Golkar Pertanyakan Keputusan MK soal Pemilu Terpisah: Putusan yang Berubah-Bubah Jadi Tanda Tanya

Keputusan MK yang memutuskan pemisahan pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah pada 2029 mendatang menuai kritik dari Partai Golkar.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
Tribunnews.com/Fersianus Waku
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI - Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Adies Kadir, saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/7/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pemisahan pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah pada 2029 mendatang menuai kritik dari Partai Golkar.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Adies Kadir, mempertanyakan konsistensi putusan MK yang dinilai kerap berubah-ubah dari waktu ke waktu.

Adies menilai bahwa meski MK menganggap keputusannya sudah sesuai dengan konstitusi, hal tersebut justru menimbulkan kebingungannya, terutama terkait dengan prinsip "final dan mengikat" yang selama ini melekat pada putusan MK.

"Ini kan negara hukum. Mungkin dari sisi MK, mereka merasa putusannya sudah benar, sudah sesuai dengan konstitusi dan lain-lain. Tetapi ada juga pihak yang berpendapat bahwa itu di luar kewenangannya atau di luar konstitusi," ujar Adies di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

Adies menyoroti bahwa dengan adanya putusan-putusan MK yang berubah-ubah, prinsip "final dan mengikat" menjadi dipertanyakan.

 Ia bahkan mengungkapkan bahwa seharusnya tidak ada perubahan pada keputusan MK jika putusan itu benar-benar bersifat final.

Baca juga: Mulai 2029, Pemilu Nasional dan Daerah Resmi Dipisah

"Karena putusan yang rata-rata orang pahami adalah final dan mengikat, tapi di mana finalnya? Karena sering berubah-ubah. Apakah itu berubah kalau Ketua MK-nya atau hakimnya ganti? Atau karena rezim yang berubah?" ujarnya, mempertanyakan validitas keputusan MK.

Selain itu, Adies merujuk pada pernyataan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, yang menyebutkan bahwa ada setidaknya empat putusan MK terkait Pemilu yang dinilai tidak konsisten, menambah keraguan tentang keteguhan keputusan lembaga tersebut.

"Jadi final and binding-nya di mana? Padahal dalam undang-undang MK, tidak ada aturan yang menyatakan bahwa final and binding itu mengikuti perkembangan situasional terkini," tegas Adies.

Adies juga mengkritik kemungkinan perubahan substansi undang-undang, seperti potensi masa jabatan yang tadinya lima tahun bisa menjadi tujuh setengah tahun. Hal tersebut, menurutnya, akan membuka ruang perdebatan yang tidak perlu.

"Misalnya masa jabatan ditetapkan lima tahun, tetapi diputuskan tujuh setengah tahun untuk periode berikutnya. Ini kan menjadi perdebatan, semuanya jadi debatable," ucapnya.

Meski mengkritik keputusan tersebut, Adies menegaskan bahwa Partai Golkar tetap menghormati putusan MK dan akan mempelajarinya lebih lanjut. Pihaknya akan memerhatikan dampak dari keputusan tersebut, baik terhadap partai politik maupun pemerintahan di masa depan.

"Partai Golkar akan mempelajari dan mencermati putusan ini, termasuk dampaknya terhadap partai politik, serta implikasinya bagi pemerintahan ke depan," tambah Adies.

Keputusan MK yang memisahkan Pemilu nasional dan daerah mulai 2029, meski diharapkan dapat membawa pembaruan dalam sistem pemilu Indonesia, tetap menyisakan sejumlah pertanyaan dan kekhawatiran, terutama terkait konsistensi dan penerapan keputusan tersebut di masa yang akan datang. (*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved