6 Dampak yang Timbul Jika RUU TNI Sah Menjadi UU, Potensi Represi Pada Sipil Meningkat
Jika disahkan, regulasi baru ini berpotensi mengubah dinamika hubungan antara militer dan sipil, serta mempengaruhi berbagai aspek kehidupan berbangsa
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Bunga Kartikasari
TRIBUNJOGJA.COM - Sejak wacana revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) bergulir, pro dan kontra terus mencuat di berbagai kalangan.
Revisi ini membawa sejumlah perubahan signifikan, mulai dari perluasan peran TNI dalam jabatan sipil hingga peningkatan kewenangan dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Jika disahkan, regulasi baru ini berpotensi mengubah dinamika hubungan antara militer dan sipil, serta mempengaruhi berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lantas, apa saja dampak yang mungkin timbul dari pengesahan RUU TNI? Berikut ringkasannya:
1. Penempatan Prajurit TNI Aktif di Jabatan Sipil
Perubahan pada Pasal 47 memperluas jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif dari 10 menjadi 16. Penambahan ini mencakup instansi yang membidangi penanggulangan bencana, terorisme, keamanan laut, Kejaksaan Agung, dan pengelolaan perbatasan.
Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi tumpang tindih peran antara militer dan sipil, serta kemungkinan kembalinya dwifungsi TNI seperti pada masa Orde Baru.
2. Operasi Militer Selain Perang (OMSP)
RUU TNI juga memperluas cakupan OMSP dari 14 menjadi 17 urusan, termasuk penanggulangan ancaman siber, perlindungan WNI dan kepentingan nasional di luar negeri, serta penanggulangan penyalahgunaan narkotika.
Perluasan ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan wewenang dan pengaburan batas antara tugas militer dan sipil.
3. Dampak Ekonomi
Penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil dapat menimbulkan inefisiensi sumber daya akibat perbedaan keahlian antara militer dan sipil.
Selain itu, hal ini berpotensi memperketat pasar tenaga kerja dan menimbulkan sentimen negatif bagi investasi, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
4. Reduksi Supremasi Sipil
Perubahan dalam RUU TNI ini dinilai dapat mereduksi prinsip supremasi sipil, di mana kontrol dan pengawasan sipil terhadap militer menjadi berkurang.
Hal ini berpotensi menggeser keseimbangan antara otoritas sipil dan militer dalam pemerintahan demokratis.
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Bivitri Susanti, menegaskan bahwa revisi ini dapat membawa Indonesia kembali ke era dominasi militer dalam kehidupan sipil.
Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah usulan yang memungkinkan prajurit aktif menempati posisi sipil di 16 kementerian dan lembaga negara.
"Ya, revisi UU TNI ini sangat berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. Hal ini bisa berdampak pada peran militer yang meluas ke ranah politik dan birokrasi," ungkap Bivitri, Minggu (16/3/2025).
5. Pemerintahan Bersifat Militeristik
Menurut Bivitri, revisi UU TNI harus dikaji secara mendalam agar tidak mengarah pada pemerintahan yang bersifat militeristik.
Ia menyoroti bahwa Pasal 30 UUD 1945 secara jelas mengatur bahwa TNI merupakan alat negara di bidang pertahanan, bukan di sektor politik atau ekonomi.
Baca juga: SAH, DPR Sahkan RUU TNI jadi Undang-undang, ada 14 Lembaga yang Boleh Diisi Oleh TNI Aktif
"Jika prajurit aktif masuk ke jabatan sipil, maka akan muncul percampuran peran yang bisa merusak prinsip supremasi sipil dalam demokrasi," jelasnya.
Selain itu, revisi UU TNI juga mengusulkan perpanjangan usia pensiun prajurit hingga 58 tahun bagi bintara dan tamtama, 60 tahun bagi perwira, serta 65 tahun bagi mereka yang menduduki jabatan fungsional.
Hal ini memunculkan kekhawatiran akan dominasi militer yang semakin lama di dalam pemerintahan.
6. Tindakan Represif terhadap Sipil
Bivitri menambahkan bahwa salah satu bahaya utama dari kembalinya dwifungsi TNI adalah potensi meningkatnya tindakan represif terhadap masyarakat sipil.
Sejarah mencatat bahwa di masa Orde Baru, militer tidak hanya bertugas dalam pertahanan negara tetapi juga memiliki peran dalam politik dan ekonomi, yang menyebabkan berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
"Tentara profesional harus kuat dalam pertahanan negara, bukan dalam politik dan ekonomi. Jika mereka masuk ke ranah sipil, risiko penggunaan kekerasan dalam kebijakan pemerintahan bisa meningkat," ujarnya.
Dalam sistem demokrasi, transparansi dan partisipasi masyarakat sangat penting.
Namun, karakteristik militer yang tertutup dan cenderung tidak menerima kritik dinilai bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.
( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )
Prakiraan Cuaca DIY Hari Ini Selasa 12 Agustus 2025, Kulon Progo Sleman Didominasi Hujan Ringan |
![]() |
---|
Cek Jadwal dan Lokasi Pemadaman Listrik DI Yogyakarta Hari Ini Selasa 12 Agustus 2025 |
![]() |
---|
5 Zodiak Penghuni Hoki Hari Ini Selasa 12 Agustus 2025, Aries Taurus Gemini Pertahankan Posisinya |
![]() |
---|
6 Shio Pawang Hoki Hari Ini Selasa 12 Agustus 2025, Shio Monyet Jadi yang Nomor 1 |
![]() |
---|
7 Arti Mimpi yang Menandakan Musibah, Peringatan dari Alam Bawah Sadar yang Wajib Diketahui |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.