MBG Jogja Tersendat, Saran Ekonom UGM: Prioritaskan Daerah dengan Food Insecurity Tinggi

Agar lebih efektif, Wisnu menyarankan agar pemerintah memprioritaskan daerah dan sekolah dengan tingkat food insecurity tertinggi.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
Tribunjogja.com/Ahmad Syarifudin
PRIORITAS: Foto dok ilustrasi MBG. Pengamat ekonomi menyarankan agar pemerintah memprioritaskan daerah dan sekolah dengan tingkat food insecurity tertinggi untuk menerima MBG. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sebanyak 12 sekolah di Kota Yogyakarta tidak lagi menerima program Makan Bergizi Gratis (MBG) karena Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kotagede tak lagi beroperasi.

Informasi terakhir yang diterima, penghentian itu disebabkan oleh masalah administrasi.

Koordinator Bidang Kajian Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan (EQUITAS), Wisnu Setiadi Nugroho menjelaskan, program itu sebenarnya bisa memberikan manfaat siginifikan, jika dijalankan tepat sasaran, seperti fokus pada kelompok rentan.

Ia menyebutkan program MBG berpotensi meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui perbaikan gizi dan kesehatan anak.

Data Journal of the Academy of Nutrition and Dietetics 2023 melaporkan bahwa anak-anak yang menerima makanan gratis berpeluang lebih tinggi memiliki ketahanan pangan dan kesehatan yang lebih baik.

Meski memiliki manfaat, program MBG juga menghadapi tantangan besar, terutama dalam aspek distribusi dan pengadaan bahan makanan.

Wisnu mengungkapkan bahwa program berskala nasional ini berisiko mengalami pemborosan karena sifatnya yang universal, di mana anak-anak dari keluarga mampu juga menerima manfaatnya meskipun tidak membutuhkannya.

“Selain itu, pemantauan kualitas makanan juga menjadi tantangan tersendiri. Sulit untuk memastikan bahwa setiap makanan yang disajikan benar-benar memenuhi standar gizi dan kualitas yang ditetapkan,” kata dia.

Agar lebih efektif, Wisnu menyarankan agar pemerintah memprioritaskan daerah dan sekolah dengan tingkat food insecurity tertinggi.

Dengan anggaran yang terbatas, program ini sebaiknya difokuskan pada anak-anak dari keluarga kurang mampu terlebih dahulu.

“Solusi lainnya adalah dengan memberikan subsidi bahan pangan bagi keluarga miskin, voucher makanan, atau insentif bagi sekolah untuk menyediakan makanan bergizi dengan pendanaan yang lebih fleksibel,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran program ini. Salah satu cara untuk memastikan efektivitas anggaran adalah melalui audit independen serta keterlibatan masyarakat dalam pengawasan.

“Pendekatan desentralisasi bisa menjadi strategi yang lebih efektif karena pemerintah daerah lebih memahami kebutuhan wilayahnya dan dapat memberdayakan UMKM lokal dalam penyediaan bahan pangan,” tutup Wisnu. (Ard)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved