Sertifikasi dan Labeling Bisa Jadi Unggulan Produk Peternakan di Tengah Gempuran Impor

Sertifikasi mencerminkan komitmen terhadap standar mutu dan membuka peluang pasar yang lebih luas, termasuk ekspor.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA/Ardhike Indah
SERTIFIKASI - Fapet UGM Menyapa membahas tentang sertifikasi dan labeling yang bisa meningkatkan keunggulan produk peternakan, Senin (14/4/2025) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Produk peternakan seperti susu, daging, telur, dan olahannya kini semakin diminati oleh konsumen, baik dari dalam maupun luar negeri.

Hal ini tercermin dari meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat dari tahun ke tahun.

Sebagai contoh, konsumsi ayam pada tahun 2020 tercatat sebesar 11,6 kg/kapita, dan meningkat menjadi 13,5 kg/kapita pada tahun 2023.

Namun, meningkatnya permintaan ini harus diimbangi dengan jaminan keamanan dan mutu produk yang hanya dapat dipastikan melalui sistem sertifikasi yang terpercaya.

Prof. Dr. Ir. Tri Anggraeni Kusumastuti, S.P., M.P., IPM, dari Laboratorium Agrobisnis Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan sertifikasi produk olahan peternakan menjadi tolok ukur penting untuk menjamin bahwa produk yang dikonsumsi masyarakat telah memenuhi standar keamanan pangan, higienitas, dan keberlanjutan proses produksi.

Ia mengatakan, langkah ini penting karena produk olahan peternakan merupakan bagian dari konsumsi harian masyarakat.

“Tanpa pengawasan yang baik dalam proses produksi dan kebersihan, risiko munculnya penyakit zoonosis atau gangguan kesehatan akibat kontaminasi mikroba sangat besar,” kata dia dalam Fapet Menyapa, Senin (14/4/2025).

Dijelaskannya, sertifikasi produk bukan sekadar formalitas administratif bagi produsen.

Baca juga: Teka-teki Ijazah Sarjana Jokowi yang Masih Diperdebatkan, Begini Hasil Cek Salinan Skripsi di UGM

Lebih dari itu, sertifikasi mencerminkan komitmen terhadap standar mutu dan membuka peluang pasar yang lebih luas, termasuk ekspor.

Produk yang telah tersertifikasi cenderung lebih dipercaya oleh mitra bisnis dan memiliki nilai tambah dalam rantai pasok.

“Produsen yang ingin memperluas pangsa pasar dapat mengurus sertifikasi produk sebagai syarat utama untuk masuk ke pasar tersebut,” ujar dia.

Sertifikasi juga menjadi jaminan bagi konsumen bahwa produk yang mereka beli telah melalui proses pengawasan ketat, mulai dari bahan baku, pengolahan, penyimpanan, hingga distribusi.

Sebagai contoh, produk bersertifikat halal menunjukkan bahwa proses produksinya telah sesuai dengan syariah, sehingga kehalalannya dapat dipertanggungjawabkan.

Tak hanya sertifikasi, label produk juga memainkan peran penting dalam membangun kepercayaan konsumen terhadap kualitas produk peternakan.

Sementara, anggota lab lain, Tian Jihadhan Wankar, Ph.D mengatakan, produk seperti daging olahan, susu pasteurisasi, yoghurt, atau telur asin sering kalah bersaing.

“Tapi, itu bukan karena kualitasnya yang rendah, tetapi karena kemasan yang seadanya dan ketiadaan label yang meyakinkan. Padahal, konsumen saat ini sangat peduli dengan detail produk,” kata Tian.

Senada dengan hal itu, Prof. Mujtahidah Anggriani menyatakan bahwa keberadaan produk peternakan yang tersertifikasi memberikan lebih banyak pilihan kepada konsumen sesuai preferensi masing-masing.

Meski manfaatnya sangat jelas, tingkat adopsi sertifikasi produk di sektor peternakan masih menghadapi berbagai tantangan.

Beberapa di antaranya adalah rendahnya pemahaman pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tentang pentingnya sertifikasi, tingginya biaya proses sertifikasi, serta terbatasnya akses informasi dan pendampingan teknis.

Tak jarang, UMKM masih enggan mengurus sertifikasi karena dianggap rumit dan mahal.

Sementara itu, pemahaman mengenai pentingnya label produk yang sesuai dengan ketentuan dan target pasar juga masih minim.

Banyak produsen UMKM membuat label seadanya tanpa mempertimbangkan aspek estetika dan informasi yang dibutuhkan konsumen.

“Para pelaku usaha mikro di sektor pengolahan produk peternakan masih enggan mengurus sertifikasi karena kurangnya informasi dan pendampingan yang mereka terima. Di sinilah peran perguruan tinggi sangat penting untuk memberikan edukasi dan pendampingan,” tambah Prof. Suci Paramitasari.

Untuk itu, Fapet UGM secara aktif melakukan pendampingan terhadap UMKM produk peternakan, termasuk bagi pelaku usaha yang memasarkan produknya melalui Plaza Agro UGM yang berlokasi di lingkungan fakultas.

Produk-produk tersebut meliputi susu pasteurisasi, yoghurt, keju, es krim, olahan daging, telur, dan aneka produk turunan lainnya.

Pendampingan yang diberikan meliputi pelatihan pengurusan sertifikasi produk dan strategi peningkatan skala usaha.

Selain itu, Fapet UGM juga menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk memberikan edukasi terkait sertifikasi halal, khususnya kepada pelaku usaha rumah potong hewan dan produsen olahan peternakan.

Upaya ini merupakan langkah nyata Fapet UGM dalam mendorong peningkatan daya saing produk peternakan Indonesia di pasar domestik maupun internasional. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved