Cuaca Makin Aneh, Hujan Deras Tapi di Musim Kemarau? 7 Fakta Tentang Kemarau Basah di Indonesia

Indonesia sedang mengalami kemarau basah, sebuah fenomena tak biasa ketika hujan deras turun meski sudah masuk musim kemarau.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
PEXELS/Pixabay
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM - Indonesia sedang mengalami kemarau basah, sebuah fenomena tak biasa ketika hujan deras turun meski sudah masuk musim kemarau.

BMKG mengungkapkan sejumlah fakta mengejutkan soal fenomena ini. Yuk, simak selengkapnya!

 1. Kemarau Basah Diprediksi Bertahan hingga Akhir Agustus 2025

Menurut BMKG, hujan dengan intensitas tinggi masih akan melanda hingga akhir Agustus 2025.

Setelah itu, Indonesia akan memasuki masa pancaroba mulai September hingga November, dan musim hujan diprediksi datang pada Desember 2025 hingga Februari 2026.

 
2. Apa Itu Kemarau Basah? Ini Penjelasan Resmi BMKG

Kemarau basah adalah musim kemarau yang tetap disertai hujan intens.

“Kemarau basah adalah fenomena tidak biasa yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan iklim dan pola cuaca yang tidak stabil,” ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, dikutip dari Kompas.com.

 
3. Disebabkan oleh Fenomena Atmosfer Tropis dan Sirkulasi Global

BMKG mengidentifikasi penyebabnya berasal dari kombinasi fenomena atmosfer tropis, termasuk:

  1. Madden-Julian Oscillation (MJO)
  2. Gelombang Kelvin
  3. Rossby Ekuator
  4. Sirkulasi siklonik di sekitar Indonesia

“MJO, misalnya, adalah gelombang atmosfer tropis yang bergerak secara periodik dan membawa kelembapan tinggi ke wilayah Indonesia, sehingga mengakibatkan hujan yang tidak biasa pada periode kemarau,” jelas Guswanto.

 
4. Dampak Perubahan Iklim Semakin Terasa

BMKG menegaskan bahwa kemarau basah kali ini tidak bisa dilepaskan dari pengaruh perubahan iklim global.

“Fenomena kemarau basah di Indonesia terjadi akibat interaksi kompleks antara dinamika atmosfer musiman dan perubahan iklim jangka panjang,” ungkap Guswanto.

Ia menambahkan, “Pemanasan suhu muka laut ini membuat fenomena seperti MJO menjadi lebih intens dan durasinya lebih lama, sehingga frekuensi kemarau basah meningkat dari waktu ke waktu.”

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved