Pendidikan Tinggi di Tengah Disrupsi: Pilihan Rasional dan Bijak bagi Generasi Z

Perguruan tinggi swasta (PTS) yang dahulu menjadi pilar utama pemerataan akses pendidikan kini menghadapi tekanan dari banyak arah.

Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA/Istimewa
UKDW : Dosen Prodi Sistem Informasi Fakultas Teknologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta Wimmie Handiwidjojo 

Oleh Wimmie Handiwidjojo
Dosen Prodi Sistem Informasi Fakultas Teknologi
Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

DALAM beberapa tahun terakhir, lanskap pendidikan tinggi di Indonesia mengalami pergeseran besar.

Perguruan tinggi swasta (PTS) yang dahulu menjadi pilar utama pemerataan akses pendidikan kini menghadapi tekanan dari banyak arah.

Salah satu tekanan terbesarnya datang dari ekspansi masif perguruan tinggi negeri (PTN) yang menawarkan 
beragam jalur penerimaan mahasiswa: dari SNBP, SNBT, hingga jalur mandiri berbayar tinggi yang tak jarang menyasar kuota mahasiswa dalam jumlah besar.

Fenomena ini membuat PTS kesulitan bersaing dalam mendapatkan mahasiswa baru, terlebih bila  pertimbangan orang tua dan siswa semata-mata berdasarkan status “negeri”.

Di sisi lain, kondisi ekonomi nasional yang belum sepenuhnya stabil membuat banyak keluarga mengambil keputusan yang lebih hati-hati.

Biaya hidup di luar kota, kebutuhan sehari-hari yang terus meningkat, serta tantangan pascapandemi menyebabkan sebagian orang tua enggan mengirim anaknya kuliah jauh dari rumah.

Perguruan tinggi di kota besar pun ikut terkena imbasnya.

Namun di luar dua tantangan tersebut, ada satu hal yang lebih mendasar dan bersifat  struktural: hadirnya disrupsi pendidikan tinggi sebuah perubahan radikal yang menggoyang sistem pendidikan konvensional dari akarnya.

Apa Itu Disrupsi Pendidikan Tinggi?

Disrupsi dalam pendidikan tinggi merujuk pada perubahan besar yang lahir dari inovasi teknologi, model pembelajaran baru, dan perubahan pola pikir generasi muda.

Platform daring seperti Coursera, edX, FutureLearn, Udemy, hingga Google Career Certificates menawarkan pelatihan dan sertifikasi yang singkat, terjangkau, bahkan seringkali gratis. 

Mereka mengklaim bisa langsung menghubungkan peserta dengan dunia kerja.

Lebih dari itu, banyak startup edutech kini menawarkan bootcamp, pelatihan singkat berbasis proyek yang menargetkan keahlian tertentu seperti UI/UX design, data analysis, digital  marketing, hingga pemrograman.

Metodenya cepat, fokus, dan fleksibel—semuanya menjadi daya tarik bagi Generasi Z yang ingin hasil instan dan pengalaman nyata.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved