Berawal dari Iseng, Warguno Sukses Bawa Blangkon Mataraman Go International
pemuda 34 tahun tersebut sukses memboyong blangkon corak mataraman karyanya hingga ke berbagai belahan dunia.
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Perkembangan dunia fashion yang dewasa ini semakin masif, rupanya tidak membuat eksistensi blangkon begitu saja tergerus.
Bisnis penutup kepala tradisional Jawa itu pun masih bertumbuh pesat di Yogyakarta, yang dikenal sebagai daerah dengan nuansa budaya nan kental.
Di antara deretan perajin blangkon di Yogyakarta, sosok Warguno, pemilik galeri WGO Sinjang Jawi, di kawasan Kotagede, layak dikedepankan.
Bagaimana tidak, pemuda 34 tahun tersebut sukses memboyong blangkon corak mataraman karyanya hingga ke berbagai belahan dunia.
Salah satunya adalah, saat ia menerima pesanan sebanyak 20-an blangkon premium untuk dikirimkan menuju Abu Dabhi, Uni Emirat Arab (UEA).
Namun, siapa sangka, bisnis blangkon yang mendunia itu hanya bermula dari keisengan untuk menjawab tantangan dari seorang pelanggannya.
Saat Tribun Jogja berkunjung ke galeri WGO Sinjang Jawi, di Jalan Ki Pemanahan No 111, Purbayan, Kotagede, Kota Yogyakarta, Selasa (15/7/25) sore, Warguno pun mengisahkan perjalanan panjangnya.
Menurutnya, sebelum fokus ke dunia blangkon, ia mengawali usahanya dengan menjajakan ragam kain batik tulis untuk jarik dan sebagainya.
"Mulai dari tahun 2015, saya mulai merintis WGO. Tapi, awalnya, saya belum ke blangkon, bermula dari jarik atau sinjang, kain lembaran," katanya.
Kemudian, pada kisaran 2018, ada seorang customer yang mengajukan permintaan supaya kain lembaran tersebut sekaligus dibuat menjadi blangkon.
Seakan tidak mau melewatkan peluang, meski harus merogoh kocek dan tidak memikirkan keuntungan, Warguno bersedia mengupayakannya.
Baca juga: Hati Nurani Suyono Terketuk Saat Dengar Dua Warganya Disekap dan Dirantai di Boyolali
"Terus terang, waktu itu belum mikir untung dan income. Saya hanya tertantang untuk membuatkan blangkon. Tapi, ternyata hasilnya memuaskan, dan pelanggan suka," tandasnya.
Sejak saat itu, laki-laki berlatarbelakang seniman karawitan tersebut mulai mengembangkan blangkon-blangkon mataraman dengan beragam motif.
Seiring berjalannya waktu, blangkon karyanya pun semakin dikenal luas, hingga dipercaya oleh sejumlah pesohor seni dan budaya di tanah air.
"Salah satunya dalang almarhum Ki Seno Nugroho, beliau blangkonnya dari WGO Senjang Jawi. Lalu, ada juga Cak Precil (Guyon Maton) dari Jawa Timur," ungkapnya.
Kini, WGO Sinjang Jawi mempekerjakan sebanyak delapan orang untuk mengakomodir pesanan blangkon yang dipasarkan via media sosial dan e-commerce.
Terdapat beberapa jenis blangkon yang diproduksi, mulai dari kualitas reguler seharga Rp35 ribu - Rp75 ribu, sampai blangkon dengan model dan motif by request seharga Rp175 ribu.
Kemudian, di atasnya ada blangkon jenis premium seharga Rp235 ribu yang rata-rata dipesan oleh para seniman dalang, wiyaga, campursari, dagelan, hingga abdi dalem Kraton Ngayogyakarya.
Tidak berhenti sampai di situ, ia juga memproduksi blangkon kualitas sultan, dengan bahan batik tulis dan jumputan halus yang dibanderol tinggi, antara Rp350 ribu, hingga Rp500 ribu.
"Kalau blangkon yang kain jumputan halus itu kan dulu hanya dipakai sama trah dalem (keluarga kraton). Tapi, sekarang masyarakat sudah bisa memakai juga," terang lulusan ISI Yogyakarta itu.
Fenomena tersebut, sedikit banyak membuat blangkon semakin familiar di tengah warga masyarakat, serta wisatawan yang bertamasya di Yogyakarta.
Tidak hanya untuk kebutuhan sandangan semata, blangkon pun semakin jamak digunakan dalam berbagai kegiatan, termasuk proses peribadatan.
"Sekarang kita libat sudah umum, orang memakai blangkon adalah hal biasa. Misal untuk umat muslim, bisa dipakai untuk salat atau Jumatan, itu sudah banyak sekarang," katanya. (aka)
Dari Restoran ke Akuaskap, Kisah Lozaz Andrean Bangun Lembah Aquatic |
![]() |
---|
Kisah Penjual Buku Bekas di Yogyakarta yang Tetap Bertahan Meski Tergilas Zaman Digital |
![]() |
---|
Kisah Zaira Bertels, Bangun Usaha Pemanfaatan Limbah di Sleman Jadi Produk Interior Berskala Ekspor |
![]() |
---|
Kisah Mutia, Pecatur Muda Bantul Menenun Mimpi di Dunia Busana di UNY |
![]() |
---|
Cerita Supatmi Warga Klaten Menunggu 34 Tahun Diangkat Jadi Pegawai Negeri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.