100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran, Pakar UGM Nilai Masih Minim Kejelasan Perencanaan dan Eksekusi
Janji-janji dalam Asta Cita atau delapan program prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran masih belum terealisasi secara konkret.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran dalam pengambilan kebijakan di bidang hukum, ekonomi dan politik pemerintahan menjadi sorotan publik.
Bahkan, tidak jarang menuai kritikan terkait kebijakan blunder yang dilakukan oleh para menteri di tengah upaya pemerintah melakukan penghematan anggaran dan menurunnya kemampuan daya beli masyarakat.
Kinerja pemerintahan dinilai belum berjalan efektif dan berbagai program yang dijalankan masih minim kejelasan soal perencanaan dan tingkat implementasi di lapangan.
Di bidang supremasi hukum, penguatan demokrasi dan ketatanegaraan, Dosen Fakultas Hukum Dr. Hendry Noor Julian, S.H., M.Kn menyoroti melemahnya sistem check and balance dalam pemerintahan saat ini.
Ia mengutip teori Donald Black dalam The Behavior of Law yang menyebutkan bahwa kedekatan politik bisa membuat hukum kehilangan daya berlakunya.
Hal itu merujuk pada dominasi koalisi di parlemen yang berpotensi mengurangi efektivitas pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.
“Alih-alih menjadi mekanisme kontrol, hubungan eksekutif dan legislatif saat ini cenderung bersifat partnership,” jelas Hendry dalam Diskusi Pojok Bulaksumur yang bertajuk ‘Dari Janji ke Aksi: 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran’ yang berlangsung di selasar tengah Gedung Pusat UGM, Jumat (7/2/2025).
Di awal pemerintahan, kata Hendry, ide Prabowo yang akan memaafkan koruptor menuai banyak kritikan dan kecaman.
Sebab menurut perspektif hukum, status seseorang sebagai koruptor harus didasarkan pada putusan hukum yang berkekuatan tetap.
Jika benar ada mekanisme yang memungkinkan koruptor bebas setelah mengembalikan uang negara, hal ini akan menimbulkan banyak persoalan, terutama dalam hal penegakan hukum dan keadilan.
“Kalau melihat pranata dan aparat yang ada sekarang, saya bahkan kurang yakin di atas 20 persen kebijakan ini bisa berhasil,” ujar Hendry.
Baca juga: Pengamat Ekonomi Energi UGM Sebut Sub Pangkalan Tak Jamin Subsidi LPG 3 Kg Tepat Sasaran
Sementara melalui kacamata politik, Dr Mada Sukmajati dari Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM menilai bahwa janji-janji dalam Asta Cita atau delapan program prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran masih belum terealisasi secara konkret.
Ia menyebut beberapa program seperti makan siang bergizi gratis, pemeriksaan kesehatan gratis, dan pembangunan sekolah unggul masih minim kejelasan dalam perencanaan dan eksekusi.
“Kalau kita bicara program dengan hasil terbaik dan cepat, seharusnya dalam 100 hari ini desainnya sudah jelas. Tapi kenyataannya implementasi masih parsial dan bahkan dalam beberapa aspek kita tidak tahu bagaimana mekanismenya,” ujar Mada.
Pakar Hukum UMY: Presiden Harus Tegas Copot Menteri yang Terjerat Korupsi |
![]() |
---|
Pakar UGM: Soal Royalti, Perlu Transparansi Pengelolaan Dananya |
![]() |
---|
Wapres Gibran soal Usulan Gerbong Khusus Merokok: Lebih Baik untuk Ibu Hamil, Lansia dan Difabel |
![]() |
---|
Ayah Diplomat Kemlu Minta Tolong Presiden Prabowo dan Kapolri Ungkap Kematian Anaknya |
![]() |
---|
Ayah Arya Daru Pangayunan Terlihat Syok, Minta Presiden Turun Tangan Pecahkan Misteri Kematian ADP |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.