Dosen UGM: RUU Penyiaran Multitafsir, Perlu Ditinjau Ulang
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Rahayu, M.Si., MA menyebut beberapa poin dalam RUU Penyiaran perlu dipertimbangkan kembali
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Draft revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran mulai menjadi sorotan publik terutama di sejumlah kebijakan untuk mengatur siaran di berbagai saluran, termasuk platform digital.
Meski perubahan terhadap UU Penyiaran memang sudah seharusnya dilakukan mengingat masifnya perkembangan teknologi dan industri siaran.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Rahayu, M.Si., MA menyebut beberapa poin dalam RUU Penyiaran perlu dipertimbangkan kembali terkait kewenangan yang berlebihan bagi lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Saya lihat ada indikasi KPI ini akan jadi lembaga superpower, semuanya diatur,” tutur Rahayu, Senin (5/5/2025).
Salah satu klausul yang perlu diperhatikan adalah Pasal 50B tentang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Pasal tersebut tidak menjelaskan makna eksklusif yang dimaksud, sehingga dapat berpotensi multitafsir.
Menurut Rahayu, ada irisan dengan wewenang jurnalistik, di mana pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pers Pasal 4 Ayat 2 yang menyebutkan bahwa pers nasional tidak boleh dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran.
Selanjutnya, Rahayu menyoroti definisi RUU Penyiaran terhadap konten siaran. Pada Pasal 7 Ayat 1 dan Pasal 8A Ayat 1 disebutkan bahwa KPI berfungsi menyelenggarakan pengaturan dan pengawasan terhadap isi siaran dan konten siaran.
Sedangkan, konten siaran yang dimaksud merujuk pada materi siaran digital yang diproduksi oleh platform digital sebagai pelaku usaha, baik perorangan atau lembaga. Ia menyebut, pasal ini menimbulkan kebingungan terhadap posisi perseorangan dan lembaga yang terlihat disamakan.
“Seharusnya perseorangan dengan lembaga tidak disamakan. Lembaga bisa berbadan hukum, perseorangan kan tidak,” ujar Rahayu.
Di RUU tersebut tidak ada penjelasan mengenai bagaimana bentuk pengawasan yang akan dilaksanakan oleh KPI.
Mengingat konten-konten digital saat ini bertumbuh cepat dan masif setiap harinya.
Padahal perihal konten sendiri sudah diatur oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan perusahaan platform digital.
Ada usulan menarik dalam Draft RUU Penyiaran, salah satunya Pasal 7 Ayat 3 yang menyebut kewenangan KPI untuk membentuk KPI daerah.
UGM Jadi Runner Up Genera-Z Berbakti, Implementasikan Keilmuan di Desa Wisata Binaan BCA |
![]() |
---|
UGM Buka Suara tentang Pejabat Kampus yang Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Biji Kakao Fiktif |
![]() |
---|
Bendera One Piece Viral, Dosen UGM: Bentuk Kekecewaan Masyarakat |
![]() |
---|
Pernyataan Tegas Paku Alam X, Pemda DIY Dukung UGM Koordinasikan Program Afirmasi Pendidikan |
![]() |
---|
Apa Kata Dosen Hukum UGM Soal Pemberian Amnesti dan Abolisi Terdakwa Korupsi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.