Target PAD Kota Yogya Turun Rp64 Miliar, Legislatif Desak Inovasi dari Eksekutif

DPRD Kota Yogyakarta mendesak Pemkot Yogyakarta melakukan rangkaian inovasi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
PAD TURUN - Pimpinan DPRD Kota Yogyakarta, saat menghadiri jumpa media terkait potensi penurunan PAD, Kamis (17/7/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kalangan legislatif mendesak Pemkot Yogyakarta melakukan rangkaian inovasi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Bukan tanpa alasan, efisiensi anggaran yang diperkirakan masih terjadi hingga 2026, membuat pemerintah daerah tidak bisa menggantungkan diri pada dana transfer pusat.

Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Wisnu Sabdono Putro, menyampaikan fenomena tersebut sontak menuntut kemandirian daerah dalam upaya pembangunan.

Ia pun menyoroti postur anggaran perubahan yang disampaikan oleh eksekutif, di mana terjadi penurunan taget PAD dari semula Rp1 triliun menjadi Rp936 miliar. 

Penurunan paling tinggi terjadi pada sektor retribusi daerah dari Rp80,9 miliar menjadi Rp73,24 miliar, kemudian sektor pajak daerah dari Rp719,7 miliar menjadi Rp 656,9 miliar. 

Meskipun, di sisi lain, sektor hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan sektor lain-lain pendapatan yang sah terjadi peningkatan. 

"Harapan kami, tentu PAD ini bisa kembali seperti semula, yakni Rp1 triliun. Kemandirian dalam menggali potensi pendapatan daerah menjadi kunci," tandasnya, Kamis (17/7/2025).

Wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Sinarbiyat Nujanat, menambahkan eksekutif seharusnya mulai melirik potensi-potensi yang bisa dimanfaatkan untuk mengatrol PAD.

Dengan begitu, target pembangunan daerah yang dicanangkan Pemkot Yogyakarta bisa berjalan sesuai rencana tanpa terbebani kemungkinan efisiensi. 

"Makanya, iklim investasi harus dijaga betul. Semakin banyak investasi yang tumbuh di kota ini, ekonomi  daerah bisa semakin stabil," tegasnya.

"Tapi, yang terjadi, dalam postur APBD perubahan, pajak hotel dan restoran malah turun. Padahal, dua itu menjadi sektor PAD andalan," urai Sinar.

Baca juga: Data Jumlah Penduduk Terbaru di Provinsi DIY Tahun 2025, Paling Banyak Gen Z dan Millennial

Di samping itu, beberapa sektor belanja daerah layaknya untuk upaya pengelolaan sampah, masih bisa ditekan dengan melibatkan peran swasta.

Menurutnya, skema tersebut cenderung lebih masuk akal dan menguntungkan dibanding menggelontorkan APBD Kota Yogyakarta secara penuh.

"Ada peluang investasi di sana. Lagipula, Pemkot menyadari juga, untuk meng-cover 100 persen limbah dengan pengadaan tambahan mesin-mesin insinerator itu tidak akan sanggup," cetusnya.

Kendati demikian, ia optimis, komunikasi yang baik antara eksekutif dan legislatif di era kepemimpinan Hasto Wardoyo-Wawan Harmawan memberikan secercah harapan..

Banyaknya forum yang difasilitasi Wali Kota pun membuka ruang diskusi untuk menyampaikan ragam masukan dan kritik terkait penyelenggaraan pemerintah daerah. 

"Itu menjadi ruang yang positif, komunikatif, akomodatif, dan aspiratif. Karena selama ini belum tentu pimpinan dewan atau fraksi memiliki kesempatan yang sama," terangnya.

Wakil Ketua II DPRD Kota Yogyakarta, Triyono Hari Kuncoro, menyatakan eksekutif tidak boleh menggantungkan diri pada dana transfer dari pemerintah pusat.

Pasalnya, ketika efisiensi anggaran kembali ditetapkan pada 2026 nanti, Pemkot Yogyakarta bakal kelabakan menghadapi beragam dinamikanya.

"Di perubahan banyak yang kita soroti adalah tentang pendapatan. Kita tidak bisa selalu mengandalkan transfer pusat, karena efisiensi bisa jadi sampai 2026," cetusnya.

Ia menyebut, salah satu kerepotan paling utama adalah untuk menutup anggaran belanja pegawai yang cenderung tinggi dan mencakup hal-hal bersifat rutin.

Dalam berbagai kesempatan, pihaknya pun menyampaikan, maksimalisasi pendapatan menjadi sesuatu yang penting, agar Pemkot Yogyakarta memilki skenario untuk meningkatkan PAD.

"Kita beberapa kali minta kajian tentang potensi pendapatan. Misalnya, siapa wajib pajak yang rendet, supaya bisa dikejar. Sehingga, ketika ada guncangan hubungan keuangan pusat-daerah, pengaruhnya tidak terlalu besar," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved