Nasib Pedagang dan Jukir di TKP Abu Bakar Ali yang Bakal Dibongkar
Pengelola Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA), Doni Rulianto, mengonfirmasi perpanjangan masa kontrak pengelolaan hingga 13 Mei 2025.
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Joko Widiyarso
TRIBUNJOGJA.COM - Jelang pembongkaran Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA), ada nasib sejumlah orang yang dipertaruhkan.
Yang terkini, pengelola Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA), Doni Rulianto, mengonfirmasi perpanjangan masa kontrak pengelolaan hingga 13 Mei 2025.
Perpanjangan ini menjadi angin segar bagi para pelaku usaha dan warga yang selama ini menggantungkan nafkah di kawasan tersebut, meski masa tambahan hanya berlaku selama 15 hari.
Doni menyampaikan bahwa dirinya mendapat kabar perpanjangan kontrak pada Senin (28/4/2025) dari Dinas Perhubungan DIY.
Setelahnya, ia diundang dalam pertemuan yang membahas kelanjutan pengelolaan TKP ABA.
"Dalam pertemuan itu disampaikan, pertama, kontrak diperpanjang sampai 13 Mei. Kedua, dinas terkait masih melakukan koordinasi untuk mencarikan jalan keluar terbaik bagi warga yang ada di Abu Bakar Ali," ujar Doni.
Menurut Doni, perpanjangan kontrak ini merupakan perpanjangan ketiga sejak masa kerja sama antara pihaknya dan Pemda DIY secara resmi berakhir pada 13 April 2025.
Perpanjangan pertama dilakukan hingga 28 April, kemudian kembali diperpanjang hingga pertengahan Mei.
"Kontraknya tetap sama, masih dengan Dishub DIY. Seperti sebelumnya, hanya durasinya saja yang kini ditambah 15 hari lagi," katanya.
Meski belum mendapat kepastian lanjutan setelah tanggal 13 Mei, Doni mengaku tetap bersyukur.
Baginya, tambahan waktu ini memberi kesempatan bagi para pelaku usaha untuk tetap mencari nafkah.
"Teman-teman bisa beraktivitas kembali. Meskipun hanya 15 hari, saya tetap bersyukur. Warga masih bisa melanjutkan aktivitas dan mencukupi kebutuhan sehari-hari," ujarnya.
Terkait alasan perpanjangan kontrak, Doni enggan berspekulasi.
Ia menyarankan agar pertanyaan teknis maupun kebijakan lebih lanjut ditujukan langsung kepada pihak pemerintah daerah.
Hingga saat ini, pihaknya belum mendapatkan informasi resmi terkait rencana relokasi atau skema jangka panjang pasca-perpanjangan ini.
"Kalau alasannya apa, saya kurang tahu pasti. Itu monggo ditanyakan ke dinas. Yang jelas, kami hanya mengikuti arahan dan menjalankan kewajiban sesuai kontrak," ucap Doni.
Doni menambahkan, belum ada arahan atau komunikasi baru dari Pemda DIY terkait masa depan pengelolaan TKP ABA setelah 13 Mei mendatang.
Ia berharap Pemda bisa memberikan kepastian agar para pelaku usaha tidak terus-menerus berada dalam ketidakpastian.
Perlu waktu
Sebelumnya, Sekretaris Daerah DIY Beny Suharsono menyampaikan bahwa perpanjangan ini dilakukan lantaran proses penataan kawasan ABA masih memerlukan waktu.
Ia juga menyebutkan bahwa lokasi relokasi tengah disiapkan, namun belum bisa disampaikan secara rinci.
"Kerja sama (kontrak pengelolaan) kan harus diperbarui lagi," ujar Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono, ketika ditemui di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Rabu (30/4/2025).
Beny tidak menjelaskan secara rinci alasan perpanjangan kontrak tersebut.
Ia hanya menyampaikan bahwa proses relokasi penghuni di TKP ABA masih membutuhkan waktu dan koordinasi antarinstansi terkait.
“(Perpanjangan sewa) mungkin itu teknisnya ya,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Pemda DIY telah menyiapkan beberapa lokasi alternatif bagi para pedagang dan pelaku usaha di kawasan ABA.
Namun, hingga kini belum ada kepastian mengenai tempat yang akan digunakan sebagai lokasi relokasi.
“Tempat seperti (parkir) Ketandan dan sebagainya. Jadi belum bisa matur (sampaikan) tempatnya di mana,” katanya.
Dengan adanya perpanjangan ini, proses penataan kawasan TKP ABA dipastikan kembali mundur.
Meski begitu, di tengah ketidakpastian, Doni dan para pelaku usaha memilih untuk tetap menjalani aktivitas seperti biasa, sembari menanti kejelasan dari pemerintah daerah.
Mengapa TKP ABA dibongkar?
Sebelumnya, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY tengah merancang perubahan signifikan di kawasan pusat kota.
Lahan bekas Tempat Parkir Khusus (TKP) Abu Bakar Ali (ABA), yang selama ini menjadi kantung parkir kendaraan wisatawan, akan diubah menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Transformasi ini bukan hanya soal estetika ruang kota, melainkan bagian dari upaya besar menjaga warisan budaya dan lingkungan di kawasan Sumbu Filosofi, yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia.
Menurut Kepala DLHK DIY, Kusno Wibowo, kawasan eks TKP ABA menjadi salah satu lokasi yang diidentifikasi sebagai titik strategis dalam pengembangan Sumbu Filosofi sebagai kawasan budaya yang berkelanjutan.
DLHK telah memulai penyusunan perencanaan dasar pada 2024, dan tahun ini akan menjadi titik awal penting untuk memulai tahapan perancangan teknis.
“Kami dari DLHK DIY, pada tahun kemarin, baru menyusun rencana terkait Ruang Terbuka Hijau (RTH) di eks Parkir ABA, kawasan Sumbu Filosofi, ini sebagai bagian dari upaya untuk menunjang pengembangan kawasan Sumbu Filosofi yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia,” ujar Kusno, Kamis (17/4/2025).
Hingga pertengahan April ini, DLHK masih berada pada tahap identifikasi dan pendetailan konsep rancangan lahan.
Penyusunan Detail Engineering Design (DED) direncanakan akan diajukan melalui skema perubahan anggaran Dana Keistimewaan (DAIS) tahun 2025.
“Kita usulkan dulu, kita awali dengan DED-nya di tahun ini, pada perubahan anggaran pertama, sekitar April–Mei, mudah-mudahan sudah selesai. Setelah DED-nya selesai disusun, baru nanti kita lihat kemungkinan pembangunan fisiknya. Apakah tahun ini bisa nyandak, atau mungkin tahun 2026,” jelas Kusno.
Ruang Terbuka Hijau yang dirancang di lahan seluas kurang lebih 7.000 meter persegi ini tidak hanya akan menjadi kawasan hijau biasa.
Dalam rancangannya, DLHK merumuskan fungsi ekologis, sosial, kultural, dan edukatif dalam satu kesatuan ruang yang merepresentasikan keistimewaan Yogyakarta.
RTH ini dirancang sebagai penanda kawasan budaya sekaligus ruang hidup bagi manusia dan satwa lokal.
“RTH ini nantinya juga akan menjadi salah satu penanda keistimewaan Yogyakarta, sekaligus sebagai bagian dari kawasan Warisan Budaya Dunia. Fungsi lainnya yaitu sebagai penyeimbang iklim mikro—karena di dalamnya juga akan ada zona alam—dan sebagai ruang interaksi, ruang rekreatif yang inklusif dan ramah anak,” papar Kusno.
Rencananya, kawasan akan dibagi ke dalam tiga zona utama: zona publik, zona sosial, dan zona alam.
Kawasan ini dirancang untuk dapat menampung hingga seribu pengunjung dalam kondisi penuh, dengan tutupan hijau ditargetkan mencapai 50 hingga 55 persen dari total area.
Salah satu aspek penting dari rancangan ini adalah pelestarian biodiversitas kawasan.
DLHK telah mengidentifikasi keberadaan satwa lokal, terutama burung, yang selama ini hidup di sepanjang Sumbu Filosofi.
Oleh sebab itu, vegetasi yang ditanam tidak hanya ditujukan untuk keindahan lanskap, tetapi juga sebagai habitat yang layak bagi fauna endemik.
“Kami sudah mengidentifikasi bahwa di kawasan Sumbu Filosofi ini ada beberapa jenis satwa, terutama burung, yang memerlukan habitat. Nah, pohon-pohon besar itu penting sebagai tempat hidup mereka,” kata Kusno.
Jenis pohon yang akan ditanam pun tidak sembarangan. DLHK berencana memilih tanaman endemik Yogyakarta dan spesies yang memiliki nilai filosofi, sejalan dengan karakter budaya kawasan. Pemilihan vegetasi tersebut akan dimasukkan dalam penyusunan DED dan akan menjadi bagian penting dari narasi desain kawasan.
“Oh iya, tentu. Nantinya akan direncanakan ada tanaman endemik khas Yogyakarta atau pohon-pohon yang memiliki nilai filosofis. Itu akan masuk dalam DED dan menjadi bagian dari konsep desain vegetasinya,” tambahnya.
Perizinan Kekancingan dan Relokasi Parkir
Pengalihan fungsi lahan dari TKP menjadi RTH memerlukan proses legalitas baru.
Sebelumnya, lahan tersebut disewakan kepada CV ABA Yogyakarta sejak 2022 dan digunakan sebagai tempat parkir wisata dengan sistem perjanjian sewa yang diperpanjang setiap tahun.
Pada 2025, kontrak sewa pengelolaan aset TKP ABA di perpanjangan sampai 28 April 2025.
Proses kekancingan ulang tersebut melibatkan pengukuran teknis oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPTR) serta persetujuan dari pihak Kraton Ngayogyakarta sebagai pemilik lahan.
Sementara itu, bangunan knock down dari eks TKP ABA akan dipindahkan ke TKP Ketandan.
Fungsi parkir juga dialihkan ke sejumlah titik lain seperti Ngabean, Senopati, dan Terminal Giwangan yang dirancang menjadi terminal wisata terpadu.
Seluruh proses perancangan dan pembangunan RTH ini direncanakan menggunakan Dana Keistimewaan.
Namun, Kusno menyebut besaran anggaran yang dibutuhkan belum dapat dipastikan sebelum DED rampung.
“Soal besaran anggaran, nanti akan disesuaikan dengan hasil DED-nya. Jadi kami belum bisa menyebut angka pasti sekarang, karena itu tergantung hasil perhitungan teknis DED. Supaya tidak menimbulkan perbedaan data atau informasi keliru, lebih baik nanti menunggu hasilnya,” tandasnya.
Jamin Keselamatan Perjalanan, KAI Daop 6 Yogyakarta Lakukan Management Safety Walkthrough |
![]() |
---|
Luas Tanah Keraton Yogyakarta yang Dipakai Jalan Tol Jogja-Bawen-Solo |
![]() |
---|
Pemkot Yogyakarta Terus Berupaya Tekan Volume 70 Ton Sampah Per Hari |
![]() |
---|
PDIP Kota Yogya Kumpulkan Rp25 Juta Uang Koin, Siap Dibawa ke Jakarta Saat Sidang Hasto Kristiyanto |
![]() |
---|
Minimalisir Volume Sampah Menuju UPS, Pemkot Yogyakarta Kebut Upaya Pemilahan di Depo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.