Pakar UGM: Pengalaman Hasto Wardoyo di Kulonprogo jadi Modal Berharga di Kota Yogyakarta
Pengalaman Hasto Wardoyo saat memimpin Kulonprogo bisa menjadi modal berharga jika diterapkan di Kota Yogyakarta.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pelantikan Wali Kota Yogyakarta beserta wakil membawa harapan besar, terutama dalam mengatasi berbagai tantangan perkotaan yang semakin kompleks.
Prof. Wahyudi Kumorotomo, Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), menyoroti sejumlah isu yang perlu segera mendapat perhatian pemimpin baru.
Menurutnya, pengalaman Hasto Wardoyo saat memimpin Kulonprogo bisa menjadi modal berharga jika diterapkan di Kota Yogyakarta.
Namun, ia menekankan bahwa situasi di Yogyakarta jauh lebih rumit karena wilayah yang terbatas serta ketergantungan ekonomi pada sektor jasa, terutama pariwisata dan pendidikan.
“Kita tahu, ekonomi Kota Yogyakarta masih sangat bertumpu pada pariwisata dan pendidikan. Dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sekitar Rp5,6 triliun berasal dari sektor akomodasi dan jasa kuliner. Ini sektor yang rentan, karena jika ada guncangan dari luar, dampaknya sangat terasa,” kata Wahyudi kepada Tribun Jogja, Minggu (16/2/2025).
Ia juga mengingatkan adanya potensi tekanan ekonomi dari kebijakan pemerintah pusat melalui Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025.
Inpres tersebut mengharuskan kementerian, lembaga, dan daerah memangkas anggaran, termasuk biaya perjalanan dinas (perjadin).
Padahal, perjadin merupakan salah satu penyumbang utama pendapatan Kota Yogyakarta.
Baca juga: Gebrakan Sang Pemimpin: Hasto Wardoyo Pilih Naik Ojek Online Menuju Lokasi Retreat, Ini Alasannya
Selain ekonomi, masalah lingkungan juga menjadi perhatian utama. Wahyudi menyoroti eksploitasi air tanah yang berlebihan akibat banyaknya hotel dan kafe di Yogyakarta.
“Kapasitas daya dukung lingkungan kita menurun. Sebagian besar air yang digunakan berasal dari air tanah langsung. Padahal, kalau ingin lebih berkelanjutan, kita harus menggunakan reservoir dari luar kota,” ujarnya.
Dia menilai, jika kualitas air menurun, wisatawan bisa enggan menginap di hotel, yang pada akhirnya merugikan sektor perhotelan itu sendiri.
Isu ini berkaitan erat dengan gerakan Jogja Ora Didol yang sempat ramai, menentang eksploitasi sumber daya demi kepentingan bisnis.
Selain itu, ia menyoroti masalah klasik perkotaan seperti pengelolaan sampah, kemacetan lalu lintas, polusi udara, serta keamanan akibat meningkatnya ketimpangan sosial.
“Jika Wali Kota Yogyakarta baru bisa melakukan terobosan dalam pengelolaan sampah dan lalu lintas, itu akan menjadi langkah yang baik, sekaligus memperkuat sektor wisata. Setidaknya bisa berkolaborasi dengan daerah lain,” pungkasnya.
Ia menekankan, dari berbagai tantangan yang ada, Wali Kota Yogyakarta baru diharapkan tidak hanya mempertahankan sektor unggulan Yogyakarta tetapi juga melakukan inovasi agar kota ini tetap nyaman bagi warganya dan berkelanjutan di masa depan. (Ard)
Pemkot Yogya Gandeng Deretan Off Taker untuk Kelola Sampah Organik Basah |
![]() |
---|
Tanpa APBD, 'Ember Gotong Royong' Jadi Jurus Pemilahan Sampah di Kota Yogya |
![]() |
---|
Kurangi Beban Depo, Kota Yogyakarta Dapat Kuota Pembuangan ke TPA Piyungan 50 Ton Per Hari |
![]() |
---|
Tanpa Ingar Bingar, Peringatan HUT Kota Yogya Jadi Momentum Perubahan Fokus Pengelolaan Sampah |
![]() |
---|
Pemkot Yogyakarta Siapkan Skema Darurat Atasi Krisis Sampah Dampak Pembatasan TPA Piyungan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.