Parkir ABA Malioboro Dibongkar
Pemda DIY Tutup TKP Abu Bakar Ali, Relokasi Pedagang dan Juru Parkir Dimulai
Penutupan ini menandai titik balik penting dalam transformasi Malioboro sebagai koridor budaya sekaligus ruang publik hijau.
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Pemda DIY resmi memulai penutupan pagar di kawasan Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA) sebagai bagian dari proses relokasi pedagang dan juru parkir ke lokasi baru di kawasan Kotabaru.
Penutupan ini menandai titik balik penting dalam transformasi Malioboro sebagai koridor budaya sekaligus ruang publik hijau.
Namun, langkah ini juga menyisakan kegelisahan di kalangan pelaku sektor informal yang harus beradaptasi di tempat baru yang dinilai belum sepenuhnya siap.
Sejumlah pedagang pada Senin (2/6/2025) tampak sibuk mengepak barang dagangan mereka seiring rencana pemagaran kawasan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) untuk mengalihkan fungsi kawasan.
Sebagian besar los pedagang sudah mulai ditutup dan hanya sebagian pedagang yang masih beraktivitas hari ini untuk mengepak barang dagangan.
Pedagang di TKP ABA berjualan aksesori dan oleh-oleh khas Yogyakarta.
Mereka mulai mengemasi barang dagangan dengan menggunakan mobil niaga.
Agil Suhariyanto, pengelola TKP ABA, menyampaikan bahwa pasca-penutupan, aktivitas ekonomi di lokasi ABA praktis berhenti total.
Para pedagang yang sebelumnya aktif kini dalam masa transisi menuju lokasi baru.
“Mulai hari ini, teman-teman di sini sudah tidak bisa lagi beraktivitas seperti sebelumnya. Kami masih menyiapkan tempat baru karena kondisinya memang belum sepenuhnya siap,” ujar Agil saat ditemui di lokasi, Senin (2/6/2025).
Lokasi pengganti berada di eks Menara Kopi, Kotabaru, menempati lahan milik Keraton Yogyakarta (Sultan Ground).
Menurut Agil, proses relokasi dilakukan dengan sistem pembagian berdasarkan nomor urut untuk memastikan tidak terjadi konflik atau rebutan lahan antarpedagang.
“Totalnya ada 254 pedagang. Nanti kami bagi. Ya, mungkin luasannya berbeda dari lokasi sebelumnya, tetapi insya Allah teman-teman pedagang bisa mengais rezeki di sana,” kata Agil.
Baca juga: Sekda DIY Tegas Tolak Perpanjangan Kontrak TKP ABA: Kalau Mundur Terus, Nggak Rampung-Rampung
Agil menambahkan, sebagian besar pedagang yang direlokasi bukan pelaku usaha generasi milenial.
Dengan karakter konsumen yang sudah terbentuk, perubahan pola berdagang dinilai akan membutuhkan waktu.
“Teman-teman ini bukan tipe yang jualan kopi kekinian. Umumnya usia mereka di atas saya. Segmen pasarnya jelas dan kami perlu menyesuaikan agar tetap bisa berjalan,” tuturnya.
Terkait infrastruktur, Agil menyampaikan perlunya perhatian Pemda terhadap aksesibilitas lokasi baru.
Jalan menuju Kotabaru saat ini dinilai tidak ramah kendaraan besar.
Ia berharap ada kebijakan dari pemerintah untuk membuat pembatas jalan (divider) yang portabel agar bisa dibuka-tutup saat diperlukan.
“Kalau aksesnya sulit, otomatis pembeli enggan datang. Kami sudah sampaikan usulan agar divider di jalan tengah bisa dibuat portabel. Kami juga siap gotong royong jika diizinkan,” ujarnya.
Pemindahan pedagang juga dibarengi dengan relokasi seluruh juru parkir dan petugas lapangan.
Menurut data dari pengelola, terdapat 23 jukir dan petugas di lapangan bawah serta 72 di atas.
Agil menyebut tidak ada pengurangan jumlah personel.
“Semuanya pindah. Sistem sif tetap berjalan seperti biasa—yang atas masuk selang-seling, yang bawah tetap tiga sif: pagi, siang, dan malam,” jelasnya.
Area parkir di Kotabaru akan dibagi dua: bagian luar untuk kendaraan roda dua, sedangkan parkir mobil akan dirancang dengan mempertimbangkan manuver kendaraan.
Terkait rencana 30 titik parkir baru yang sempat beredar, hingga kini belum ada kejelasan resmi dari pemerintah kota.
