Transparansi di Era Digital, Kominfo dan DPRD DIY Perkuat Akses Informasi Publik hingga Kalurahan

Transparansi bukan sekadar kewajiban, tetapi juga indikator utama tata kelola pemerintahan yang demokratis, partisipatif, dan akuntabel.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Dok Tribun Jogja
KETERBUKAAN INFORMASI: Kepala Dinas Kominfo DIY Wahyu Nugroho (kanan) bersama Anggota Komisi A DPRD DIY Purwanto (tengah) berbincang dalam program Ngobrol Parlemen, Kamis (19/6), yang membahas keterbukaan informasi publik di era digital. Diskusi menyoroti pentingnya penguatan PPID, literasi digital, serta partisipasi masyarakat hingga tingkat kalurahan, sebagai upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. 

TRIBUNJOGJA.COM - Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus memperkuat komitmen terhadap keterbukaan informasi publik di era digital.

Dalam forum Ngobrol Parlemen yang digelar belum lama ini, Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) DIY bersama Komisi A DPRD DIY menegaskan bahwa transparansi bukan sekadar kewajiban, tetapi juga indikator utama tata kelola pemerintahan yang demokratis, partisipatif, dan akuntabel.

Kepala Dinas Kominfo DIY, Wahyu Nugroho, S.I.P., M.Si., menyebut keberadaan Perda Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Keterbukaan Informasi Publik sebagai tonggak penting. Perda ini menjadi landasan kuat bagi badan publik untuk menjalankan fungsi informatif kepada masyarakat.

"Perda ini inisiatif dari DPRD dan termasuk yang pertama di Indonesia. Ini menjadi motivasi sekaligus pembeda bagi kami sebagai badan publik dalam memberikan layanan informasi yang lebih baik kepada masyarakat. Setiap unit kerja kini memiliki PPID—baik di level utama di Kominfo maupun pelaksana di perangkat daerah. Semua harus menjalankan layanan informasi secara standar, termasuk mematuhi norma waktu penyampaian informasi," ujar Wahyu.

Ia menambahkan bahwa akses informasi disediakan melalui dua jalur, yakni digital dan konvensional. Layanan digital tersedia melalui platform seperti e-lapor, sementara masyarakat juga tetap bisa datang langsung untuk menyampaikan aspirasi.

Namun, tantangan besar di era digital justru datang dari banjir informasi yang tak terverifikasi. Wahyu menjelaskan bahwa Kominfo DIY luncurkan sejumlah program untuk menangkal.

“Kami menjalankan program literasi digital, seperti Jogja Bijak Bermedsos, serta membuat desain konten positif. Masyarakat kami dorong untuk menerapkan prinsip 'saring sebelum sharing'. Survei kami menunjukkan sekitar 60 persen masyarakat masih membagikan informasi tanpa mengecek kebenarannya, terutama jika judulnya bombastis. Ini sangat berisiko,” paparnya.

Untuk mengukur keberhasilan keterbukaan informasi, Wahyu menekankan dua indikator utama: jumlah PPID aktif di setiap badan publik, termasuk kelurahan, serta Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) yang diukur oleh lembaga independen bersama Komisi Informasi. DIY mencatatkan skor 81,79 pada 2024, naik signifikan dibanding dua tahun sebelumnya.

Sementara itu, Purwanto, S.T., Anggota Komisi A DPRD DIY, menyoroti pentingnya pengawasan terhadap pelaksanaan perda keterbukaan informasi. Menurutnya, Komisi A saat ini tengah melakukan pengawasan melalui mekanisme panitia khusus (pansus) untuk mengidentifikasi kendala dan menyusun rekomendasi strategis.

“Transparansi informasi publik di era sekarang bukan pilihan, melainkan keharusan. Masyarakat punya hak tahu, termasuk sampai di tingkat paling bawah seperti kalurahan. Dan DPRD punya tanggung jawab mendorong dan mengawasi agar hak ini benar-benar dijamin,” ujar Purwanto.

Ia menjelaskan bahwa dari hasil pembahasan panitia khusus (pansus), terdapat sejumlah aspek penting yang perlu segera diperbaiki untuk memperkuat pelaksanaan keterbukaan informasi publik. Beberapa di antaranya adalah perlunya penambahan jumlah anggota Komisi Informasi Daerah (KID) agar tugas-tugas pengawasan dan pembinaan dapat berjalan lebih optimal, serta peningkatan anggaran dari APBD guna menunjang kinerja lembaga tersebut secara menyeluruh.

Selain itu, penyediaan fasilitas kerja yang representatif dan layak juga menjadi sorotan, mengingat beban kerja yang terus meningkat. Tak kalah penting, Komisi A juga menekankan perlunya penyelenggaraan sosialisasi dan pendampingan yang menyentuh hingga tingkat kalurahan, agar semangat transparansi dapat dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat.  

“Kami bahkan melakukan studi banding ke Kota Cirebon, yang meskipun cakupannya jauh lebih kecil dari DIY, sudah mengalokasikan anggaran hingga Rp1 miliar per tahun untuk keterbukaan informasi. Ini menjadi cermin bagi kita bahwa perlu penguatan dari sisi kelembagaan dan anggaran,” tegasnya.

Lebih jauh, DPRD mendorong agar lembaga seperti KID juga hadir di tingkat kabupaten/kota. Saat ini, DIY hanya memiliki KID di tingkat provinsi, sehingga pengawasan di tingkat bawah belum maksimal.

"Kami percaya, ketika sarana, anggaran, dan SDM terpenuhi, maka pelaksanaan keterbukaan informasi bisa berjalan secara maksimal dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat," imbuhnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved