Cerita Mahasiswa UII Didatangi Babinsa dan OTK setelah Menggugat UU TNI ke MK

Handika dari Grobogan, Jawa Tengah dan Irsyad dari Lampung didatangi seseorang yang mengaku dari MK dengan alasan melakukan verifikasi faktual

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA/MIFTAHUL HUDA
GUGATAN: Foto dok ilustrasi. Massa aksi Jogja Memanggil membawa poster menolak pengesahan RUU TNI menjadi UU di Yogyakarta, Kamis (20/3/2025). Tiga mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) didatangi Babinsa dan orang tidak dikenal (OTK) setelah mereka menjadi pemohon uji formil Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Meski belum terjadi intimidasi langsung atau ancaman, Arung menyebut kejadian itu membuat timnya merasa tidak aman.

Saat diverifikasi ke MK di persidangan Kamis (22/5/2025), Ketua MK, Arief Hidayat memastikan OTK tersebut bukan berasal dari MK.

“Enggak pernah ada itu (pihak MK yang meminta verifikasi faktual ke pemohon). Enggak ada dari MK. Jadi, tidak ada komunikasi apa-apa meminta identitas secara faktual, enggak ada,” kata Arief.

Kampus siapkan pendampingan hukum

Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) FH UII menyatakan siap memberikan pendampingan hukum kepada mahasiswa pemohon judicial review (JR) di MK yang belakangan mengalami dugaan intimidasi dari pihak tak dikenal.

Rizky Ramadhan Baried, Direktur LKBH FH UII, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan rapat bersama pimpinan fakultas untuk menyusun langkah-langkah mitigasi, tidak hanya terkait perlindungan data pribadi mahasiswa, tetapi juga keselamatan fisik mahasiswa dan keluarganya.

“Perjuangan teman-teman mahasiswa dalam agenda JR di MK adalah proses yang panjang. Karena itu, kami akan hadir sebagai penasihat hukum mereka, khususnya dalam konteks dugaan pengancaman dan intimidasi oleh orang tak dikenal,” kata Rizky dikonfirmasi Jumat (23/5/2025).

Ia menyebut, meskipun pelaku yang teridentifikasi merupakan aparat seperti Babinsa dan pihak yang mengaku dari kepaniteraan MK, tindakan mereka dinilai tidak sesuai dengan hukum acara.

“Adanya oknum yang mengaku dari Kepaniteraan MK jelas melanggar ketentuan hukum. Terlebih lagi, keterlibatan Babinsa dalam meminta data kependudukan mahasiswa juga di luar kewenangannya,” tegasnya.

Rizky mengatakan hingga saat ini belum ditemukan unsur tindak pidana secara langsung seperti ancaman fisik maupun psikis terhadap mahasiswa. Namun, secara prinsip, hal-hal tersebut tetap tidak seharusnya terjadi dalam iklim demokrasi.

“Judicial review itu jalur konstitusional yang dilindungi undang-undang. Maka, setiap bentuk tekanan terhadap pemohon, sekecil apa pun, mencederai prinsip-prinsip demokrasi dan negara hukum,” ujarnya.

Rizky memastikan, segala bentuk komunikasi dan korespondensi yang menyangkut mahasiswa pemohon perkara 74/PUU-XXIII/2025 kini akan difasilitasi melalui penasihat hukumnya. 

Hal ini dilakukan untuk mencegah kejadian serupa terulang dan memastikan perlindungan hukum bagi para mahasiswa tetap terjaga. (Ard)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved