnya.
Saat ini, pihaknya tengah memesan dua alat pengolah sampah tanpa pilah yang masing-masing didatangkan dari Cirebon dan Mojokerto.
Satu unit alat tersebut senilai Rp 160 juta.
Sumber dana untuk membeli alat tersebut ialah dari anggaran kelurahan yang dijadwalkan awal Mei tiba di Kota Yogyakarta.
"Ada perbedaan alat yang didatangkan dari Cirebon dan Mojokerto. Kalau yang dari Cirebon menggunakan gas untuk menyulut proses pembakaran. Sementara yang dari Mojokerto hanya butuh korek yang diletakkan di sampah, terbakar, dan ditutup alatnya," terangnya.
Baca: DLH Gunungkidul Tolak Sampah Luar Daerah Akan yang Masuk ke TPST Wukirsari
Meski bisa digunakan untuk sampah campur alias tidak perlu dipilah, Ryanto mengatakan bahwa yang bisa dibawa ke alat tersebut adalah residu dari Bank Sampah.
"Jadi saya menegaskan bahwa pemilahan sampah di Tegalrejo lewat berjalan. Bank sampah tetap dihidupkan. Nantinya juga akan ada jadwal penyetoran sampah ke alat ini, yakni hanya pukul 05.00-08.00, di luar itu tidak boleh," ungkapnya.
Alat pengolah sampah tanpa pilah, lanjutnya, mampu menampung sampah 4m³ dan menghasilkan abu sebanyak 10 persen saja dari seluruh sampah yang dibakar.
Pembakaran tersebut memakan waktu 4-5 jam.
"Ini nanti masyarakat yang akan mengelola. Termasuk mengawasi, bahwa hanya sampah residu saja yang dibakar di sana," imbuhnya. (*)