Mendekatkan Asuh dan Asih, 15 Pesantren DIY Deklarasikan Diri Ramah Anak

Deklarasi ini menjadi bagian dari upaya kolektif untuk memastikan lingkungan pendidikan berbasis agama

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Istimewa
KOMITMEN: Deklarasi Pesantren Ramah Anak di Aula Kanwil Kemenag DIY, Selasa (22/7/2025). Deklarasi ini menjadi langkah awal penguatan komitmen 15 pesantren di DIY dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, bebas kekerasan, dan mendukung tumbuh kembang anak. 

TRIBUNJOGJA.COM - Di tengah derasnya perhatian publik terhadap kasus kekerasan di lingkungan pendidikan, pesantren—lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia—mengambil langkah maju.

Sebanyak 15 pesantren di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) resmi mendeklarasikan diri sebagai pesantren ramah anak dalam sebuah acara di Aula Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) DIY, Selasa (22/7/2025).

Deklarasi ini menjadi bagian dari upaya kolektif untuk memastikan lingkungan pendidikan berbasis agama dapat tumbuh selaras dengan prinsip-prinsip perlindungan anak.

Kepala Kanwil Kemenag DIY, Ahmad Bahiej, menegaskan bahwa pesantren sesungguhnya adalah ruang pengasuhan yang telah teruji selama berabad-abad.

“Pesantren adalah lembaga pendidikan asli Indonesia dan telah ada sejak beberapa abad lalu. Saya yakin pengajaran yang dilakukan jauh dari unsur kekerasan,” ujar Bahiej. Ia mencontohkan Pondok Pesantren Alkahfi Somalangu di Kebumen, yang disebutnya sebagai salah satu pondok pesantren tertua di Asia Tenggara yang masih eksis hingga kini.

Namun, Bahiej tidak menutup mata terhadap kenyataan bahwa kekerasan masih bisa terjadi di sejumlah satuan pendidikan, termasuk pesantren. Ia mengibaratkan pesantren sebagai kain putih. “Kalau ada noktah kecil maka akan dilihat banyak pihak dan hal itu bisa mencoreng pesantren,” tuturnya.

Dalam konteks itu, Bahiej menyebut pentingnya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan. “PMA ini tidak hanya berlaku untuk pesantren tetapi juga seluruh lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama,” tegasnya.

Ia berharap deklarasi ini bukan sekadar simbolik, melainkan bisa menjadi pemantik bagi seluruh pesantren di DIY untuk mengembangkan standar ramah anak dalam sistem pengajaran dan pengasuhan mereka.

Senada dengan Bahiej, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY, Erlina Hidayati Sumardi, menggarisbawahi bahwa perlindungan anak telah menjadi mandat konstitusional.

“Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dan melahirkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,” ucap Erlina. Ia juga merujuk pada Peraturan Daerah DIY Nomor 2 Tahun 2018 yang secara khusus mengatur tentang penyelenggaraan pelindungan anak.

Menurut Erlina, penanganan kasus kekerasan pada anak tak cukup hanya dengan menindak pelaku. Perhatian pada pemulihan korban juga tak kalah penting. “Korban kekerasan yang tidak mendapatkan trauma healing cenderung akan menjadi pelaku di kemudian hari,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa kasus kekerasan terhadap anak bukanlah delik aduan. “Siapapun yang melihat kekerasan kepada anak dapat melaporkan kepada pihak yang berwenang. Anak korban kekerasan tidak boleh dimediasi,” tambahnya.

Sebagai bentuk dukungan nyata, DP3AP2 DIY menyediakan layanan pendampingan dan konsultasi melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), baik secara luring maupun daring, serta Telepon Sahabat Anak dan Keluarga (Tesaga) yang bisa diakses 24 jam dengan konsultan profesional.

Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Islam Kemenag DIY, Aidi Johansyah, menyampaikan bahwa terdapat 15 pesantren yang menjadi proyek percontohan dalam program ini. Mereka adalah Pesantren Assalafiyah Mlangi, Harun Asy Syafi’i Putra, Darul Qur’an Wal Irsyad, Sulaimaniyah Salami, Ali Maksum, Hamalatul Qur’an, Al Munawwir, Al Azhar, Modern As Salam, Nurul Ummah, Al Hakim, Al Miftah, Al Hidayah, Sunan Pandanaran, dan Al Mubarok.

Langkah ini menandai komitmen bersama dalam menciptakan ruang belajar yang aman, nyaman, dan mendidik bagi generasi penerus. Pesantren tak hanya menjadi pusat tafaqquh fiddin—pendalaman agama—tetapi juga tempat tumbuhnya pribadi yang terlindungi dan berdaya.

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved