Aliansi Buruh Yogyakarta Desak Pemerintah Lakukan Deteksi Dini Kondisi Perhotelan DIY
Sekjen Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY), Kirnadi mengatakan pekerja memiliki posisi tawar yang sangat rendah, khususnya bagi pekerja kasual.
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Yoseph Hary W
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) mendesak pemerintah untuk melakukan deteksi dini terhadap kondisi perhotelan dan semua sektor usaha di DIY.
Deteksi dini dilakukan untuk memastikan dan mengecek sarana hubungan industrial di perusahaan. Terlebih saat ini industri perhotelan sedang lesu yang berdampak pada pemotongan jam kerja dan perumahan karyawan.
Sekjen Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY), Kirnadi mengatakan pekerja memiliki posisi tawar yang sangat rendah, khususnya bagi pekerja kasual.
Padahal di industri perhotelan di DIY, persentase pekerja kasual bisa mencapai 50 hingga 70 persen.
Deteksi dini tersebut juga bertujuan untuk memastikan pekerja mendapatkan hak-haknya, seperti upah yang layak, jaminan sosial, dan lain-lain. Termasuk untuk melakukan pendataan jumlah pekerja kasual.
“Deteksi dini ini dilakukan secara berkala untuk mengawasi, agar perlindungan tenaga kerja di semua sektor, termasuk perhotelan bisa maksimal. Peran pemerintah memastikan setiap orang yang bekerja dapat upah layak, diperlakukan secara benar, dan kepastian kerja,” katanya, Kamis (15/05/2025).
Menurut dia, semua pekerja, baik itu buruh harian lepas, kontrak, maupun pegawai tetap harus mendapatkan upah yang layak, jaminan kesehatan, jaminan ketenagakerjaan, dan lainnya.
Yang bisa menegakkan peraturan adalah pemerintah. Sedangkan pekerja dan pengusaha merupakan objek dari kebijakan.
“Pekerja hanya bekerja, ketika pengusaha tidak memberikan jaminan kepastian pekerjaan, tidak ada jaminan upah layak, yang dilakukan adalah melaporkan. Aturan itu nggak bisa tegak karena ada laporan saja. Harusnya itu wajib diawasi oleh pemerintah, disnaker salah satu pilar yang menegakkan aturan,” lanjutnya.
Terpisah, Ketua Regional DIY-Jateng Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Indonesia Sektor Perhotelan dan Restoran, Marganingsih mengungkapkan jangankan menjadi pegawai tetap, menjadi pegawai kontrak di perhotelan pun sulit.
Pihaknya pun dalam berbagai kesempatan sudah menyampaikan keluh kesah para pekerja kasual kepada pemerintah. Namun hingga saat ini belum ada solusi.
“Padahal mereka ini sangat riskan, ketika mau berumah tangga, ingin hidup yang lebih baik, mereka itu was-was. Merasa tidak aman, deg-degan, dipakai lagi atau enggak. Pekerja kasual juga pengen jadi pekerja kontrak, tetapi mereka ketakutan, takut nggak bisa bekerja lagi,” ungkapnya.
“Akhirnya ya cuma mereka mencari lowongan kerja terus, yang bisa menerima mereka, sampai akhirnya menemukan tempat yang tepat,” imbuhnya.
Ia pun mendesak pemerintah agar bisa mencari solusi terkait kasualisasi yang terjadi di hotel dan restoran. (maw)
Ada 143 Perlintasan Sebidang yang Tidak Dijaga di Daop 6 Yogyakarta |
![]() |
---|
MTsN 6 Kulon Progo Inisiasi Penggunaan Bahasa Jawa Tiap Kamis Pon, Lestarikan Budaya Lokal |
![]() |
---|
Sinopsis Khemjira The Series 2025: Kisahkan Teror Roh Ramphueng, Budaya Isan hingga Perjuangan Cinta |
![]() |
---|
Prabowo Tetapkan IKN Jadi Ibu Kota Politik 2028, Begini Rencana Pembangunannya |
![]() |
---|
6 Arti Pertanda Mendengar Suara Lonceng di Tengah Malam Menurut Primbon Jawa dan Tafsir Modern |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.