Penghapusan Beras Premium dan Medium, Ini Dampak Negatif dan Positifnya Menurut Guru Besar UGM
Menurut Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Prof. Subejo, S.P., M.Sc., Ph.D., kebijakan tersebut memiliki sisi positif dan negatif.
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Yoseph Hary W
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah tengah mematangkan rencana penghapusan kelas mutu beras premium dan medium. Nantinya pemerintah akan membagi beras dalam dua jenis, yaitu beras umum dan khusus.
Menurut Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Prof. Subejo, S.P., M.Sc., Ph.D., kebijakan tersebut memiliki sisi positif dan negatif.
Sisi positifnya, pengawasan pasti akan lebih mudah karena hanya ada satu jenis saja.
Ada kemungkinan harga lebih murah. Namun tidak bisa dipastikan, sebab faktor pembentukan harga juga tergantung pada jumlah beras yang dilepas ke pasar.
"Kalau barang yang di pasar sedikit, pasti harganya naik. Jadi kalau pun standarnya satu, tapi barangnya nggak ada di pasar, di gudang-gudang nggak dilepas, kan harga naik. Tetapi kalau pemerintah bisa mendorong industri beras secara terus-menerus melepas barang ke pasar, mungkin bisa lebih murah," katanya, Rabu (30/07/2025).
Namun sisi negatifnya, konsumen menjadi tidak punya pilihan. Masyarakat kelompok atas biasanya memilih beras yang lebih bagus, dengan harga lebih mahal. Sementara kelas menengah ke bawah cenderung memilih beras medium.
"Sekarang kan nggak ada pilihan, mungkin ini bisa jadi persoalan. Samanya belum tentu sesuai keinginan konsumen menengah atas ya. Karena nggak mungkin kualitasnya (beras) tinggi sekali. Bagi sebagian masyarakat, dengan tidak adanya premium bisa menjadi bermasalah," sambungnya.
Selain itu, penghapusan kelas mutu beras juga berdampak pada industri. Pasalnya industri juga harus menyesuaikan, termasuk investasinya juga perlu mengikuti ketentuan terbaru.
"Perlu dikaji dulu itu (penghapusan kelas mutu beras). Kalau tergesa-gesa, yang idealnya membuat harga bagus, tapi malah tidak sesuai tujuan," lanjutnya.
Namun, jika kelas mutu beras masih dipertahankan, maka harus ada pengawasan ketat. Pasalnya ada potensi kecurangan yang terjadi, salah satunya dengan pengoplosan. Pemerintah juga mestinya memberikan sanksi yang tegas, termasuk pencabutan izin usaha.
Ia menilai kecurangan yang terjadi sangat merugikan konsumen, tidak hanya kelas atas namun juga menengah bawah.
"Bahan baku murah dioplos, dijual lebih mahal, kan yang untung industri processing-nya. Kalau dipertahankan, konsekuensinya pengawasan sangat ketat dan mendorong industri dengan sistem sanksi, izin dicabut. Karena yang dirugikan konsumen. Di sisi lain, yang mestinya di beras biasa, tapi karena diambil oleh pengoplos, kan barangnya jadi kurang, harganya naik. Yang dirugikan kelas atas dan bawah," pungkasnya. (maw)
Kapan Hasil Tes DNA Anak Lisa Mariana dan Ridwan Kamil Keluar? |
![]() |
---|
BEI Yogyakarta Optimistis IHSG Stabil di Atas Level 8.000 |
![]() |
---|
Gunungkidul Butuh 28 Ribu Lampu Jalan, Dishub: Baru Terpasang 2.760 Titik |
![]() |
---|
Revisi UU Hak Cipta Diharapkan Dapat Memberi Kepastian Hukum bagi Semua Pihak |
![]() |
---|
Bupati Klaten dan Wakilnya Perkenalkan Kanal Aduan Lapor Mas Bup |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.