Baca juga: Mulai 1 Juni TKP ABA Dipagar dan Ditata, Pedagang dan Juru Parkir Bersiap Dipindah
Masa sewa lokasi baru akan berlangsung hingga akhir Desember 2026. Selama periode itu, seluruh pedagang dibebaskan dari kewajiban membayar sewa tempat. Namun, masa depan setelah 2026 masih belum ditentukan.
“Sementara ini masih gratis sampai 2026. Setelah itu, kami belum tahu akan seperti apa. Tapi harapan kami, kalau kota ditata secara filosofis dan kendaraan besar nanti tidak boleh masuk, tempat ini bisa dijadikan prioritas,” kata Agil.
Agil memastikan bahwa para pedagang telah dikumpulkan dan diinformasikan mengenai tahapan relokasi.
Namun, mereka belum langsung pindah karena masih menunggu kesiapan teknis.
“Tadi malam kami kumpulkan teman-teman. Kami butuh waktu menata dan menyesuaikan dulu. Insya Allah setelah Lebaran Iduladha, baru bisa mulai berdagang di sana,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) resmi memulai proses relokasi Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA) ke kawasan premium Kotabaru.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang pemerintah untuk memaksimalkan fungsi ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan Malioboro. Relokasi ini dilakukan seiring dengan berakhirnya masa kontrak pemanfaatan lahan ABA pada 13 Mei 2025.
Relokasi TKP ABA merupakan bagian dari upaya penataan ulang fungsi kawasan dan pengalihan infrastruktur parkir ke lokasi yang lebih sesuai dengan rencana pengembangan kota.
Sebagai tahapan awal, telah dilakukan pemagaran area ABA pada 19 Mei 2025.
Penutupan ini juga menjadi bentuk pemberitahuan kepada para juru parkir (jukir) dan pedagang kaki lima (PKL) untuk bersiap pindah ke lokasi baru yang telah disiapkan di Kotabaru.
Lokasi baru yang menjadi tujuan relokasi adalah eks Menara Kopi, terletak di sebelah selatan SD Kanisius Kotabaru.
Kawasan ini termasuk sirip Malioboro dan berdiri di atas tanah Sultan Ground (SG).
Penyiapan lokasi ini melibatkan kerja sama antara Pemda DIY, Pemerintah Kota Yogyakarta, dan Kawedanan Panitikismo Keraton Yogyakarta.
Area ini mampu menampung sekitar 120 unit kendaraan roda dua dan 63 kendaraan roda empat serta disiapkan untuk menampung lebih dari 150 PKL.
Lahan seluas ±4.000 meter persegi tersebut disewa oleh Pemda DIY melalui Dinas Perhubungan (Dishub) DIY mulai Juni 2025 hingga Desember 2026, dengan luas bangunan mencapai ±2.300 meter persegi.
Selama masa sewa, seluruh jukir dan PKL yang terdampak dibebaskan dari kewajiban membayar sewa tempat.
Material bangunan dari lokasi parkir ABA akan didaur ulang dan digunakan kembali untuk pembangunan fasilitas parkir baru di kawasan Ketandan.
Fasilitas parkir tersebut dijadwalkan mulai beroperasi pada Januari 2026, dengan kapasitas sekitar 535 kendaraan roda dua dan 87 kendaraan roda empat. Proyek ini mengalami penyesuaian dari target awal Desember 2025.
Pasca pembongkaran fasilitas parkir ABA, lahan bekas parkir tersebut akan dikembangkan menjadi ruang terbuka hijau (RTH) oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY.
Pengembangan RTH ini merupakan bentuk komitmen Pemda DIY dalam menjaga keseimbangan antara pelestarian lingkungan, penguatan nilai budaya, dan pembangunan kota yang berkelanjutan.
RTH yang akan dibangun mencakup tiga zona utama: zona publik, zona sosial, dan zona alam, dengan tutupan hijau mencapai sekitar 55 persen dan kapasitas pengunjung hingga 1.000 orang.
Lahan seluas ±7.000 meter persegi ini masih dalam proses pengukuran ulang oleh Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (DPTR) DIY bersama pihak Keraton Yogyakarta. RTH tersebut akan ditanami pohon-pohon endemik yang memiliki nilai filosofis dan simbolis bagi masyarakat Yogyakarta.
Pengembangan kawasan RTH ini juga mendukung keberadaan Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia yang telah ditetapkan oleh UNESCO.
RTH akan difungsikan sebagai ruang interaksi, edukasi, rekreasi, serta pelestarian lingkungan dan budaya.
Detail Engineering Design (DED) untuk pembangunan RTH akan mulai disusun pada tahun ini dengan menggunakan Dana Keistimewaan (Danais).
Pelaksanaan pembangunan RTH akan menyesuaikan dengan penyelesaian DED dan diperkirakan berlangsung pada akhir 2025 atau 2026. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.