Apindo DIY Sebut BSU Mestinya Rp600.000 per Bulan Hingga Akhir Tahun 2025

Bantuan tersebut disalurkan dalam satu tahap, sehingga setiap pekerja akan mendapat BSU sebesar Rp 600.000.

PEXELS/Defrino Maasy
ILUSTRASI - Bantuan Subsidi Upah (BSU) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY Bidang Ketenagakerjaan, Timotius Apriyanto menyebut besaran Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang diberikan kepada pekerja terlalu kecil.

Pemerintah memberikan BSU sebesar Rp300.000 per bulan untuk bulan Juni dan Juli 2025.

Bantuan tersebut disalurkan dalam satu tahap, sehingga setiap pekerja akan mendapat BSU sebesar Rp600.000.

"Pertama saya mengapresiasi kebijakan pemerintah. BSU ini menjadi kebijakan untuk menaikkan daya beli masyarakat. Tetapi nggak cukup signifikan, Rp300.000 itu paling habis untuk konsumsi atau komunikasi atau lainnya, nggak cukup mendongkrak daya beli pekerja," katanya, Rabu (11/06/2025).

Menurut dia, BSU untuk pekerja yang diberikan paling tidak Rp600.000 per bulan.

Jangka waktu pemberian BSU juga dirasa terlalu singkat, karena hanya dua bulan. Paling tidak, BSU diberikan selama enam bulan, dari Juni hingga Desember 2025.

Di sisi lain, klasifikasi penerima upah juga kurang tepat, pasalnya hanya menyasar pekerja dengan gaji Rp3.500.000 ke bawah.

Untuk beberapa wilayah, pekerja dengan gaji hingga Rp5.000.000 masih tergolong kelompok rentan.

"Mestinya seperti COVID-19 kemarin, gaji di bawah Rp5.000.000 itu juga menerima BSU. Sehingga sasaran BSU tidak hanya 17,3 juta, mestinya lebih banyak. Jangka waktunya juga terlalu pendek, paling tidak enam bulan, sampai akhir tahun 2025. Kalau hanya dua bulan saja masih tidak signifikan untuk menggerakkan ekonomi," terangnya.

Baca juga: Pemkot Yogyakarta Siap Upayakan Realisasi Jaminan Hari Tua untuk Pasukan Kuning

Keterbatasan anggaran memang menjadi salah satu alasan BSU hanya diberikan dua bulan dengan nominal Rp300.000.

Untuk itu, pemerintah mestinya melakukan refokusing anggaran.

Pemerintah harus membuat kajian terkait program-program mana saja yang bisa diefisienkan.

Ia menilai kebijakan pemerintah harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan sosial.

Saat ini, pemerintah harus melakukan berbagai terobosan untuk penyelamatan ekonomi nasional.

"Tinjau ulang Inpres 1 Tahun 2025, jangan digeneralisir pada kegiatan-kegiatan yang berdampak signifikan dengan kemasyarakatan. Kegiatan MiCE dibuka lagi, karena ini menjadi penggerak ekonomi, dari goverment spending. Harus ada realokasi APBN, misalnya MBG, jangan terus harga mati, lebih signifikan mana MB dengan BSU," imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved