Sejarah Jawa Kuna

Lingga Bertulis Ini Usianya 11 Abad, Puluhan Tahun Sang Pemilik Tak Tahu Nilai Sejarahnya

Penulis: Setya Krisna Sumargo
Editor: Hari Susmayanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Batu berbentuk lingga semu (pseudolingga) di rumah Supriyono, warga Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten ini berasal dari tahun 769 Saka (847 Masehi) atau masa Mataram Kuno pemerintahan Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu. Isinya tentang penetapan sima oleh Samgat Andehan.

Pembacaan secara lengkap dan akurat isi prasasti batu lingga semu ini masih berlangsung dan terus disempurnakan. Goenawan Sambodo menambahkan, nama seorang tokoh juga tertulis di inskripsi ini.

"Ada nama Samgat Andehan. Sayang, tidak disebut nama tempat, desa, atau lokasinya," katanya. Batu prasasti ini menurutnya semacam patok penanda tanah perdikan yang ditetapkan oleh Samgat Andehan itu.

"Intinya, Samgat Pu Andehan itu manusuk sima, atau menetapkan tanah sima (perdikan)," lanjut Goenawan.

Tidak dicantumkannya nama tempat penetapan sima itu menurutnya cukup lazim. Namun, biasanya akan ada penanda lain yang lebih lengkap.

"Di Blabak, Magelang, saya pernah menemukan lingga bertulis yang serupa. Disebut ada penetapan sima, tapi nama tempatnya tidak disebutkan," jelasnya.

Baca: Pemasangan Batu Kemuncak Tandai Rampungnya Pemugaran Candi Kedulan

Beruntung, menurut Goenawan, ditemukan lingga bertulis lain yang setelah diteliti berkaitan dengan temuan sebelumnya. Lingga bertulis itu menyebutkan nama tempat.

"Nah, mestinya yang di Kauman, Kebonarum ini ada temannya, ada lingga bertulis lain, entah di mana lokasinya," ujar Mbah Goen, sapaan akrab alumni Arkeologi UGM ini.

Dr Riboet Darmosoetopo membaca tulisan Jawa Kuna dalam lingga prasasti dari Ngrundul, Kebonarum, Klaten. Epigraf senior ini juga ahli tentang sima dan bangunan ibadah masa kuna. (Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo)

Lingga bertulis di rumah Supriyono itu berukuran tinggi 82 cm, lingkar bulatan atau silinder (siwabhaga) 90 cm, kaki berbentu kotak (brahmabhaga) 28 cm, dan silinder yang ada tulisannya tingginya 38 cm.

Tulisan di batu silinder itu ada empat baris, menggunakan aksara Jawa Kuna (Kawi) standar. Bacaan awalnya berbunyi, "swasti saka warsatita 769 ___pa, cu___tithi pratipada krsnapaksa tatkala samgat andehan manusuk sima".

Dari kalimat itu lebih kurang artinya, "pada tahun 769 Saka, tanggal 1 bulan paro gelap, saat samgat (sang pamegat) andehan menetapkan (tanah) sima."

Batu bertulis itu bisa ditafsirkan sebagai penanda (batas) tanah sima. Untuk siapa dan lokasi di mana penetapan tanah sima itu, serta untuk apa, masih misterius.

Baca: Misteri Candi-candi yang Saling Membelakangi, Mungkinkah Ini Petunjuk Ibukota Mataram Kuno?

Riboet Darmosoetopo menduga ada batu lingga bertulis lain pasangan lingga di Kebonarum, sebagai penanda yang diletakkan entah di mana.

Ia merujuk sejarah lingga bertulis temuan di seputaran Demangan dan Papringan, Nanggulan serta Prambanan yang kemudian terkenal sebagai Prasasti Salimar.

Ada enam lingga bertulis (Salimar) yang sudah ditemukan, dan jelas sekali dari isinya yang didalami Riboet Darmosoetopo, merupakan patok batas hutan yang jadi tanah sima.

Dalam khasanah penetapan sima dan penggunaan lingga bertulis sebagai penanda, ada istilah "srandu". "Itu artinya garis yang saling menyerang (bersilangan)," jelas Riboet.

Halaman
123

Berita Terkini