APA DAMPAK Jika Revisi UU TNI Disahkan? Pengamat Ingatkan Ancaman bagi Demokrasi
Menurut Bivitri, revisi UU TNI harus dikaji secara mendalam agar tidak mengarah pada pemerintahan yang bersifat militeristik.
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Bunga Kartikasari
TRIBUNJOGJA.COM - Wacana revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tengah menjadi sorotan.
Para pengamat menilai perubahan aturan ini berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI, yang pernah menjadi kontroversi di masa lalu.
Dilansir Tribunjogja.com dari laman Kompas.com, pengamat hukum tata negara dan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Bivitri Susanti, menegaskan bahwa revisi ini dapat membawa Indonesia kembali ke era dominasi militer dalam kehidupan sipil.
Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah usulan yang memungkinkan prajurit aktif menempati posisi sipil di 16 kementerian dan lembaga negara.
"Ya, revisi UU TNI ini sangat berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. Hal ini bisa berdampak pada peran militer yang meluas ke ranah politik dan birokrasi," ungkap Bivitri, Minggu (16/3/2025).
Potensi Penyimpangan dari UUD 1945
Menurut Bivitri, revisi UU TNI harus dikaji secara mendalam agar tidak mengarah pada pemerintahan yang bersifat militeristik.
Ia menyoroti bahwa Pasal 30 UUD 1945 secara jelas mengatur bahwa TNI merupakan alat negara di bidang pertahanan, bukan di sektor politik atau ekonomi.
"Jika prajurit aktif masuk ke jabatan sipil, maka akan muncul percampuran peran yang bisa merusak prinsip supremasi sipil dalam demokrasi," jelasnya.
Baca juga: Revisi UU TNI: Prajurit Aktif Kini Bisa Duduki Jabatan di 16 Kementerian dan Lembaga
Selain itu, revisi UU TNI juga mengusulkan perpanjangan usia pensiun prajurit hingga 58 tahun bagi bintara dan tamtama, 60 tahun bagi perwira, serta 65 tahun bagi mereka yang menduduki jabatan fungsional.
Hal ini memunculkan kekhawatiran akan dominasi militer yang semakin lama di dalam pemerintahan.
Kembali ke Pola Orde Baru?
Bivitri menambahkan bahwa salah satu bahaya utama dari kembalinya dwifungsi TNI adalah potensi meningkatnya tindakan represif terhadap masyarakat sipil.
Sejarah mencatat bahwa di masa Orde Baru, militer tidak hanya bertugas dalam pertahanan negara tetapi juga memiliki peran dalam politik dan ekonomi, yang menyebabkan berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
"Tentara profesional harus kuat dalam pertahanan negara, bukan dalam politik dan ekonomi. Jika mereka masuk ke ranah sipil, risiko penggunaan kekerasan dalam kebijakan pemerintahan bisa meningkat," ujarnya.
Dalam sistem demokrasi, transparansi dan partisipasi masyarakat sangat penting. Namun, karakteristik militer yang tertutup dan cenderung tidak menerima kritik dinilai bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.
Dampak bagi Profesionalisme TNI
Masih dilansir dari laman Kompas.com, koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Dimas Bagus Arya Saputra, turut mengungkapkan keprihatinannya.
| 10 Arti Mimpi Kilat Menyambar Rumah Menurut Primbon Jawa, Tanda Kejayaan atau Peringatan? |
|
|---|
| DOWNLOAD Logo Resmi Sumpah Pemuda 2025: JPEG, PNG, Banner, T Banner, Backdrop |
|
|---|
| 5 Rekomendasi Cerita Wattpad Tentang NCT Lengkap dengan Sinopsis dan Penulisnya |
|
|---|
| Lirik dan Terjemahan Lagu 'Siap Pinang Ko' Juan Reza dan Ria Ricis |
|
|---|
| Profil dan Biodata Leo ALD1, Perjalanan dari Trainee A Hingga Jadi Member ALD1 |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.