API DIY Sebut Masih Ada Peluang Bagi Industri TPT yang Dikenai Tarif Tinggi Oleh AS

Tekstil produk tekstil merupakan komoditas unggulan ekspor ke Amerika Serikat dari DIY.

|
Tribunjogja/ Christi Mahama Wardhani
TARIF IMPOR AS : Sekretaris Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) DIY Timotius Apriyanto 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sekretaris Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) DIY, Timotius Apriyanto mengatakan tarif tinggi yang dikenakan untuk Indonesia tentu akan memengaruhi permintaan industri, termasuk DIY. 

Tekstil produk tekstil merupakan komoditas unggulan ekspor ke Amerika Serikat dari DIY.

Untuk itu, pemerintah perlu segera melakukan identifikasi dampak dan asesmen risiko terkait tarif Trump. 

"Bagi perusahaan orientasi ekspor dan pasar utamanya Amerika, mereka akan mengalami masalah besar dengan penurunan permintaan. Otomatis buyer akan mengevaluasi untuk mengirim permintaan yang sama," katanya, Sabtu (05/04/2025). 

"Pemda DIY dalam hal ini Disperindag harus  mengumpulkan pelaku ekspor untuk menyikapi strategi ke depan. DIY mestinya sebagai bagian politik perdagangan nasional melakukan lobi, dialog diplomatik khusus untuk perdagangan ini. Kalau menurunkan (tarif Trump) berat, tetapi paling tidak bertahap penerapannya, jangan langsung 32 persen," sambungnya. 

Baca juga: Cari Solusi Kebijakan Tarif Impor Donald Trump, Menteri Ekonomi ASEAN Bakel Gelar Pertemuan

Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan diversifikasi produk dan pasar.

Diversifikasi pasar bisa melalui emerging market dan reemerging market, misalnya negara-negara Eropa Timur, Uni Emirat Arab, hingga Afrika.

Negara-negara yang pasar kelas menengahnya mulai tumbuh perlu dijajaki. 

Kendati demikian, Indonesia termasuk DIY masih memiliki peluang besar untuk ekspor ke Amerika Serikat.

Hal itu karena jika dibandingkan dengan lain, tarif yang dikenakan untuk Indonesia jauh lebih rendah.

Dengan demikian, produk asal Indonesia masih bisa bersaing dengan negara lain, seperti Vietnam, Myanmar, Kamboja, dan Tiongkok. 

"Kalau dari produsen tekstil produk tekstil (Indonesia) paling rendah, dibandingkan dengan Kamboja, Vietnam lebih dari 40 persen, China lebih dari 34 persen. Ini kesempatan Indonesia, DIY, untuk meningkatkan kualitas produk, dan meningkatkan efisiensi produk kita. Sehingga kita ini bisa bersaing dengan negara-negara yang dikenai tarif lebih tinggi," terangnya. 

Di sisi lain, tarif lebih tinggi yang dikenakan untuk negara-negara tersebut akan menimbulkan ekses produk.

Dampaknya Indonesia bisa menjadi jujukan ekspor dari negara-negara tersebut, seperti Vietnam hingga Tiongkok. 

"Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ini memberi peluang untuk produk jadi masuk ke Indonesia, ini bisa jadi bumerang. Bagaimana jika Bangladesh, Vietnam menyerang industri yang orientasinya pasar domestik? Nah ini kita nggak siap dengan itu. Artinya PHK bisa lebih besar, di Jogja tahun kemarin ada 1.779. Tahun ini bisa lebih dari itu kalau kita nggak waspada. Makanya Permendag 8 Tahun 2024 itu harus dicabut," pungkasnya. (maw) 
 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved