Pengamat Ekonomi: Biofuel Berbasis Tebu Bisa Jadi Pilar Ekonomi Hijau dan Kemandirian Energi
Rencana peluncuran Pertamax Green oleh Pertamina Patra Niaga pada 5 Juni dinilai sebagai langkah strategis dalam mempercepat transisi energi bersih
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Rencana peluncuran Pertamax Green oleh Pertamina Patra Niaga pada 5 Juni 2025 dinilai sebagai langkah strategis dalam mempercepat transisi energi bersih di Indonesia.
Bahan bakar ini merupakan campuran Pertamax RON 95 dengan 5 persen bioetanol berbasis tebu. Meski kandungannya masih kecil, kehadiran biofuel ini disebut sebagai langkah awal penting dalam penguatan ekonomi hijau dan kemandirian energi nasional.
Pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y. Sri Susilo, menilai pengembangan biofuel di Indonesia memiliki potensi besar, baik dari sisi energi maupun ekonomi.
"Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit nomor dua di dunia setelah Malaysia. Itu menunjukkan potensi biofuel kita sangat besar, tidak hanya dari sawit, tetapi juga tebu," katanya, Sabtu (25/5/2025).
Menurut Sri Susilo, pengembangan biofuel bisa memberikan dampak luas, termasuk di sektor pertanian dan industri hilir. Di sektor hulu, pertanian untuk bahan baku biofuel seperti tebu dan kelapa sawit berpotensi dikembangkan lebih jauh.
"Jika petani dilibatkan secara langsung dalam rantai pasok biofuel, maka hal ini bisa memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat desa," ujarnya.
Meski begitu, Sri Susilo mengingatkan adanya potensi trade off antara pemanfaatan produk pertanian untuk pangan dan energi. Ia menyebut perlu strategi matang agar pengembangan biofuel tidak mengorbankan ketahanan pangan nasional.
"Energi dan pangan sama-sama vital. Jadi, pemanfaatan bahan baku seperti tebu atau sawit harus memperhatikan keseimbangan keduanya," imbuhnya.
Baca juga: Biofuel Bikin Performa Mesin Lebih Optimal dan Ramah Lingkungan
Dari sisi ekonomi, penggunaan biofuel secara luas diyakini akan membuka lapangan kerja baru di sektor hulu dan hilir. Sektor industri yang membutuhkan dukungan energi alternatif juga akan terdorong tumbuh.
“Itu artinya, biofuel bisa jadi lokomotif pertumbuhan ekonomi hijau, apalagi jika dikembangkan di daerah penghasil bahan bakunya seperti wilayah-wilayah produsen tebu,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah dan BUMN seperti Pertamina agar industri biofuel tidak sekadar menjadi proyek teknologi, melainkan juga pilar ekonomi masa depan.
“Kuncinya ada pada pengelolaan bahan baku yang konsisten, keterlibatan petani, serta insentif yang mendorong investasi,” tutup Sri Susilo.
Sebagai informasi, Pertamax Green sudah beredar di Jakarta dan Surabaya. Harga Pertamax Green Rp13.150/liter, sedangkan harga Pertamax saat ini Rp12.400/liter.
Terkait dengan harga, ia menilai sudah sewajarnya Pertamax Green lebih mahal dari pertamax karena lebih berkualitas dalam hal dampak lingkungan (emisi carbon).
"Pertamax Green diberi tambahan bioetanal 5 persen dari tebu jadi lebih ramah lingkungan," jelasnya.
Antusiasme Masyarakat Kumpulkan Minyak Jelantah di UCollect Box Cukup Tinggi |
![]() |
---|
UMK Academy Dorong UMKM Yogyakarta Naik Kelas |
![]() |
---|
Pertamina Patra Niaga Integrated Terminal Semarang Raih Penghargaan ‘Sahabat Anak Terbaik’ |
![]() |
---|
200 Pelajar di DIY Ikuti Lomba Gambar, Pemenang Bisa Nonton MotoGP di Mandalika |
![]() |
---|
Diskon Spesial HUT ke-80 RI, Pertamina Tebar Diskon BBM hingga Rp 450 Per Liter |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.