Berita Viral

VIRAL Dugaan Eksploitasi Pemain Sirkus OCI Taman Safari, Pelanggaran HAM Sejak Era 70-an

Viral pengakuan mantan pemain sirkus OCI Taman Safari Indonesia menjadi korban eksploitasi. Begini kisahnya.

AI Generator ChatGPT
Ilustrasi foto dugaan eksploitasi pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) Taman Safari Indonesia. Foto ilustrasi merupakan hasil olah kecerdasan buatan (AI) pada Rabu (16/4/2025) via ChatGPT. 

TRIBUNJOGJA.COM - Cerita kelam eksploitasi di balik panggung sirkus Taman Safari Indonesia menyita perhatian warga internet (warganet), Rabu (16/4/2025).

Unggahan pemilik akun media sosial X (dulu Twitter) @rgoestama pada Rabu (16/4/2025) pukul 07:44 WIB membagikan berita yang dirilis Kompas.com, Selasa (15/4/2025), berjudul “Nestapa Pemain Sirkus OCI Taman Safari: Dirantai, Disetrum, hingga Dipisahkan dengan Anak” pun viral, dilihat lebih dari 108.900 orang saat artikel ini ditulis.

Apa yang terjadi?

Diwartakan Kompas.com, Selasa, kisah kelam eksploitasi para pemain sirkus Taman Safari Indonesia terungkap ketika mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) melakukan audiensi dengan Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM), Selasa (15/4/2025).

Para perempuan mantan pemain sirkus OCI mengungkapkan, selama menjadi pemain sirkus mereka mengalami penyiksaan.

Ada yang dipukul, dirantai, dikurung di kandang hewan, disetrum, dipaksa bekerja saat sedang hamil, dipasung, dan lain-lain.

Muncul dugaan kasus kekerasan terhadap para pemain sirkus sudah berlangsung sejak era tahun 70-an.

Kasus ini pernah dilaporkan ke polisi pada 1997 namun akhirnya tidak dilanjutkan karena disebut kurang bukti.

Komentar Taman Safari Indonesia

Manajemen Taman Safari Indonesia sudah buka suara terkait dugaan eksploitasi pemain sirkus OCI.

Menurut manajemen Taman Safari Indonesia, masalah tersebut melibatkan individu tertentu dan pihak Taman Safari tidak memiliki keterikatan hubungan bisnis dengan mantan pemain sirkus OCI.

“Taman Safari Indonesia Group sebagai perusahaan ingin menegaskan bahwa kami tidak memiliki keterkaitan, hubungan bisnis, maupun keterlibatan hukum dengan eks pemain sirkus yang disebutkan dalam video tersebut,” kata Manajemen Taman Safari Indonesia dalam keterangan resmi, dikutip Tribunjogja.com dari Kompas.com.

Manajemen Taman Safari Indonesia menegaskan bahwa pihaknya merupakan badan usaha berbadan hukum yang berdiri secara independen dan tidak terafiliasi dengan pihak yang dimaksud. 

“Kami menilai bahwa permasalahan tersebut bersifat pribadi dan tidak ada kaitannya dengan Taman Safari Indonesia Group secara kelembagaan,” lanjut Manajemen Taman Safari Indonesia. 

Manajemen Taman Safari Indonesia menegaskan bahwa hak setiap individu untuk menyampaikan pengalaman pribadinya. 

Mereka berharap berharap nama dan reputasi Taman Safari Indonesia Group tidak disangkutpautkan dalam dugaan eksploitasi pemain sirkus.

“Kami berkomitmen untuk menjalankan kegiatan usaha dengan mengedepankan prinsip Good Corporate Governance (GCG), kepatuhan hukum, serta etika bisnis yang bertanggung jawab,” jelas Manajemen Taman Safari Indonesia.

 “Kami mengajak masyarakat untuk bersikap bijak dalam menyikapi informasi yang beredar di ruang digital dan tidak mudah terpengaruh oleh konten yang tidak memiliki dasar fakta maupun keterkaitan yang jelas,” tegas Manajemen Taman Safari Indonesia.

Kesaksian Ida

Sejumlah pemain sirkus korban eksploitasi angkat bicara dalam audiensi bersama Kementerian HAM, Selasa (15/4/2025), salah satunya Ida.

Diwartakan Kompas.com, Ida yang kini duduk di kursi roda menceritakan pengalaman pahitnya saat tampil di Lampung, ketika ia tidak mendapatkan pertolongan dan harus menahan rasa sakit untuk waktu yang lama.

“Saya mengalami jatuh dari ketinggian saat show (tampil dalam pertunjukan) di Lampung,” ungkap Ida, dikutip Tribunjogja.com dari Kompas.com.

“Setelah jatuh, saya tidak langsung dibawa ke rumah sakit,” imbuhnya.

“Setelah pinggang saya mulai bengkak, barulah saya dibawa ke rumah sakit dan ternyata saya patah tulang. Tidak lama kemudian saya dibawa ke Jakarta dan dioperasi,” ungkap Ida.

Dari peristiwa tersebut, Ida lantas dipertemukan dengan orang tua kandungnya.

“Dari situ, saya akhirnya dipertemukan dengan orang tua saya,” tutur Ida, dengan suara bergetar.

Kesaksian Butet

Mantan pemain sirkus lainnya yang turut angkat bicara adalah Butet.

Selama menjadi pemain sirkus, Butet sering mendapatkan perlakuan kasar bahkan saat ia sedang mengandung anaknya.

“Kalau main saat show tidak bagus, saya dipukuli,” kata Butet.

“Pernah dirantai pakai rantai gajah di kaki, bahkan untuk buang air saja saya kesulitan,” ungkapnya.

“Saat hamil pun saya dipaksa tetap tampil. Setelah melahirkan, saya dipisahkan dari anak saya, saya tidak bisa menyusui,” tutur Butet.

Tak hanya itu, Butet juga pernah dipaksa makan kotoran gajah hanya karena kedapatan mengambil daging empal.

“Saya juga pernah dijejali kotoran gajah hanya karena ketahuan mengambil daging empal,” ungkap Butet sambil menahan tangis.

Selama hidupnya, Butet tidak mengetahui siapa dirinya.

Ia tidak tahu siapa nama aslinya, usianya, dan siapa keluarga kandungnya.

Butet hidup tanpa mengenal identitas. Hal ini menjadi luka batin yang hingga kini masih dibawanya.

“Saya tidak tahu identitas saya, nama, keluarga, dan bahkan usia saya,” kata Butet.

Kesaksian Fifi

Fifi adalah anak kandung Butet. Nasib Fifi mirip seperti Butet.

Sejak lahir, Fifi dibesarkan di lingkungan sirkus tanpa mengetahui siapa orangtuanya. 

Diwartakan Kompas.com, rupanya, Fifi diambil oleh salah satu bos OCI saat ia baru lahir. 

Butet mengaku menyerahkan Fifi untuk diasuh orang lain karena belum memiliki kehidupan yang layak.

Ketika Fifi beranjak dewasa, ia baru sadar bahwa Butet adalah ibunya.

Kehidupan Fifi di lingungan sirkus sama ngerinya dengan Butet. Fifi bahkan pernah dikurung di kandang macan.

Hidup di lingkungan sirkus dengan berbagai siksaan membuat Fifi tak betah dan sempat kabur, meskipun akhirnya ia ditemukan lagi oleh pihak sirkus.

“Saya sempat diseret dan dikurung di kandang macan, susah buang air besar. Saya nggak kuat, akhirnya saya kabur lewat hutan malam-malam, sampai ke Cisarua,” ungkapnya.

“Waktu itu sempat ditolong warga, tapi akhirnya saya ditemukan lagi,” ujar Fifi.

Usai kabur dan kembali ditangkap, siksaan yang dihadapi Fifi semakin ngeri, bahkan berkali-kali lebih kejam dari sebelumnya.

“Saya diseret, dibawa ke rumah, terus disetrum. Kelamin saya disetrum sampai saya lemas. Rambut saya ditarik, saya ngompol di tempat, lalu saya dipasung,” ungkap Fifi dengan suara lirih.

Pernah lapor polisi pada 1997

Muhammad Soleh, selaku pengacara para korban mengungkapkan, salah satu kliennya, Fifi, sempat melaporkan dugaan pelanggaran HAM ke Mabes Polri pada 1997, dengan sangkaan pelanggaran Pasal 277 KUHP tentang penghilangan asal-usul. 

Namun, kasus tersebut dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti. 

“Dulu Bu Fifi pernah melaporkan ke Mabes Polri tentang penghilangan asal-usul, tapi akhirnya SP3 dikeluarkan. Alasannya, bukti tidak ada,” ungkap Soleh usai melaporkan kasus ini ke Kementerian HAM, Selasa (15/4/2025). 

“Kami bingung, karena dari 16 korban yang kami dampingi, hingga hari ini baru lima orang yang berhasil menemukan orang tua mereka, itu pun hasil usaha pribadi. Sementara 11 orang lainnya masih belum mengetahui siapa orang tua kandung mereka,” tutur Soleh, dikutip Tribunjogja.com dari Kompas.com.

Komentar Kementerian HAM

Wakil Menteri HAM Mugiyanto memastikan akan segera memanggil manajemen Taman Safari Indonesia dalam waktu dekat.

“Setelah kami mendengar laporan dari para korban, kami juga akan mengupayakan untuk mendapatkan informasi dari pihak yang dilaporkan sebagai pelaku tindak kekerasan. Kami akan lakukan secepatnya,” katanya, dikutip dari Kompas.com.

Menurutnya, langkah tersebut harus segera diambil untuk memastikan tidak ada lagi praktik serupa.

“Karena salah satu upayanya memang mencegah supaya praktik seperti sekarang ini tidak terjadi lagi. Dan itu harus cepat,” tutur Mugiyanto.

“Mudah-mudahan dalam minggu-minggu ke depan kita sudah bisa lakukan,” ujarnya.

Pemanggilan Taman Safari Indonesia, kata dia, juga bertujuan untuk mengawal rekomendasi dari Komnas HAM yang hingga kini belum ditindaklanjuti oleh pihak Taman Safari Indonesia. 

“Kami berharap semua pihak comply, patuh terhadap aspek-aspek asasi manusia. Karena Kementerian HAM ada untuk memastikan semua pihak, baik pemerintah, swasta, hingga dunia usaha, patuh pada norma HAM,” ucap Mugiyanto.

Ia menyadari bahwa tantangan hukum dalam kasus ini cukup berat, mengingat sebagian besar peristiwa dugaan eksploitasi pemain sirkus terjadi pada era 70-an hingga 80-an.

Saat itu, merupakan era ketika Undang-Undang HAM belum ada di Indonesia. 

Meski demikian, Mugiyanto menegaskan hukum tetap bisa menjerat pelaku jika ditemukan unsur pidana. 

“Memang ini kasus lama. Pada masa itu, kita belum punya Undang-Undang HAM. Namun, bukan berarti tindak pidana yang terjadi tidak bisa dihukum. Kita sudah punya KUHP sejak Indonesia merdeka,” tukasnya.

(Tribunjogja.com/Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved