Kadin DIY Catat Ada Beberapa Sektor yang Berpotensi Lakukan PHK pada Karyawan

Sektor yang terancam melakukan PHK adalah sektor pariwisata, khususnya di perhotelan, tekstil, serta kerajinan dan mebel.

Tribun Jogja/ Christi Mahatma Wardhani
Wakil Ketua Kadin DIY Bidang Advokasi dan Regulasi, Irsyad Thamrin (kiri), Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY Bidang Ketenagakerjaan, Timotius Apriyanto (tengah), dan Ketua Bidang Pengembangan Penelitian dan Pendidikan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Yogyakarta, Amirullah Setya Hardi memaparkan kondisi ketenagakerjaan di DIY. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY mencatat ada sejumlah sektor yang berpotensi melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada karyawan di DIY.

Wakil Ketua Kadin DIY Bidang Advokasi dan Regulasi, Irsyad Thamrin, mengatakan sektor yang terancam melakukan PHK adalah sektor pariwisata, khususnya di perhotelan, tekstil, serta kerajinan dan mebel.

“Meski kami lihat belum masif, tetapi perlu diantisipasi. Jangan sampai kebijakan ini tidak dikonsultasikan dengan pelaku usaha, stakeholder lain, sehingga memberikan dampak kerugian ekonomi sosial,” katanya, Rabu (14/05/2025).

“Kami mencatat potensi PHK di DIY ini, di perhotelan, tekstil, dan kemarin kami berdiskusi dengan teman-teman kerajinan dan mebel, karena ada kenaikan pajak di Amerika ini berdampak pada ekspor dari DIY,” sambungnya.

Ia melanjutkan Kadin DIY siap memberikan pendampingan hukum, baik untuk pekerja maupun pelaku usaha.

Harapannya, Kadin DIY bisa menjadi jembatan antara pelaku usaha dan pekerja.

“Menjadi katalisator, jembatan komunikasi. Sebelum tripartit, harapannya Kadin bisa menjadi mediator sengketa itu (hubungan industrial),” lanjutnya.

Baca juga: Kadin DIY Bentuk Komite Ketangguhan Ekonomi Yogyakarta

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY Bidang Ketenagakerjaan, Timotius Apriyanto, menerangkan pada tahun 2024 lalu, jumlah PHK di DIY sekitar 1.779. Ia khawatir PHK di DIY tahun ini bisa lebih besar dari tahun 2024 lalu.

Dari sektor perhotelan, ada penurunan okupansi 40 hingga 50 persen.

Dampaknya, perhotelan melakukan pengurangan jam kerja karyawan hingga unpaid leave.

Sementara dari setor pertekstilan dan garmen, ia menyebut ada 70 persen IKM yang situasinya sedang tidak baik-baik saja.

“Ada 16 industri besar dan ratusan industri kecil menengah di DIY, sekitar 30 persen masih sehat, 70 persen baik yang orientasi global dan domestik situasinya tidak baik-baik saja. Perusahaan yang masih bertahan ini adalah perusahaan besar yang memiliki high value product,” ujarnya.

“Perusahaan ini masih menggantungkan ekspornya ke Amerika Serikat. Sekarang ekspornya menurun, jika tahun 2025 ini terus menurun, maka akan berakibat ke sektor ketenagakerjaan juga,” terangnya.

Ketua Bidang Pengembangan Penelitian dan Pendidikan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Yogyakarta, Amirullah Setya Hardi mengungkapkan pertumbuhan ekonomi DIY pada kuartal I 2025 tumbuh sebesar 5,11 persen (yoy).

Meski tumbuh positif, bahkan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional, namun kinerja perdagangan internasional DIY mengalami penurunan.

Neraca perdagangan DIY pada Maret 2025 sebesar US$ 31,73 juta, turun 2,6 persen dibandingkan Februari 2025 yang saat itu sebesar US$ 32,6 juta.

Secara tahunan, neraca perdagangan DIY turun 6,78 persen, dimana pada Maret 2024 mengalami surplus 34,04 juta.

“Untuk meningkatkan kinerja perdagangan internasional adalah dengan ekspor. Sementara ekspor DIY yang terbesar dari industri pengolahan, dan menjadi penyerap tenaga kerja terbesar. Memang kalau data BPS itu terbesar pertanian yaitu 24 persen, tetapi mungkin itu informal. Kalau sektor formal, penyerapan terbesar adalah industri pengolahan 16 persen,” terangnya.

“Dari 2,17 juta orang yang bekerja di DIY, terdapat 42,21 persen yang bekerja sebagai buruh atau pegawai dan sekitar 18,37 persen berusaha sendiri. Artinya terdapat lebih dari 1 juta tenaga kerja yang memiliki potensi terganggu aktivitas pekerjaannya ketika ketidakpastian dan perlambatan ekonomi benar-benar mempengaruhi perekonomian DIY,” imbuhnya. (*)

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved