Baru Tiga OPD di Gunungkidul Masuk Kategori Informatif, Ini Langkah Pemkab

Keterbukaan informasi merupakan hak dasar masyarakat sekaligus pilar penting dalam sistem pemerintahan yang demokratis.

Dok.Istimewa
RAKOR PPID - Pelaksanaan Rapat Koordinasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kabupaten Gunungkidul Tahun 2025, di Ruang Handayani, Jumat (16/5/2025) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul berupaya mewujudkan transparansi dan akuntabilitas melalui keterbukaan informasi publik.

Pasalnya, berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (monev) yang dilakukan PPID Kabupaten Gunungkidul pada 2024, menunjukkan dari 51 badan publik tingkat Organisasi Perangkat Daerah (OPD), hanya 3 OPD masuk kategori informatif, 14 menuju informatif, 23 cukup informatif, 10 kurang informatif, dan 1 masih tergolong tidak informatif.

Serta, dari 30 kalurahan yang dievaluasi, belum ada yang meraih predikat informatif, dan 9 di antaranya masih dalam kategori tidak informatif.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemkan Gunungkidul, Edi Praptono, mengatakan dari hasil monev ini pihaknya akan melakukan evaluasi sebagai upaya meningkatkan keterbukaan informasi publik.

"Tahun ini kita akan mengevaluasi 122 badan publik yang terdiri dari 32 OPD, 18 Kapanewon, dan 72 Kalurahan. Saat ini proses inventarisasi Daftar Informasi Publik (DIP) dan Daftar Informasi yang Dikecualikan (DIK) sedang berlangsung,” ujarnya pada Jumat (16/5/2025) saat Rapat Koordinasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kabupaten Gunungkidul Tahun 2025.

Ia melanjutkan keterbukaan informasi merupakan hak dasar masyarakat sekaligus pilar penting dalam sistem pemerintahan yang demokratis.

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, kita sebagai penyelenggara negara berkewajiban menyampaikan informasi secara terbuka, jujur, dan bertanggung jawab.

"Amanat tersebut juga dijabarkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 11 Tahun 2019 dan diperkuat secara teknis melalui Peraturan Bupati Nomor 54 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi," tambahnya.

Meskipun begitu, dia menyebut monev bukan sekadar ajang penilaian, tetapi cermin kepatuhan terhadap Undang-Undang KIP serta alat untuk memperbaiki kualitas pelayanan informasi publik.

“PPID adalah ujung tombak keterbukaan informasi. Tanggung jawabnya besar karena menyangkut hak publik dan wibawa pemerintahan. Forum seperti ini penting sebagai bagian dari proses monitoring dan evaluasi (monev) keterbukaan informasi publik,” ungkap dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Gunungkidul, Setiyo Hartato, mengatakan pihaknya akan mendorong semua badan publik untuk secara bertahap melengkapi tata kelola informasi sesuai ketentuan yang berlaku.

“Pelan tapi pasti, tata kelola informasi publik harus dibenahi sesuai kemampuan masing-masing OPD, UPT, dan Kapanewon. Inventarisasi data perlu dilakukan agar ke depan arah pengelolaan informasi semakin jelas dan terukur,” kata Setiyo.

Senada dengan itu, Ketua Komisi Informasi Daerah (KID) DIY, Erniati, mengingatkan agar hasil monev tidak disikapi secara pesimistis. Menurutnya, tujuan utama layanan informasi publik bukan semata peringkat, tetapi kebermanfaatan bagi masyarakat luas.

“Hasil monev seharusnya menjadi refleksi atas pelayanan informasi publik kita. Jangan berkecil hati. Goal kita adalah layanan yang memberi kemanfaatan, bukan hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi seluruh pemohon informasi,” tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved