Sri Sultan HB X: Larangan Berenang di Parangtritis Harus Jadi Kesadaran Kolektif

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mengimbau para wisatawan untuk tidak berenang di Pantai Parangtritis

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
LARANGAN MANDI DI PANTAI : Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan keterangan pers di Kompleks Kepatihan Pemda DIY, Senin (30/6/2025). Ia mengimbau para wisatawan untuk tidak berenang di Pantai Parangtritis, Bantul, mengingat kawasan pantai selatan memiliki arus laut yang kuat dan berbahaya. Sultan menekankan pentingnya kesadaran individu dalam mematuhi larangan demi keselamatan bersama. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mengimbau para wisatawan untuk tidak berenang di Pantai Parangtritis, Bantul.

Peringatan ini disampaikan menyusul masih tingginya angka pelanggaran wisatawan terhadap larangan berenang di pantai selatan yang dikenal berarus kuat dan berbahaya.

"Sebetulnya sudah jelas bahwa di Parangtritis itu tidak boleh mandi. Tapi masalahnya kembali ke kesadaran masing-masing individu," ujar Sultan di Kompleks Kepatihan Pemda DIY, Senin (30/6/2025).

Sultan menekankan bahwa meskipun petugas penjaga pantai telah berulang kali memberi peringatan, masih banyak wisatawan yang nekat bermain air hingga ke tengah laut.

Ia menambahkan, masyarakat lokal biasanya sudah memahami bahaya laut selatan dan cenderung menghindari aktivitas berenang.

Baca juga: Ancaman Bom di Pesawat Haji Bukan dari Siber, BSSN: Disampaikan via Telepon

Namun, wisatawan dari luar daerah cenderung mengabaikan larangan tersebut.

“Kalau orang Yogya mungkin tahu, jadi menghindari. Tapi kalau yang dari luar, susah juga. Sudah diingatkan, masih tetap nekat,” kata Sultan.

Sebagai salah satu langkah mitigasi, Pemda DIY mempertimbangkan penambahan papan imbauan larangan berenang di kawasan pantai.

Namun, Sultan mengakui bahwa solusi ini belum tentu efektif jika kesadaran wisatawan tidak dibangun secara menyeluruh.

“Apakah mungkin tulisan itu diperbanyak atau bagaimana. Tapi kalau tetap nekat ke tengah, ya susah juga. Kuncinya memang kesadaran,” ujarnya. (*)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved