Ada Kirab Suci dari Candi Mendut ke Candi Borobudur Magelang, Berikut Jadwalnya
Ribuan umat Buddha dari berbagai daerah dan negara berkumpul di kawasan Candi Borobudur untuk mengikuti rangkaian Indonesia Tipitaka Chanting
Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Iwan Al Khasni
Ribuan umat Buddha dari berbagai daerah dan negara berkumpul di kawasan Candi Borobudur untuk mengikuti rangkaian Indonesia Tipitaka Chanting (ITC) dan Asalha Mahapuja 2569/2025 yang berlangsung selama tiga hari mulai Jumat (4/7/2025). Kegiatan spiritual yang dipusatkan di Taman Lumbini Candi Borobudur ini mencapai puncaknya pada Minggu (6/7/2025), dengan prosesi kirab suci dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur.

PADA acara pembuka, umat Buddha terlihat khusyuk melafalkan kitab suci Tipitaka, dipimpin oleh para biksu dari Sangha Theravada Indonesia (STI) bersama komunitas Buddhis Theravada seperti Astinda, Magabudhi, Wandani, dan Patria.
Ketua Pelaksana ITC, Tonny Coason mengatakan, tahun ini jumlah peserta mencapai 2.007 orang atau meningkat dibanding tahun lalu.
Peserta tidak hanya berasal dari berbagai provinsi di Indonesia, tetapi juga dari sejumlah negara seperti Inggris, Amerika Serikat, Australia, Singapura, Kamboja, dan Malaysia.
Ia menjelaskan, pihaknya sebenarnya masih membatasi partisipasi peserta dari luar negeri karena tingginya jumlah pendaftar dari dalam negeri.
“Kita ingin menambah kuota, tapi kapasitas lahan yang tidak cukup. Bahkan untuk pendaftar dalam negeri saja kita kewalahan,” imbuhnya.
Hari pertama kegiatan difokuskan pada pembacaan sutta-sutta atau khotbah Sang Buddha, yang juga dilanjutkan pada hari kedua, Sabtu (5/7/2025).
Sore harinya, seluruh peserta dijadwalkan mengikuti pradaksina, yakni ritual mengelilingi Candi Borobudur searah jarum jam.
Prosesi ini menjadi bagian penting dari penghormatan dan penghayatan terhadap ajaran Sang Buddha.
“Para biksu akan berada di puncak stupa candi saat pradaksina, sedangkan umat melingkari dari pelataran bawah. Itu akan diikuti seluruh peserta ITC,” kata Tonny.
Kemudian pada Minggu (6/7/2025), ribuan umat akan mengikuti perjalanan puja bakti dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur.
Proses ini diawali dengan puja bersama di area Candi Mendut, yang diperkirakan akan diikuti oleh sekitar 11.000 orang.
Rangkaian Acara
Ketua Panitia Umum, Biksu Guttadhammo Mahathera, menyampaikan bahwa selama kegiatan berlangsung akan dibacakan 10 sutta dari kitab Majjhimanikaya dalam bahasa Pali.
Ia mengatakan, pembacaan juga disertai uraian singkat agar umat dapat memahami maknanya secara lebih mendalam.
Menurutnya, pendekatan analitis terhadap ajaran Buddha sangat penting agar tidak sekadar menyentuh indra pendengaran, melainkan masuk ke dalam kesadaran dan membawa perubahan batin.
Ia berharap para peserta tidak hanya pulang dengan kenangan, tetapi juga membawa "oleh-oleh" berupa pemahaman, praktik, dan kebajikan yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Umat Buddha harus memahami ajaran ini supaya bisa dipakai dalam hidup keseharian,” terang Biksu Guttadhammo.
Untuk kirab pada hari terakhir, ada prosesi kirab suci dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur.
Sebanyak empat kereta kencana turut diarak sebagai bagian dari simbol bakti dan penghormatan umat Buddha.
Keempat kereta tersebut adalah Kereta Kencana Dhammacakka, menampilkan roda Dhamma berjari-jari 12 disertai sepasang kijang, melambangkan Khotbah Pertama Sang Buddha di Taman Isipatana.
Jari-jari roda merupakan penjabaran Empat Kebenaran Ariya yang masing-masing memiliki tiga segi. Kereta ini dirancang oleh YM. Sri Paññāvaro Mahāthera dan dibuat dari logam alloy oleh Sanggar Nakula Sadewa, Muntilan.
Kemudian Kereta Tipitaka yang berbahan logam berwarna keemasan. Kereta ini dirancang sebagai simbol harmoni budaya nasional dan Buddhis ASEAN.
Digunakan untuk membawa Kitab Suci Tipitaka selama prosesi Āsālha Mahāpūjā, kereta ini juga merupakan karya YM. Sri Paññāvaro Mahāthera dan diproduksi oleh Sanggar Nakula Sadewa, Magelang.
Selain itu juga ada Kereta Kencana Stambha Vijaya yang melambangkan Pilar Asoka dan maklumat kerukunan beragama.
Hiasan burung merak pada kereta ini merujuk pada Dinasti Maurya serta kisah Mora Jātaka dalam kelahiran lampau Bodhisatta Siddhattha.
Terakhir, ada Kereta Kencana Mahādhātu yang memiliki bobot 2,5 ton dan digunakan untuk membawa Relik Agung (Mahādhātu) Sang Buddha.
Kereta ini dihiasi ornamen dan relief Jātaka dari Candi Borobudur, seperti Mora, Vattaka, Sasa, dan Vessantara Jātaka.
Di puncaknya terdapat chatra (payung) bertingkat tiga sebagai lambang puja kepada Tiga Permata: Buddha, Dhamma, dan Sangha.
“Simbol-simbol ini sangat melekat dalam bakti umat Buddha. Mahadhatu itu relik Sang Buddha, Tipitaka adalah ajaran, Dhammacakka lambang dharma yang berputar. Semua kami hadirkan secara lengkap,” jelasnya.
Ditemui di tempat yang sama, Dirjen Bimas Buddha Kemenag, Supriyadi, mengapresiasi dukungan dari pengelola kawasan Borobudur yang telah membuka beberapa ruang tambahan seperti Taman Lumbini, Gunadarma, Aksobya, hingga Kenari untuk kegiatan keagamaan ini.
Namun, ia mengakui bahwa keterbatasan ruang membuat panitia hanya bisa menampung sekitar 2.000 peserta dalam satu kesatuan area.
“Kalau mau dipisah-pisah tentu merepotkan, maka panitia berpikir untuk menjadi satu kesatuan. Ya, kapasitas 2.000 itu yang diberikan,” ujar Supriyadi. (tro)
2 Prodi FKIP UNIMMA Raih Akreditasi Unggul, Targetkan Internasionalisasi |
![]() |
---|
Motor Viar Diseruduk Pikap Lalu Ditabrak Agya di Sleman, Pengendara Motor Tewas di Tempat |
![]() |
---|
Pentingnya Agen Travel untuk Dorong Promosi Pariwisata Magelang |
![]() |
---|
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sebut Banyak Anak Kehilangan Figur Ayah |
![]() |
---|
Wali Kota Magelang Lepas Kontingen KORMI ke FORNAS VIII NTB |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.