Mahasiswa UNISA Suarakan Penolakan Judi Online di Titik Nol Kilometer Yogyakarta
Sebagai institusi pendidikan, Unisa Yogyakarta menilai penting untuk mengambil peran mencegah mahasiswa terjerat judol.
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - “Setiap Klik Bisa Merenggut Hidupmu.”
Kalimat itu terpampang jelas di poster yang dibawa mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Rabu (2/7/2025) kemarin.
Mereka turun ke Titik Nol Kilometer Yogyakarta untuk menyuarakan penolakan terhadap judi online (judol), yang kini kian marak dan menjerat generasi muda.
Aksi ini menjadi bagian dari campaign on the road Ajang Kreativitas Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unisa (Antariksa) 2025.
Dalam aksi tersebut, mereka menggelar orasi, pertunjukan teatrikal jalanan, penandatanganan petisi, hingga flashmob lampu merah sebagai simbol bahaya judol yang harus dihentikan bersama.
Bagi mereka, judol bukan sekadar kata. Bukan sekadar headline media atau materi trending di TikTok. Judol adalah ketakutan nyata.
“Kami khawatir, teman-teman kami sendiri yang akan jadi korban berikutnya,” kata Reza Al-Khifari, Ketua Antariksa 2025.
Reza menuturkan, kampanye ini merupakan puncak dari tiga rangkaian kegiatan Antariksa 2025, setelah Antariksa Goes to School dan Antariksa Sapa Warga.
“Kegiatan ini untuk meningkatkan kesadaran publik akan bahaya judi online, serta mengajak masyarakat ikut menolak dengan menandatangani petisi dukungan,” ujarnya.
Dalam orasinya, Wakil Rektor IV Unisa Yogyakarta, Ali Imron, menegaskan bahwa judol menjadi ancaman serius generasi muda.
“Isu judi online sudah menggerus perhatian kita beberapa tahun lalu, tapi sampai hari ini kita belum melihat langkah-langkah progresif untuk memberantasnya,” katanya.
Sebagai institusi pendidikan, Unisa Yogyakarta menilai penting untuk mengambil peran mencegah mahasiswa terjerat judol.
“Ketika mahasiswa terjebak judol, seluruh proses akademik akan mengalami kehancuran. Kami mendidik mereka agar berhati-hati, bahkan dalam setiap ‘klik’ ketika berselancar di internet,” tutur Imron.
Menurutnya, dengan kemajuan teknologi, orang sangat mudah terjerumus judol.
Terkadang bukan karena niat, melainkan ketidaksengajaan dan kurangnya literasi digital.
Kampanye penolakan judi online ini sekaligus menjadi bagian dari milad ke-34 Unisa Yogyakarta.
Sejumlah pihak juga turut mendukung, mulai dari Otoritas Jasa Keuangan DIY, Bank Syariah Indonesia, hingga R.A. Yashinta Sekarwangi Mega, Anggota Komite IV DPD RI.
Di akhir aksi, mahasiswa menutup kampanye dengan flashmob lampu merah – menandai “lampu berhenti” bagi maraknya judi online di sekitar kita.
“Kami hanya ingin satu hal: jangan sampai masa depan kami direnggut oleh satu klik yang salah,” pungkas Reza. (*)
Kasus Pelaku Judol Keruk Uang Bandar di Yogyakarta Berlanjut ke Perburuan Aliong |
![]() |
---|
Pemkot Yogyakarta Bangun Sistem Satu Data, Intervensi Program Lebih Tepat Sasaran |
![]() |
---|
Ormas di Jogja Dukung Pembangunan Daerah, Tidak Ada Stigma Negatif dari Publik |
![]() |
---|
Warga Binaan di Yogyakarta Terima Remisi Umum dan Dasawarsa, 103 Penerima Langsung Bebas |
![]() |
---|
Penanganan Kasus Judi Online di Bantul Dinilai Janggal, JPW Desak DPR dan Kompolnas Turun Tangan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.