Titiek Puspa Meninggal Dunia

Cerita Titiek Puspa Tinggal di Kranggan Temanggung dan Sekolah di Magelang

Ia masuk ke sebuah sekolah dasar di Temanggung dan sempat mengenyam pendidikan dari kelas dua sampai kelas empat. 

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
DOK. Instagram @musicaklasik
Keterangan Foto: Dokumentasi foto ulang tahun Titiek Puspa pada 2024 via Instagram @musicaklasik 

Tribunjogja.com -- Titiek Puspa telah tiada meninggalkan jejak prestasi dan perjalanan selama menjadi penyanyi di Indonesia.

Diumur ke 87, Titiek Puspa menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2025) pukul 16:25 WIB.

Sebelum itu, Titiek Puspa sempat dirawat di rumah sakit sejak 26 Maret 2025 karena mengalami pecah pembuluh darah di otak kiri. 

Perjalanan hidup Titiek Puspa sangat panjang dan berpindah-pindah tempat.

Namun titik balik bakat seni Titiek Puspa kecil bermula saat hidup di Kranggan Temanggung dan Magelang.

Titiek Puspa Meninggal Dunia: Ini PROFIL dan Perjalanan Karier Sang Legenda Musik Indonesia
Titiek Puspa Meninggal Dunia: Ini PROFIL dan Perjalanan Karier Sang Legenda Musik Indonesia (instagram.com/titiekpuspa_official)

Berikut kisahnya seperti diberitakn kompas.com:  

Sebagai anak yang hidupnya berpindah-pindah, Titiek Puspa diketahui lahir di Tabalong, Kalimantan Selatan pada 1 November 1937. 

Ayahnya adalah Tugeno Puspowidjojo, dan ibunya adalah Siti Mariam. 

Meski lahir di tanah Borneo, darah Jawa mengalir di tubuh Titiek Puspa.

Ayahnya berasal dari Kutoarjo, Jawa Tengah. 

Ibunya berasal dari Trenggalek, Jawa Timur.

Dari Surabaya, Tugeno dan Siti Mariam memboyong ketiga anaknya yaitu Sri Sumaryati, Soemarno Poespowidjojo, dan Sumartuti ke Kalimantan Selatan. 

Di sana lah, putri tercinta Tugeno dan Siti Mariam lahir pada tahun 1937. 

Pekerjaan Tugeno sebagai mantri atau juga dikenal sebagai tenaga medis pun kembali membawa Titiek Puspa melanglang buana.  

Dirangkum dari jurnal Historiografi berjudul "Menjadi Penyanyi Istana Negara: Biografi Titiek Puspa" karya Rafngi Mufidah dan Dhanang Respati Puguh, Titiek Puspa hijrah dari Kalimantan Selatan ke Semarang karena ayahnya mendapatkan pekerjaan di Centraal Burgerlijke Ziekenhuiz (sekarang menjadi Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi). 

Titiek Puspa
Titiek Puspa (instagram.com/titiekpuspa_official)

Selama di Semarang, Tugeno dan keluarganya tinggal di Lempongsari, sebuah pemukiman padat penduduk di kawasan Gergaji. 

Seperti penduduk Lempongsari pada umumnya, Sudarwati dan ketiga kakaknya dibesarkan di sebuah rumah semipermanen. 

Pekerjaan Tugeno di Semarang terbilang cukup baik. Gajinya lebih dari cukup untuk menghidupi istri dan anak-anaknya.

Akan tetapi, keadaan berubah ketika Jepang menduduki Jawa pada tahun 1942. 

Dalam sebuah wawancara, Titiek Puspa mengaku keluarganya harus merasakan kesengsaraan yang luar biasa akibat kebijakan Militer Jepang yaitu soal pendistribusian beras. 

Di bawah kekhawatiran tekanan karena tindakan militer Jepang yang seringkali tak terduga membuat Tugeno membawa keluarganya hijrah ke Kutoarjo. 

Di Kutoarjo, ayah Titiek Puspa tak mendapatkan pekerjaan. 

Akhirnya, Tugeno mengarahkan kompas kehidupan keluarganya ke Ambarawa, Jawa Tengah. 

Pada masa masa perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya yang baru saja diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Tugeno dan keluarganya kembali terpaksa harus pindah. 

Mereka kemudian memutuskan untuk menetap di Kranggan, Temanggung

Di sanalah, pendidikan Titiek Puspa kembali berlanjut.

Pendidikan Titiek Puspa lantas kembali berlanjut setelah terhenti karena beberapa kali harus hijrah dari satu kota ke kota lainnya. 

Ia masuk ke sebuah sekolah dasar di Temanggung dan sempat mengenyam pendidikan dari kelas dua sampai kelas empat. 

Tugeno dan Mariam adalah orang tua yang sangat memerhatikan pendidikan putra- putrinya. 

Mereka tidak ingin anak-anaknya hidup sengsara karena tidak mendapatkan pendidikan yang baik. 

Akhirnya, Tugeno memutuskan untuk mengirim Titiek Puspa ke Magelang

Hal ini ia lakukan agar Titiek Puspa mendapatkan sekolah yang lebih baik.

Tugeno mendaftarkan Sudarwati di SD Pendowo Magelang

Perjalanan yang cukup jauh, yaitu; dari Kranggan ke Magelang harus ia tempuh setiap hari. 

Sudarwati kecil berangkat ke Magelang setiap pagi dan pulang ke Kranggan menjelang sore. 

Perjalanan tersebut ia tempuh dengan menggunakan jasa transportasi kereta api.

Perjalanan pergi dan pulang sekolah naik kereta api dikenang menjadi “perjumpaan” Sudarwati dengan bakat menyanyinya.

Titiek Puspa dan kereta api punya ikatan sejarah yang kuat yang ia anggap sebagai penentu bagi jalan hidupnya kelak. 

Pengalaman itu ia dapatkan dalam perjalanan pulang dari Magelang ke Kranggan. 

Pada suatu sore, semua penumpang di kereta tampak sangat lelah. Mereka memejamkan mata mereka sekadar untuk mengalihkan pikiran dari kebisingan yang berasal dari suara mesin, cerobong asap, dan gesekan roda-roda kereta.

Titiek Puspa yang juga didera rasa lelah kemudian ikut memejamkan mata. Ia kemudian merasakan sesuatu yang sangat misterius. 

Saat mulai memejamkan mata,  mendengar sesuatu yang menggetarkan hati. Suara jes-jes dan bunyi asap yang keluar dari selongsong terdengar seperti nada. 

Deru mesin yang mendengung justru ikut serta menjadi instrumen. Sudarwati merasa ada konser rahasia yang sedang digelar di dalam kereta. 

Perlahan-lahan, ia mulai bersenandung. Pada hari-hari berikutnya, ketika pulang dari Magelang, Sudarwati tidak pernah duduk di bangku. 

Ia lebih memilih duduk di tangga yang terletak di batas gerbong. 

Menurut Titiek Puspa, “konser rahasia”nya di dalam kereta akan menjadi sempurna jika dipadukan dengan alam. Ia akan bersenandung sepanjang perjalanan pulang. 
Sejak mengalami kejadian misterius itu, Sudarwati menjadi sering bersenandung. 

Setiap kali hatinya gelisah, ia akan bersenandung dan kegelisahan akan segera hilang dari dalam batinnya. 

Setahun kemudian, Tugeno menitipkan Sudarwati kepada salah seorang saudara yang kebetulan tinggal di Magelang

Keputusan tersebut diambil mengingat Sudarwati masih terlalu kecil untuk menempuh perjalanan jauh setiap hari. 

Selama di Magelang, Sudarwati tinggal di rumah Budhe Kus. 

Selama tiga tahun Sudarwati menghabiskan waktunya di Magelang, yaitu dari kelas lima SD sampai kelas satu Sekolah Menengah Pertama (SMP). (kompas)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved