Program MBG di SMKN 4 Yogyakarta Dikeluhkan, dari Makanan Basi hingga Ganggu Aktivitas Sekolah

Meskipun secara teknis berjalan, kualitas makanan yang dibagikan kepada sekitar 1.200 siswa justru menjadi sumber keluhan utama.

Dok.Tribun Jogja
Pembagian Makan Bergizi Gratis (MBG) di SMKN 4 Yogyakarta. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah untuk meningkatkan gizi siswa sekolah menengah justru menimbulkan persoalan baru di SMK Negeri 4 Yogyakarta.

Selain makanan yang tak layak konsumsi seperti basi, hingga temuan ulat dalam paket makan, program ini juga dinilai membebani operasional sekolah dan mengganggu kegiatan belajar mengajar.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMKN 4 Yogyakarta, Widiatmoko Herbimo, menuturkan bahwa secara administratif, program MBG di sekolahnya masih berjalan hingga hari ini.

Namun pelaksanaannya kerap dihentikan sementara karena berbagai kondisi di sekolah, seperti saat siswa harus mengikuti kegiatan luar ruangan atau pembelajaran jarak jauh.

“Ya, sempat berhenti tapi bukan karena dihentikan oleh pemerintah, melainkan kami yang minta. Misalnya ada kegiatan di sekolah atau siswa belajar daring, kami minta untuk tidak dibagikan dulu, tapi keesokan harinya jalan lagi,” ujar Widiatmoko, Senin (5/5/2025).

Meskipun secara teknis berjalan, kualitas makanan yang dibagikan kepada sekitar 1.200 siswa justru menjadi sumber keluhan utama.

Widiatmoko mengungkapkan bahwa dalam beberapa kesempatan, sekolah menerima makanan yang dalam kondisi tidak layak konsumsi. Beberapa ditemukan dalam keadaan basi, buah-buahan yang sudah busuk, serta nasi dan lauk yang terdapat ulat.

"Katanya sih dari penyedia, itu justru bagus karena tidak pakai pestisida. Tapi kan tetap saja, masak ada ulatnya terus dimakan?” ujarnya.

“Itu baru saja, dua atau tiga hari lalu. Saya punya fotonya. Cuma satu memang, tapi ini bukan pertama kalinya. Mungkin sudah 6 atau 7 kali kejadian seperti itu,” tambahnya.

Baca juga: Kata Wali Kota Yogyakarta soal Distribusi MBG di Kotagede yang Mandek Beberapa Waktu

Pihak sekolah sendiri menyatakan telah menyampaikan berbagai keluhan tersebut kepada penyedia makanan.

Namun karena distribusi makanan dilakukan dalam jumlah besar dan dalam waktu terbatas, kualitas dan pengawasan tidak bisa dijamin merata. 

“Kami sudah laporkan ke penyedia. Bahkan kami punya grup khusus untuk menampung keluhan dan masukan. Tapi ya tetap saja kejadian serupa berulang. Jumlah siswanya banyak, jadi mungkin kontrolnya tidak maksimal,” kata Widiatmoko.

Lebih lanjut, Widiatmoko menilai bahwa pelaksanaan MBG justru menambah beban pekerjaan administratif bagi pihak sekolah.

Ia mencontohkan, waktu jeda makan bisa mencapai empat sampai enam jam, karena harus menunggu makanan datang, dibagikan, dan dicek ulang.

Hal ini mengganggu tugas-tugas utama staf dan guru.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved