Inklusi Digital yang Adil dan Berkelanjutan: Tantangan dan Harapan untuk Jogja
Di era digital seperti sekarang, akses dan partisipasi dalam dunia digital menjadi hal yang krusial.
Oleh
Raden Bima Adi, Ph.D
Dosen Prodi Digital Humanities, Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
Mengapa Inklusi Digital Penting?
Di era digital seperti sekarang, akses dan partisipasi dalam dunia digital menjadi hal yang krusial.
Namun, tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati manfaat teknologi.
Menurut data International Telecommunication Union (ITU) tahun 2020, jutaan orang di dunia, terutama di negara berkembang, masih kesulitan mengakses internet.
Ketimpangan ini tidak hanya soal memiliki smartphone atau laptop, tetapi juga tentang kemampuan menggunakan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup (UNESCO, 2020).
Di Indonesia, termasuk di Jogja, masalah ini juga terasa, terutama di daerah-daerah pelosok seperti Gunungkidul dan Kulon Progo.
Inklusi digital yang adil dan berkelanjutan adalah kunci untuk pembangunan sosial dan ekonomi.
Bank Dunia (2019) menyebutkan bahwa inklusi digital bisa meningkatkan produktivitas, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperluas akses ke layanan kesehatan dan pendidikan.
Namun, jika ketimpangan digital tidak diatasi, kesenjangan ekonomi dan sosial akan semakin melebar, mengancam stabilitas global.
Di Jogja, kota yang dikenal sebagai kota pelajar dan budaya, inklusi digital bisa menjadi pintu masuk untuk memajukan pendidikan, pariwisata, dan ekonomi kreatif.
Baca juga: UKDW Yogyakarta Luncurkan Program Rekognisi Pembelajaran Lampau untuk Jalur PMB 2025-2026
Tantangan Inklusi Digital di Jogja dan Sekitarnya
Tantangan utama inklusi digital adalah ketidaksetaraan akses.
Menurut Pew Research Center (2020), masih ada kesenjangan besar dalam kepemilikan perangkat digital dan akses internet, terutama antara kelompok ekonomi menengah ke bawah dan daerah pelosok.
Di Jawa Tengah dan DIY, misalnya, masih banyak desa-desa yang jaringan internetnya belum memadai.
Laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) 2021 menyebutkan bahwa masih ada sekitar 12.000 desa dan kelurahan di Indonesia yang belum terjangkau jaringan internet 4G, termasuk beberapa wilayah di Gunungkidul dan Kulon Progo.
Laporan ini menegaskan bahwa daerah-daerah pelosok masih kesulitan mengakses internet berkualitas.
Selain itu, literasi digital juga menjadi masalah serius.
Banyak masyarakat, terutama generasi tua, belum paham bagaimana menggunakan teknologi dengan aman dan efektif.
UNESCO (2018) menekankan bahwa literasi digital tidak hanya tentang bisa mengoperasikan gadget, tetapi juga tentang memahami keamanan online dan mengevaluasi informasi secara kritis.
Di Jogja, meskipun banyak anak muda yang melek teknologi, masih ada kelompok masyarakat yang tertinggal.
Survei Badan Pusat Statistik (BPS) DIY 2021 menunjukkan bahwa hanya sekitar 60 persen penduduk DIY yang memiliki keterampilan dasar dalam menggunakan internet.
Kelompok lansia dan masyarakat di daerah terpencil menjadi yang paling tertinggal.
Infrastruktur digital yang belum merata juga menjadi kendala.
Menurut Bank Dunia (2020), investasi di bidang infrastruktur digital, terutama di daerah pedesaan, masih kurang.
Akibatnya, kesenjangan antara kota dan desa semakin terasa.
Di Jogja, meskipun kota ini sudah relatif maju, masih ada wilayah-wilayah seperti Gunungkidul atau Kulon Progo yang akses internetnya belum optimal.
Survei oleh Lembaga Penelitian SMERU (2020) juga mengungkapkan bahwa kesenjangan digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan di DIY masih signifikan.
Wilayah pelosok yang topografinya berbukit-bukit menjadi tantangan tersendiri dalam penyebaran infrastruktur internet.
Langkah Menuju Inklusi Digital yang Lebih Baik
Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa langkah konkret perlu diambil.
Pertama, pemerintah dan swasta harus bekerja sama untuk membangun infrastruktur digital yang terjangkau dan berkualitas.
Di Jogja, misalnya, perlu ada program khusus untuk memperluas jaringan internet ke daerah-daerah pelosok.
Kedua, program pelatihan literasi digital harus digencarkan. Di sini, peran perguruan tinggi seperti Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) sangat penting.
UKDW, yang terletak di pusat kota Jogja, memiliki program studi unggulan Digital Humanities.
Program ini tidak hanya mengajarkan tentang pengetahuan dan keterampilan digital, tetapi juga bagaimana memanfaatkannya untuk kemanusiaan dan pembangunan berkelanjutan.
Melalui program ini, mahasiswa dan masyarakat bisa belajar tentang keamanan online, evaluasi informasi, dan pengembangan keterampilan digital yang dibutuhkan di era modern.
Selain itu, kebijakan privasi data juga perlu diperkuat. Dengan meningkatnya kasus kebocoran data, kepercayaan masyarakat terhadap teknologi digital bisa menurun.
Pemerintah harus memastikan bahwa data pribadi warga dilindungi dengan baik.
Peran Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat
Pemerintah memiliki peran kunci dalam menciptakan kebijakan yang mendukung inklusi digital.
Di Jogja, pemerintah daerah bisa bekerja sama dengan kampus-kampus seperti UKDW untuk menyelenggarakan pelatihan literasi digital bagi masyarakat.
Perusahaan teknologi juga harus turun tangan.
Misalnya, dengan menyediakan layanan internet murah atau program CSR yang fokus pada pendidikan digital.
Di Jogja, kolaborasi antara perusahaan teknologi lokal dan kampus-kampus bisa menjadi solusi untuk memperluas akses digital.
Masyarakat juga tidak boleh diam.
Melalui kampanye dan advokasi, masyarakat bisa mendorong pemerintah dan swasta untuk lebih serius menangani isu ini.
Di Jogja, beberapa inisiatif sudah mulai dilakukan. Misalnya, program Smart City yang digagas pemerintah kota Jogja bertujuan untuk memanfaatkan teknologi dalam meningkatkan pelayanan publik.
Komunitas-komunitas seperti Jogja Digital Valley bisa menjadi wadah untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya inklusi digital.
Kesimpulan
Inklusi digital yang adil dan berkelanjutan adalah fondasi penting untuk pembangunan yang inklusif.
Di Jogja, kota yang kaya akan budaya dan potensi, inklusi digital bisa menjadi kunci untuk memajukan pendidikan, ekonomi, dan sosial.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, serta peran aktif kampus-kampus seperti UKDW dengan program Digital Humanities-nya, kita bisa mewujudkan masa depan di mana semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk memanfaatkan teknologi digital.
Jogja, sebagai kota pelajar dan budaya, sudah saatnya menjadi pionir dalam inklusi digital di Indonesia. Dengan semangat gotong royong dan gemah ripah loh jinawi (kesejahteraan yang merata), kita bisa menjawab tantangan masa kini dan masa depan, menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan. (*)
Perundungan dan Tanggung Jawab dalam Hukum Kesehatan |
![]() |
---|
Mewaspadai dan Mencegah Kanker Paru Sejak Dini |
![]() |
---|
UKDW Lahirkan Inovasi Kuda-kuda Lipat Rangka Tenda, Jawab Keluhan PKL soal Alat Jualan |
![]() |
---|
Lulusan IT Tetap Dibutuhkan: Mitos dan Fakta di Tengah Gempuran AI |
![]() |
---|
Fakultas Kedokteran UKDW Gelar Pelatihan Mental Health untuk Guru di Sumba |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.