Yogyakarta

Ombudsman DIY : Sampah Menjadi Permasalahan Klasik

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan memang sudah dibangun 1992, seharusnya sudah ada cukup waktu untuk melakukan evaluasi.

Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Siti Umaiyah
Lembaga Ombudsman DIY saat melakukan pernyataan pers dalam komitmennya mengawal permasalahan sampah di DIY, Kamis (28/3/2019). 

TRIBUNJOGJA.COM - Sampah merupakan problem klasik yang seolah terabaikan.

Namun ketika dibiarkan akan meledak dan menjadi permasalahan yang berimbas pada semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, maupun dunia kerja.

Fajar Wahyu Kurniawan, Komisioner Lembaga Ombudsman DIY menerangkan jika ada dua mekanisme yang harus dilakukan untuk penanganan sampah.

Pertama di level produsen, yakni semua yang menghasilkan sampah harus mulai mengurangi penggunaan sampah.

Kedua, ketika sampah ini sudah jadi, maka harus ditangani.

Dimana masyarakat yang ingin membuang harus sudah menangani dengan cara memilahnya sebelum dibawa ke TPS.

"Di level produsen, semua yang menghasilkan sampah bagaimana cara mengurangi. Kedua, kalau sampah sudah jadi, maka harus dipilah sebelum diangkut ke Depo maupun ke TPS. Kalau permasalahan sampah saat ini, memang dari kajian 60-65% sampah yang dibuang di TPS merupakan sampah organik yang artinya bisa diolah," terangnya, Kamis (28/3/2019).

Fajar menjelaskan jika untuk Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan memang sudah dibangun 1992, seharusnya sudah ada cukup waktu untuk melakukan evaluasi.

Dia juga menjelaskan, jika dari sisi regulator sebenarnya sudah cukup komplit peraturan yang mengatur tentang sampah, dari mulai level nasional sampai kabupaten.

Namun dalam perkembangan sampah tidak hanya butuh struktural, yang lebih penting adalah pendekatan secara kultural.

Baca: WALHI Soroti Standarisasi Angkutan Sampah

"Bagaimana sampah menjadi perhatian semua lapisan masyarakat, termasuk kita selaku produsen sampah. TPST Piyungan sudah dibangun 1992, artinya sudah cukup waktu untuk evaluasi. Beberapa informasi, diprediksi overload 2020. Itu bukan lagi darurat, tapi penting dan genting, untuk segera ditangani," ungkapnya.

Fajar mengatakan, berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh Muchamad Syamsiro, Wakil Rektor 1 Universitas Janabadra, Yogyakarta ada beberapa solusi untuk mengatasi sampah ini, yakni pertama mengolah sampah menjadi energi, yakni dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLSa).

PLSa ini dianggap paling rekomended.

Kedua, dengan mengolah sampah menggunakan mesin hidrotermal, yakni sampah dimasukkan pada reaktor dengan suhu bertekanan tinggi sehingga akan menjadi hancur yang kemudian cairannya bisa dijadikan pupuk, dan sisa sampah bisa untuk bahan bakar

Ketiga, melakukan pembriketan sampah dan biomasa yang berasal dari limbah hewan atau tumbuhan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved