Pengamat Soroti Transparansi dan Akuntabilitas Danantara

Jika pemerintah ingin meniru model pengelolaan investasi seperti Temasek Holdings di Singapura, transparansi dan akuntabilitas harus jadi prioritas

|
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
(KOMPAS.com/YOHANA ARTHA ULY)
KANTOR DANANTARA - Kantor Danantara berlogo Danantara Indonesia Sovereign Fund dengan lambang huruf D yang didalamnya terdapat gambar kepala burung berkelir merah putih. Danantara resmi diluncurkan Presiden Prabowo Subianto pada Senin (24/2/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA – Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam mengaudit Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menjadi sorotan.

Hal ini setelah pengesahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dalam pasal 15A ayat (2) UU tersebut, BPK hanya dapat melakukan audit terhadap keuangan Danantara atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, mengkritisi aturan ini karena dinilai membatasi pengawasan langsung terhadap Danantara yang mengelola investasi bernilai ribuan triliun rupiah.

"Saat UU BUMN yang baru telah ditetapkan dan kewenangan BPK dipangkas, lalu masyarakat diminta percaya begitu saja bahwa audit independen bisa menjamin keamanan keuangan Danantara yang nilainya mencapai Rp 14 ribu triliun, itu sama saja dengan menempatkan nasib rakyat di mulut buaya dan serigala," kata Hardjuno.

Menurutnya, jika pemerintah ingin meniru model pengelolaan investasi seperti Temasek Holdings di Singapura, maka transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama.

Ia menekankan bahwa di Singapura, laporan keuangan Temasek diaudit oleh auditor independen ternama seperti KPMG LLP secara berkala sejak 2008 tanpa modifikasi.

Baca juga: Pakar UGM Nilai Pemerintah Gagap Respons PHK: Perlu Investasi di Sektor Padat Karya

"Kita ingin Danantara dikelola secara profesional seperti Temasek, tetapi jika korupsi masih merajalela dan tidak ada ketegasan dalam pemberantasannya, maka ini hanya akan menjadi celah baru bagi oligarki untuk menggerogoti uang rakyat," tambahnya.

Hardjuno menyoroti bahwa kelemahan sistem pengawasan di Indonesia masih menjadi tantangan besar, mengingat indeks persepsi korupsi Indonesia jauh lebih buruk dibandingkan negara-negara maju.

Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna memastikan pengelolaan Danantara tetap dalam koridor yang transparan dan profesional.

"Korupsi harus diberantas, indeks persepsi korupsi Indonesia harus naik hingga setara dengan negara-negara maju dan modern. Hanya dengan itu rakyat bisa percaya bahwa Danantara benar-benar akan dikelola secara profesional," tegas Hardjuno.

Sebelumnya, CEO Danantara Rosan Roeslani menegaskan lembaga yang dipimpinnya tetap dapat diaudit oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menurut Rosan tidak ada lembaga yang kebal hukum di Indonesia termasuk Danantara.

"Pertama yang ingin saya sampaikan, tidak ada kebal hukum di negara ini. Jadi KPK bisa, apalagi kalau ada tindakan yang tidak patut atau kriminal, sangat-sangat bisa," kata Rosan dikutip dari Tribunnews, Senin (24/2/2025).

Menurut Rosan Danantara bisa diaudit oleh BPK terutama apabila menggunakan dana APBN untuk program kewajiban pelayanan publik (PSO).

"Jadi, ini harus diluruskan. Dan semua itu ikut mengawasi kita dan ikut berperangkat aktif dalam perangkat memastikan bahwa kita berjalan dengan baik benar," tuturnya.

Rosan mengatakan, Danantara akan bekerja secara transparan dan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Danantara akan menjaga integritas dan juga  prudent serta penuh dengan kehati-hatian. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved