Blokir Sertifikat Guru Honorer Korban Mafia Tanah di Sleman Dibuka, Ini Klarifikasi BPN DIY

Kepala Kanwil BPN DIY, Dony Erwan Brilianto, menegaskan pembukaan blokir oleh Kantor Pertanahan Sleman telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Dok.Istimewa
ILUSTRASI Sertifikat tanah 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) angkat bicara terkait polemik pembukaan blokir sertifikat tanah milik guru honorer, Hedi Ludiman (49) dan istrinya, Evi Fatimah (38), yang menjadi korban mafia tanah di Sleman.

Kepala Kanwil BPN DIY, Dony Erwan Brilianto, menegaskan bahwa pembukaan blokir oleh Kantor Pertanahan Sleman telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada saat pemblokiran dilakukan, yakni tahun 2012.

Hedi dan istrinya telah berjuang selama 12 tahun memperjuangkan kepemilikan sertifikat yang menurut mereka masih dalam proses hukum.

Namun, sertifikat tersebut sudah dibuka blokirnya dan dilelang pihak bank kepada pembeli lain, meskipun Hedi mengklaim belum ada pencabutan blokir dari kepolisian hingga tahun 2024.

Menanggapi hal itu, Dony menjelaskan bahwa acuan hukum pemblokiran pada tahun 2012 belum mengacu pada Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 13 Tahun 2017.

Saat itu, menurutnya, BPN masih menggunakan Peraturan Menteri BPN Nomor 3 Tahun 1997, khususnya Pasal 126.

“Jadi kalau blokirnya dari polisi itu kan kejadiannya 2012. Jadi tahun 2012 itu sebelum Permen ATR/BPN tahun 2017 berlaku. Karena itu kita pakainya aturan lama, yaitu Permen BPN Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 126,” ujar Dony, Jumat (16/5/2025).

Berdasarkan aturan tersebut, menurut Dony, blokir—baik yang diajukan oleh perorangan, aparat penegak hukum, maupun instansi—memiliki masa berlaku selama 30 hari.

“Iya, belum berlaku yang 2017 itu. Tahunnya saja 2017. Jadi belum bisa kami gunakan. Kami juga tidak berani melanggar aturan karena bisa jadi kami dianggap salah,” tegasnya.

Baca juga: Guru Honorer Korban Mafia Tanah di Sleman Tanggapi Pernyataan BPN Sleman soal Blokir Sertifikat

Sementara itu, Hedi mengacu pada Peraturan Menteri ATR/BPN RI Nomor 13 Tahun 2017 Pasal 14, yang menyatakan bahwa pemblokiran oleh aparat penegak hukum berlaku hingga kasus pidana dihentikan.

Ia mengaku telah menunjukkan surat dari Polresta Sleman yang menyatakan bahwa blokir sertifikat tersebut belum pernah dicabut sejak dilakukan pada 2012.

“Saya bacakan dari undang-undangnya, ‘Catatan blokir oleh penegak hukum berlaku sampai dengan dihentikannya kasus pidana yang sedang dalam penyidikan dan penuntutan, atau sampai dengan dihapusnya pemblokiran oleh penyidik yang bersangkutan,’” kata Hedi, Kamis (15/5/2025).

Menurut Hedi, surat perkembangan kasus dari Polresta Sleman tahun 2024 menunjukkan bahwa penyidikan masih berjalan dan belum ada pencabutan blokir resmi dari pihak kepolisian.

Ia juga menyebut ada satu pelaku yang masih berstatus buron (DPO), serta sudah ada pihak notaris yang dikenai sanksi kode etik atas kasus ini.

“Dari surat Polresta Sleman dari 2023 sampai 2024, belum pernah ada pencabutan blokir di BPN. Saya punya bukti dari Reskrim Polres Sleman,” ujar Hedi.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved