Pakar UGM Jelaskan Mitigasi Risiko atas Insiden Rinjani: Kaldera Curam, Tebing Tajam
Ketua Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada menilai bahwa Gunung Rinjani memiliki karakter topografi yang tidak bisa dianggap remeh.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pariwisata alam berbasis petualangan terus mengalami peningkatan popularitas dalam beberapa dekade terakhir.
Gunung sebagai lanskap yang menjanjikan keindahan sekaligus tantangan, kini menjadi destinasi favorit para wisatawan lokal hingga mancanegara.
Namun, lonjakan kunjungan tidak selalu diimbangi dengan kesiapan sistem keselamatan. Dalam dua bulan terakhir, Gunung Rinjani sebagai salah satu destinasi pendakian paling populer di Indonesia mengalami dua insiden yang menyita perhatian global.
Seorang wisatawan asal Brasil meninggal dunia pada akhir Juni silam, sementara Rabu (16/7/2025) seorang warga negara Swiss terjatuh di jalur pendakian dan mengalami patah tulang di beberapa bagian tubuh.
Peristiwa ini menegaskan kembali pentingnya mitigasi risiko dalam pengelolaan wisata alam.
Prof. Dr. M. Baiquni, M.A., Guru Besar Fakultas Geografi sekaligus Ketua Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada menilai bahwa Gunung Rinjani memiliki karakter topografi yang tidak bisa dianggap remeh.
Berdasarkan pengalaman pribadinya mendaki Rinjani tahun 1983, ia menjelaskan bahwa medan yang terbentuk dari aktivitas vulkanik menghasilkan tebing curam, kaldera tajam, dan paparan gas sulfur yang beresiko tinggi bagi pendaki pemula.
“Gunung Rinjani terbentuk dari intrusi magma yang mengangkat Pulau Lombok. Kaldera yang curam, tebing-tebing tajam, serta keberadaan danau Segara Anak membuatnya berbeda dari pegunungan non-vulkanik seperti Alpen atau Andes,” ungkapnya, Kamis (17/7/2025).
Bagi Baiquni, risiko pendakian bukan semata berasal dari kondisi fisik gunung, tetapi juga ketidaksiapan psikologis dan kurangnya edukasi bagi wisatawan.
Banyak pendaki yang menganggap medan Rinjani sama dengan gunung-gunung populer lainnya, padahal medan vulkanik memiliki potensi bahaya berbeda.
Tanpa pemahaman yang cukup, reaksi tubuh terhadap lingkungan ekstrem dapat menyebabkan keputusan yang keliru dan membahayakan.
“Wisatawan yang belum terbiasa dengan karakter gunung vulkanik bisa linglung bahkan halusinasi ketika terpapar sulfur atau saat berada di ketinggian dengan oksigen tipis,” tambahnya.
Pendakian menurut Baiquni bukan hanya soal kekuatan fisik melainkan kemampuan mengelola ego dan emosi.
Ia juga menyoroti pentingnya pembinaan mental dan kesadaran diri karena pendakian bukan soal menaklukkan alam tetapi lebih kepada mengelola hasrat dan batas. Dalam konteks ini, pendakian menjadi ruang kontemplatif yang menantang pelakunya untuk mengenali dirinya sendiri.
5 Zodiak Candu Hoki Hari Ini Kamis 27 Agustus 2025, Taurus Sagitarius Rebut Posisi Teratas |
![]() |
---|
6 Shio Penebar Hoki Hari Ini Kamis 27 Agustus 2025, Shio Kerbau Shio Macan Hidup Bak Aliran Sungai |
![]() |
---|
7 Arti Mimpi Batal Ujian karena Perubahan Jadwal Menurut Primbon Jawa, Pertanda Apa? |
![]() |
---|
Staf Pengajar Universitas di Yogyakarta Asal Magelang Edarkan Sekretom Ilegal |
![]() |
---|
10 Arti Mimpi Kehujanan Tai atau Kotoran Burung, dari Rezeki Nomplok sampai Pertanda Cinta Datang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.