PHK Melanda DIY, Sutarno Warga Pakem Sleman Gunakan Uang Pesangon untuk Modal Tanam Cabe

“Saya syok, deleg-deleg. Teman-teman terus membantu memadamkan api. Ada juga yang menangis,” ungkap Sutarno.

|
Penulis: Tribun Jogja | Editor: ribut raharjo
Tribun Jogja/Hendy Kurniawan
KEBAKARAN - Para petugas berjuang untuk memadamkan api di Pabrik Garment PT Mataram Tunggal Garmen, Balong Donoharjo Ngaglik, Sleman, yang terbakar Rabu (21/5/2025). Perusahaan pun lumpuh hingga terpaksa memutus hubungan kerja karyawan. 

Bukan tanpa alasan dia memilih jalur pertanian dengan menanam cabe. Dia punya pengalaman tetangga kanan dan kiri adalah petani cabe.

“Mereka dari dulu jadi petani cabe dan ternyata bisa sukses. Makanya saya akan fokus ke pertanian,” akunya.

Sutarno adalah satu dari ribuan karyawan yang ter-PHK di DIY. Badai PHK sedang melanda DIY di sepanjang semester I tahun 2025. 

Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, R Darmawan, dalam keterangan pers pada Senin (14/7/2025) menjelaskan, dalam kurun waktu enam bulan, sedikitnya 2.495 buruh resmi kehilangan pekerjaan, mayoritas dari sektor industri garmen dan jasa.

“Kalau angka PHK memang ada peningkatan, karena ada kejadian bencana kebakaran (pabrik garmen) di Sleman. Jadi ketambahan itu,” ungkapnya.

Praktis, kebakaran tersebut membuat jumlah PHK di Kabupaten Sleman melonjak. 

Pada periode Januari hingga Juni 2025, jumlah PHK di Sleman mencapai 1.940,dan menempatkan posisi Sleman sebagai kabupaten dengan angka PHK tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta . 

Tidak hanya Sleman, PHK terjadi di semua kabupaten/kota di  Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Tercatat ada 360 PHK di Kabupaten Bantul, 123 PHK di Kota Yogyakarta, 32 PHK di Kulon Progo, dan 29 di Gunungkidul. 

Kasus-kasus tersebut ditangani oleh kabupaten/kota masing-masing. Sedangkan 11 PHK lainnya ditangani oleh Disnakertrans Daerah Istimewa Yogyakarta. 

“Sektornya garmen, karena kasus kebakaran kemarin dan karena ekspornya mengalami penurunan tajam, sehingga menyebabkan (perusahaan) tidak mampu bayar (gaji karyawan),” ujarnya. 

Kepala Disnakertrans DIY, Aria Nugrahadi mengungkapkan pemutusan hubungan kerja pasti tidak diinginkan, baik itu perusahaan maupun pekerja. 

Menurut dia, PHK merupakan opsi terakhir dari hubungan kerja. 

Namun ketika PHK terpaksa dilakukan, maka tentu norma kesesuaian peraturan wajib dipatuhi, seperti pesangon, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Jaminan Hari Tua (JHT), dan sebagainya. 

“Salah satu program JKP itu salah satunya agar yang mengalami PHK ini dapat memperoleh peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan lain sebagainya."

"Pelatihan ini yang nanti bekerja sama dengan balai latihan kerja. Tapi program seluruhnya dari pusat (pemerintah pusat),” ungkapnya. (maw/tim)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved