PHK Melanda DIY, Sutarno Warga Pakem Sleman Gunakan Uang Pesangon untuk Modal Tanam Cabe
“Saya syok, deleg-deleg. Teman-teman terus membantu memadamkan api. Ada juga yang menangis,” ungkap Sutarno.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: ribut raharjo
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Jarum jam menunjukkan pukul delapan malam, saatnya Sutarno pulang ke rumah.
Pulang malam menjadi hal biasa bagi Sutarno yang sudah 29 tahun bekerja di pabrik garmen PT Mataram Tunggal Garment di Dusun Balong, Desa Donoharjo, Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Untuk sampai rumah di Kampung Sambirejo, Desa Pakembinangun, Kapanewon Pakem, tidak membutuhkan waktu lama. Masih dalam satu kecamatan yakni, Pakem.
Begitu sampai rumah, Sutarno melakukan bersih-bersih diri lalu bersandar di kursi menikmati tayangan televisi hingga tertidur.
Sekitar pukul 23.00 WIB, dia bangun dan melanjutkan tidurnya di kamar, hingga bangun pada Subuh.
Di saat Subuh itulah, anaknya meminta Sutarno membuka WhatsApp Grup yang berisi teman seperjuangan di pabrik garmen. Dan betapa kagetnya, dia mendapati informasi, tempat dia bekerja pada Rabu (21/5/2025) terbakar.
Dia pun bergegas ke pabrik. Di sana dia melihat api sudah menghanguskan berbagai barang yang ada di pabrik.
“Saya syok, deleg-deleg. Teman-teman terus membantu memadamkan api. Ada juga yang menangis,” ungkap Sutarno saat ditemui TribunJogja.com, Rabu (17/7/2025).

“Perusahaan pun lumpuh tidak bisa berproduksi lagi. Bahkan mesin yang baru mau di-setting pun ikut terbakar. Banyak kerugian,” tambahnya.
Menurut Sutarno yang bekerja di bagian finishing packing itu, pabriknya mempekerjakan 1.800 orang dengan 800 di antaranya adalah karyawan tetap. Sementara lainnya, masih berstatus kontrak.
Karena perusahaan tak bisa beroperasi lagi, dalam perjalanan negosiasi dengan karyawan akhirnya diputuskan penonaktifan namun tetap ada gaji.
Namun dalam perjalanannya akhirnya karyawan kontrak harus merelakan kontraknya, sementara separo dari karyawan tetap menjalani pemutusan hubungan kerja atau pensiun dini.
“Bersyukur hak-hak karyawan diberikan. Bahkan atas bantuan Pemkab Sleman, disalurkan ke perusahaan yang bisa menampungnya. Saya sendiri memilih pensiun dini saja,” jelas ayah dua anak ini.
Sebenarnya ada tawaran bekerja di tempat lain. Namun Sutarno memutuskan untuk menggunakan uang pesangonnya membenahi rumah dan modal usaha menanam cabe rawit.
“Saya akan fokus ke pertanian. Lahan tinggalan keluarga saya siapkan untuk menanam cabe. Sekarang menunggu bibit cabe-nya tinggi, baru kemudian ditanam,” katanya.
Bukan tanpa alasan dia memilih jalur pertanian dengan menanam cabe. Dia punya pengalaman tetangga kanan dan kiri adalah petani cabe.
“Mereka dari dulu jadi petani cabe dan ternyata bisa sukses. Makanya saya akan fokus ke pertanian,” akunya.
Sutarno adalah satu dari ribuan karyawan yang ter-PHK di DIY. Badai PHK sedang melanda DIY di sepanjang semester I tahun 2025.
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, R Darmawan, dalam keterangan pers pada Senin (14/7/2025) menjelaskan, dalam kurun waktu enam bulan, sedikitnya 2.495 buruh resmi kehilangan pekerjaan, mayoritas dari sektor industri garmen dan jasa.
“Kalau angka PHK memang ada peningkatan, karena ada kejadian bencana kebakaran (pabrik garmen) di Sleman. Jadi ketambahan itu,” ungkapnya.
Praktis, kebakaran tersebut membuat jumlah PHK di Kabupaten Sleman melonjak.
Pada periode Januari hingga Juni 2025, jumlah PHK di Sleman mencapai 1.940,dan menempatkan posisi Sleman sebagai kabupaten dengan angka PHK tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta .
Tidak hanya Sleman, PHK terjadi di semua kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tercatat ada 360 PHK di Kabupaten Bantul, 123 PHK di Kota Yogyakarta, 32 PHK di Kulon Progo, dan 29 di Gunungkidul.
Kasus-kasus tersebut ditangani oleh kabupaten/kota masing-masing. Sedangkan 11 PHK lainnya ditangani oleh Disnakertrans Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Sektornya garmen, karena kasus kebakaran kemarin dan karena ekspornya mengalami penurunan tajam, sehingga menyebabkan (perusahaan) tidak mampu bayar (gaji karyawan),” ujarnya.
Kepala Disnakertrans DIY, Aria Nugrahadi mengungkapkan pemutusan hubungan kerja pasti tidak diinginkan, baik itu perusahaan maupun pekerja.
Menurut dia, PHK merupakan opsi terakhir dari hubungan kerja.
Namun ketika PHK terpaksa dilakukan, maka tentu norma kesesuaian peraturan wajib dipatuhi, seperti pesangon, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Jaminan Hari Tua (JHT), dan sebagainya.
“Salah satu program JKP itu salah satunya agar yang mengalami PHK ini dapat memperoleh peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan lain sebagainya."
"Pelatihan ini yang nanti bekerja sama dengan balai latihan kerja. Tapi program seluruhnya dari pusat (pemerintah pusat),” ungkapnya. (maw/tim)
PHK Massal
PT Mataram Tunggal Garment (MTG
pabrik garmen
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Kabupaten Sleman
Indosat Gandeng Erafone dan Oppo Hadirkan Festival Belanja di Jateng dan DIY |
![]() |
---|
DIY Masuk Prioritas Pembangunan Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik, Eksekusi Tunggu Pusat |
![]() |
---|
DIY Raih Tiga Kategori Penghargaan di Smart Province 2024, Kolaborasi Pemerintah–Swasta Ditekankan |
![]() |
---|
Daerah Istimewa Yogyakarta Ranking 1 Angka Harapan Hidup Tertinggi di Indonesia |
![]() |
---|
Pemeliharaan Rutin Selokan Mataram dan Van Der Wijck Diusulkan Jadi Agenda Tahunan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.